10 Dimensi Kesiapan Nikah

Oleh: Nur Istiqomah, SIKom (PKB Kap Purwosari)


Pernikahan adalah suatu peristiwa yang suci dan sakral degan tujuan untuk memperoleh keturunan dan mengikuti sunnah Rasul, memperoleh kebahagian dan ketenangan hidup, selain itu

Pernikahan merupakan ibadah terpanjang seumur hidup yang mesti dijalani oleh pasangan. Proses perjalanan mengarungi kehidupan akan mengalami suka dan duka bersama-sama dalam bahtera rumah tangga, untuk menjadi keluarga yang bahagia, maka perlu dibagun dengan komitmen bersama untuk mencapai tujuan tersebut.

Dalam UU No 16 tahun 2019 disebutkankan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Perubahan norma dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ini menjangkau batas usia untuk melakukan perkawinan, perbaikan norma dengan menaikkan batas minimal umur perkawinan bagi wanita.

Dalam hal ini batas minimal umur perkawinan bagi wanita dipersamakan dengan batas minimal umur perkawinan bagi pria, yaitu 19 (sembilan belas) tahun. Batas usia dimaksud dinilai telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang sehat juga berkualitas. Selain itu, kenaikan batas umur yang lebih tinggi dari 16 (enam belas) tahun bagi wanita dimaksudka akan menekan laju kelahiran yang lebih rendah dan menurunkan resiko kematian ibu dan anak. Terpenuhinya hak-hak anak dalam tumbuh kembang dan pendampingan orang tua serta memberikan hak akses anak terhadap pendidikan setinggi mungkin.

Setiap pasangan tentu menginginkan rumah tangga yang dibina akan langgeng dan harmonis, maka calon pasangan harus memahami hakekat perkawinan, bahwa ia bukan hanya hubungan antara dua pribadi, tetapi juga merupakan suatu lembaga sosial yang diatur oleh masyarakat yang beradab untuk menjaga dan memberikan perlindungan bagi keturunan yang akan dilahirkan. Juga selayaknya disadari bahwa pernikahan dimaksudkan untuk menjamin stabilitas dan keberlangsungan kelompok masyarakat itu sendiri. Peraturan peraturan maupun larangan larangan sosial untuk sebuah perkawinan membuktikan adaya perhatian besar dari masyarakat terhadap sebuah perkawinan yang akan terjadi, maka calon pasangan harus mempunyai pemahaman 10 dimensi kesiapan menikah, yakni sbb:

1. Kesiapan usia, yakni dapat diartikan sebagai kesiapan umur untuk menikah, yaitu minimal 20 ahun untuk perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki. Pentingnya kesiapan usia berkaitan dengan kematangan pola pikir dalam menjalankan kehidupan berkeluarga. Penting diketahui untuk seorang wanita umur sehat untuk melahirkan bagi seorang istri adalah umur 21 sampai 35 tahun, agar generasi yang dilahirkan generasi berkualitas terhindar dari stunting. Di usia inilah kualitas telur seorang istri berada pada kondisi sangat baik dan tentunya diimbangi dengan asupan gizi yang sesuai kebutuhan dan pola hidup yang sehat dan bersih dari pasangan.

2. Kesiapan fisik, diartikan sebagai kesiapan biologis untuk bereproduksi, kemampuan pengasuhan anak, serta kemampuan diri untuk melakukan berbagai tanggung jawab pekerjaan rumah tangga serta mampu melaksanakan fungsi diri sebagi suami/istri dengan optimal. Kesipan fisik yang sehat harus dipersiapkan dengan menjaga kebugaran dengan berolah raga, konsumsi makanan yang sehat (dengan harapan akan membentuk suatu kebiasaan pola hidup sehat serta bebas dari penyakit yang bisa dilihat dari LILA minimal 23 cm bagi catin perempuan atau istri yang mempersiapkan kehamilan).

3. Kesiapan mental, yaitu kemampuan individu dalam mempersiapkan segala kemungkinan yang dapat terjadi, siap mengantisipasi risiko yang ada, serta menyeimbangkan antara harapan dan kenyataan. Dalam rumah tangga segala sesatu bisa terjadi tanpa kita duga sebelumnya, apalagi keluarga baru yang berada di tahap peyesuain, maka hal yang terjadi di luar bayangan akan berefek pada mental. Dengan berkomitmen serta kesiapan secara mental tentunya semakin bijak dalam menyelesaikan suatu masalah.

4. Kesiapan finansial
, dapat diartikan sebagai kemandirian keuangan sehingga tidak merepotkan orang lain (terutama orang tua dan keluarga besar). Finansial merupakan salah satu unsur penting dalam mengarungi biduk rumah tangga, tidak cukup dengan kata "I love you" akan tetapi cinta harus dipertahankan dan diusahakan secara bersama sama antara suami istri atau pasangan. Kesiapan finansial bukan berarti materarialistik, teapi harus logis dan masuk akal, tidak harus memiliki pekerjaan tetap, namun diartikan harus tetap bekerja, bertanggung jawab, dapat mengelola keuangan dan sumberdaya keluarga, apa pun bentuk pekerjaan selama halal dan tidak membahayakan, maka sah-sah saja. Tidak usah memikirken gengsi yang penting kebutuhan keluarga tercukupi. Akan lebih baik juga diusahakan memiliki tabungan keluarga, yang bisa digunakan dalam hal hal yang sifatnya urgen, misalnya kesehatan atau pendidikan, bukan untuk kebutuhan konsumtif. Peran istri dalam mengelola keuangan harus membuat prioritas hal hal yang dibutuhkan bukan sesuatu yang diinginkan.
5. Kesiapan moral. Menurut Al-Ghazali, moral adalah perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan direncanakan sebelumnya, kemampuan memahami nilai-nilai kehidupan yang baik seperti komitmen. Kesiapan secara moral dimulai dengan niat dan memantapkan langkah menuju kehidupan dan membentuk keluarga baru dengan tindakan nyata seperti meningkatkan pengetahuan agama yang dianut dan mengetahui kisi kisi membina sebuah keluargan, agar semakin kokoh dan kuat tidak tergiur dengan hal hal yang merugikan diri sendiri dan keluarga. Setiap pasangan dalam hal ini juga harus saling mendukung.

6. Kesiapan emosional, diartikan sebagai kemampuan individu untuk mengendalikan dan mengontrol emosinya dengan baik (tanpa mengedepankan kekeraan fisik ), serta dapat mengungkapkan perasaannya menurut pendapat pribadi dengan pertimbangan dan konsekuensi yang harus di komunikasikan pada pasangan atau keluarga. Cerdas emosional yang dimiliki seseorang akan tampak pada tingkat rasa empati yang tinggi terhadap perasaan dan pengalaman yang dialami orang lain. Mereka tidak hanya fokus pada diri mereka sendiri, tetapi juga peduli dengan perasaan yang di butuhkan pasangan maupun orang lain. Mereka dapat memahami perspektif , merespons, dan menyadari perbedaan dalam rangka menyelesaikan suatu masalah.

Dalam hal ini, memang rasanya mustahil rumah tangga tanpa emosi, maka perlu mengenali faktor penyebabnya. Faktor apa saja yang menyebabkan emosi? Kondisi yang turut mempengaruhi emosi yang dominan ialah kondisi kesehatan baik pasangan mupun anggota keluarga lain, suasana rumah, perbedaan cara mendidik anak, hubungan antar anggota keluarga, hubungan dengan teman dan lingkungan.kebiasaan atau pola makan dan lain lain. Pada hakekatnya pernikahan adalah menyatukan beberapa perbedaan untuk mencapai suatu tujuan maka Perbedaan akan dimaknai sebuah tantangan sebagai energi positif mencapai tujuan bersama.

7. Kesiapan sosial, dapat diartikan sebagai kemampuan individu untuk melakukan sosialisasi dan penyesuaian terhadap lingkungan sekitar. Menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan luas dapat memberikan manfaat positif untuk diri dan keluarga. Kesiapan ini juga mencakup kemampuan untuk membiasakan diri terlibat dalam kegiatan sosial kemasyarakatan yang heterogen, yakni komunitas yang terdiri dari berbagai latar belakang baik status sosial maupun pendidikan. Tidak kalah pentingnya adalah kemampuan untuk berinteraksi dalam kemajemukan sehingga tidak merasa terbebani dengan tuntutan sosial dalam berumah tangga dan menjadi bagian dari sebuah koloni yang menyenangkan. Interaksi yang intens kadang menjemukan bagi sebagian orang namun tidak berarti kita harus menghindar, tetapi harus di lalui dengan aman sebagai wujud kebersamaan dan kepedulian kita,dan jika suatu saat kita memerlukan pertolongan masyarakat di lingkungan kita akan secara sadar dan iklas membantu tanpa diminta.

8. Kesiapan interpersonal, hal ini erat kaitannya dengan kemampuan dan ketrampilan mendengarkan, saling memahami, dengan berdiskusi membahas berbagai permasalahan dengan pasangan, saling menghargai apabila terdapat perbedaan atau pendapat. Pasangan harus membiasakan diri melihat perbedaan dan mencari jalan terbaik untuk kedua belah pihak.

9. Keterampilan hidup 
(live skil), adalah kemampuan individu dalam melakukan berbagai kegiatan kecakapan hidup untuk memenuhi peran di dalam keluarga seperti, memasak, menjaga kebersihan rumah tangga, merawat dan mengasuh anak, melayani suami, dan sebagainya. Kecakapan hidup atau 
life skill bisa juga diartikan sebagai suatu kemampuan yang dimiliki seseorang untuk berperilaku positif, mengatur diri, dan terampil untuk menghadapi tuntutan dan tantangan secara efektif.

10. Kesiapan intelektual, yakni kesiapan dan kemampuan individu untuk terus belajar, mau berfikir dan berdiskusi, menganalisis informasi dan memecahkan masalah tanpa menimbulkan masalah baru (problem solving). Selanjutnya memanfaaatkan kemampuan untuk berfikir, mengingat, menyerap informasi yang berguna dalam memenage rumah tangga, sebagai contoh cara-cara merawat kehamilan, perawatan bayi pendampingan tumbuh kembang anak, pengelolaan keuangan keluarga agar tetap stabil dan tercukupi kebutuhan rumah tangga.[]

0 Viewers

Post a Comment

1 Comments

  1. isinya bagus baik buat remaja dan catin

    ReplyDelete
Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)

The Magazine