Konvergensi Penanganan Stunting di Kalurahan

Oleh: Erlando Henriquez, ST., MT (Satgas Percepatan Penurunan Stunting BKKBN DIY)

Dalam perjalanan waktu saat ini, isu stunting merupakan permasalahan bangsa yang tengah ditangani. Stunting dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badan yang berada di bawah standar yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Dalam pencegahannya, dapat dibagi menjadi dua yaitu intervensi spesifik maupun sensitif, dan dilakukan sejak usia remaja/pranikah, ibu hamil, ibu pasca kelahiran hingga usia balita.


Pada masa 1000 HPK (Hari pertama kehidupan) merupakan masa keemasan (the golden age) namun sekaligus periode yang sangat kritis dalam tahap perkembangan manusia. Jika dari hasil penelitian mengungkapkan bahwa sampai usia 4 tahun tingkat kapasitas kecerdasan anak mencapai 50%, pada usia 8 tahun mencapai 80% dan sisanya sekitar 20% diperoleh pada usia di atas 8 tahun, sedangkan pengetahuan lain mengatakan bahwa pendidikan anak sudah dapat dilakukan sejak anak dalam kandungan, maka untuk dapat mewujudkan anak yang berkualitas dan sejahtera, perlu penanganan komprehensif dalam penyiapannya. Melalui proses pendampingan terhadap tumbuh kembang anak yang ada maka stunting dapat dicegah sedini mungkin sehingga ke depan akan terwujud sumberdaya manusia masa depan yang sehat, cerdas, trampil, berkepribadian luhur serta bertakwa pada Tuhan Yang Mahaesa.

Sebagai salah bentuk intervensi, masyarakat desa/kalurahan telah mengupayakan percepatan penurunan stunting melalui konvergensi yang dilakukan baik menggunakan anggaran desa maupun jenis-jenis kolaborasi lain yang melibatkan unsur akademisi, swasta, NGO maupun berbagai kalangan yang memiliki kepedulian dalam penurunan stunting. Untuk memastikan agar tingkat penurunannya konsisten dan terukur, maka dalam melakukan intervensi segalanya berbasis data. Saat ini kalurahan di Kabupaten Gunungkidul tengah fokus melakukan Upaya tersebut dengan basis data. 

Hal ini sesuai arahan dari Pemerintah Kabupaten Gunungkidul melalui Surat Edaran Sekretariat Daerah Nomor 400.7.13.1/1564 Tanggal 24 Februari 2023 tentang Pelaporan TPPS Kalurahan dan Kapanewon berbasis data eppgbm dan Pendataan Keluarga. TPPS Kalurahan sebagai wadah organisasi percepatan penurunan stunting di tingkat kalurahan wajib dan rutin melakukan pelaporan ke Kapanewon. Dengan terlaporkannya kondisi stunting dan risiko stunting yang ada, maka strategi dapat terkonfirmasi dan terjalin komunikasi serta kalurahan mendapatkan masukan terkait strategi yang akan dilakukan.

Upaya percepatan tentunya harus didukung dengan regulasi baik yang ada di kabupaten hingga kalurahan. Dalam upaya percepatan penurunan stunting langkah yang dilakukan Kabupaten adalah melakukan penerbitan Peraturan Bupati Nomor 7 Tahun 2022 tanggal 18 Januari 2022 tentang Rencana Aksi daerah dan Peraturan Bupati Nomor 52 Tahun 2022 Tanggal 4 Agustus Tahun 2022 Tentang Percepatan Penurunan Stunting. Dengan tujuan sebagai pedoman seluruh organisasi pemerintah daerah di Kabupaten, Kapanewon, Kalurahan serta organisasi masyarakat maupun warga masyarakat Gunungkidul dalam penanganan stunting.


Dalam Peraturan Bupati Nomor 7 Tahun 2022 telah disampaikan bahwa dalam Bab III tentang Pilar Germas salah satunya adalah peningkatan pangan sehat dan percepatan perbaikan gizi, sedangkan dalam Peraturan Bupati Nomor 52 tahun 2022, melalui Bab VIII tentang peran serta pemerintahan Kalurahan dan Masyarakat pasal 39 salah satunya di sampaikan yaitu:


1. Pemerintah Kalurahan berkewajiban mengalokasikan anggaran yang bersumber dari dana Kalurahan untuk mendanai koordinasi kegiatan program upaya Percepatan Penurunan Stunting sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan.

2. Dalam melakukan koordinasi kegiatan sebagaimana di maksud ayat (1) Pemerintah Kalurahan melibatkan KPM dan Rumah Kalurahan Sehat pada masing-masing Kalurahan.


Sedangkan pada pasal 40 yaitu:

1. Masyarakat berperan serta dalam mewujudkan peningkatan status gizi individu, keluarga dan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Bupati ini.

2. Dalam rangka penurunan Sturting dan intervensinya, masyarakat dapat menyampaikan permasalahan, masukan dan/atau cara pemecahan masalah mengenai hal-hal di bidang kesehatan dan gizi kepada Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah Kalurahan.

3. Pemerintah Daerah membina, mendorong dan menggerakkan swadaya masyarakat di bidang gizi dan penurunan Stunting agar dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna.

Sesuai mandat Pepres 72 tahun 2021, bahwa masing masing daerah dibentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting. Kabupaten Gunungkidul telah melakukan penerbitan SK Bupati Nomor 66/KPTS/TIM/2022 tanggal 31 Januari 2022 tentang Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS). Dalam struktur tersebut Tim Pengarah diketuai Bupati sedangkan ketua pelaksana adalah Wakil Bupati yang dibantu Sekretariat Pelaksana, lalu 4 Bidang Pokok antara lain Bidang Pelayanan Intervensi Sensitif dan Intervensi Spesifik, Bidang Perubahan Perilaku Dan Pendampingan Keluarga, Bidang Koordinasi, Konvergensi Dan Perencanaan serta Bidang Data, Pemantauan, Evaluasi Dan Knowledge Management.

Untuk memastikan berbagai langkah kegiatan yang dilaksanakan selalu terukur maka diterbitkan Surat Edaran Sekretariat daerah Nomor 400.7.13//1564 tanggal 24 Februari 2023 agar masing masing Kapanewon dan Kalurahan melaporkan dalam periode waktu tertentu tentang jalannya kegiatan percepatan penurunan stunting.



Selain penguatan di atas, unsur lain yang memiliki Upaya signifikan adalah PKK, hal ini dikarenakan PKK juga sebagai bagian penting dalam struktur TPPS baik di kabupaten, Kapanewon maupun Kalurahan juga turut berkomitmen dalam upaya tersebut sehingga turut menerbitkan SK Nomor 01/Skr//PKK/.Kab/01/2022 Tanggal 1 Maret 2022 sebagai bentuk arahan, dukungan dan motivasi kepada PKK dan jajarannya yang masuk dalam struktur TPPS untuk turut melakukan bentuk-bentuk kegiatan di antaranya melalui Program K3 pemanfaatan Kebon, Kandang dan Kolam dalam pembinaan kesejahteraan keluarga kalurahan.

Selain TPPS dibentuk pula TPK (Tim pendamping Keluarga) yang unsur-unsurnya terdiri atas Kader PKK, Kader KB serta Bidan atau tenaga kesehatan yang lain melalui SK Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Dan Kalurahan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Nomor 400.13.1/36 Tanggal 2 Januari 2023 tentang Pembentukan Tim Pendamping Keluarga Tahun 2023. Tugas TPK sendiri adalah meningkatkan akses informasi dan pelayanan melalui : a. Penyuluhan b. Fasilitasi pelayanan rujukan c. Fasilitasi penerimaan program bantuan sosial Guna mendeteksi dan identifikasi faktor risiko stunting (spesifik dan sensitif). Pendampingan TPK saat ini meliputi sasaran calon pengantin, ibu hamil, ibu pasca kelahiran, bayi dan balita melalui aplikasi Elsimil 2.0.

Tidak cukup sampai di kabupaten, regulasi lain juga ada di tingkat Kapanewon melalui SK Pembentukan TPPS Kapanewon. Dalam SK TPPS tingkat Kapanewon Ketua Pengarah diketuai Panewu, sedangkan ketua pelaksana adalah Panewu anom yang dibantu 3 bidang antara lain Bidang Koordinasi Pelayanan Intervensi Sensitif dan Intervensi Spesifik, Bidang Koordinasi Penggerak Lapangan dan Bidang Koordinasi data. Pada tingkatan Kalurahan TPPS sendiri dibentuk melalui SK TPPS Kalurahan, dan didalamnya SK TPPS tingkat kalurahan tersebut Ketua Pengarah diketuai oleh Lurah, sedangkan Carik sebagai Ketua Pelaksana yang dibantu Bidang Lapangan Pendampingan Keluarga dan Bidang Lapangan Pengelolaan Data.

Kegiatan Konvergensi penanganan stunting di kalurahan dapat dilakukan mulai dari sasaran utama remaja, calon pengantin, ibu hamil, ibu pasca kelahiran hingga balita serta sasaran antaraseperti keluarga dan Masyarakat. Hal ini dilihat dari berbagai akar permasalahannya seperti asupan gizi, kondisi ekonomi, kebersihan lingkungan, ketersediaan akses kesehatan hingga pola hidup dan kebiasaan sehari-hari. Bentuk-bentuknya antara lain:


1. Intervensi Spesifik meliputi:

a. Remaja Putri
b. Ibu hamil KEK
c. Ibu hamil mengkonsumsi TTD
d. Bayi 0-23 bulan (balita)
e. ASI eksklusif bagi bayi 0-6 bulan
f. MP-ASI bagi balita
g. Pemantauan tumbuh kembang balita
h. Tambahan asupan gizi bagi balita kurang gizi
i. Imunisasi dasar lengkap bagi balita


2. Intervensi sensitif dilakukan untuk mendukung pelaksanaan intervensi spesifik. Bentuk-bentuk layanan intervensi sensitif yang bisa dilaksanakan meliputi:

a. Keluarga Berencana pasca persalinan
b. Penurunan kehamilan tidak diinginkan
c. Calon pengantin melakukan pemeriksaan Kesehatan
d. Penyediaan akses air minum layak bagi rumah tangga
e. Penyediaan sarana sanitasi layak bagi rumah tangga
f. Penerimaan Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional bagi RT berpenghasilan rendah
g. Pendampingan bagi keluarga berisiko stunting
h. Bantuan Tunai Bersyarat bagi keluarga miskin dan rentan
i. Pemberian pemahaman tentang stunting
j. Bantuan pangan bagi keluarga miskin dan rentan
k. Desa tanpa Buang Air Besar Sembarangan/BABS.



Dalam pelaksanaan tentunya di kalurahan telah banyak melakukan inovasi sesuai karakteristik wilayah dan sumberdaya yang ada. Bentuknya antara lain adanya pola pemberdayaan masyarakat dengan metode komunikasi yang dilakukan, sehingga masyarakat merasa memiliki akan program. Apa yang direncanakan, sasaran juga turut memberikan kontribusi, sehingga dampaknya sangat terasa di masyarakat. Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain: a. Pemenuhan protein hewan dan vitamin melalui budidaya peternakan dan pertanian melalui kegiatan UPPKA di Kampung KB. Kegiatan perguliran ikan lele, kambing dan pertanian selain manfaat ekonomi tetapi juga asupan gizi melalui protein hewani. Keluarga termotivasi karena dalam perguliran dilaksanakan

Dalam pelaksanaan di desa/kelurahan, telah banyak terjadi inovasi sesuai karakteristik wilayah dan sumber daya yang tersedia. Inovasi tersebut mencakup berbagai aspek dan melibatkan partisipasi masyarakat yang aktif. Kegiatan-kegiatan ini antara lain:

a. Pemenuhan Kebutuhan Protein dan Vitamin melalui Program UPPKA di Kampung KB: 

Program ini mencakup usaha budidaya ikan lele, kambing, dan pertanian. Selain memberikan kontribusi ekonomi, program ini juga memasok asupan gizi melalui protein hewani. Partisipasi keluarga sangat tinggi dalam program ini, yang dilaksanakan dengan penuh semangat dan kedisiplinan. Hasil yang diperoleh dari program ini sangat memuaskan dan membantu meningkatkan mutu pangan di daerah tersebut, sejalan dengan upaya pemerintah dalam menangani masalah stunting yang sedang menjadi perhatian besar.

b. DASHAT (Dapur Sehat Atasi Stunting): 
Selain budidaya ikan lele dan kambing, program DASHAT juga menjadi fokus di desa. Hasil audit kasus stunting di lokasi tersebut menunjukkan bahwa salah satu faktor risiko stunting adalah kurangnya pengetahuan dalam pengolahan makanan lokal. Dalam mengatasi masalah ini, PKK, Pemerintah Kelurahan, pengurus Kampung KB, dan kader kesehatan secara rutin mengadakan pelatihan pengolahan makanan berbahan dasar lokal. Dengan peningkatan kapasitas ini, para kader kesehatan, PKK, dan TPK dapat memberikan informasi kepada ibu-ibu tentang resep masakan yang dapat diolah dengan bahan-bahan yang tersedia di sekitar mereka.

c. Pembekalan Calon Pengantin di KUA: 
Upaya pencegahan stunting tidak hanya terfokus pada program 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), tetapi juga dimulai sejak remaja hingga calon pengantin. Kolaborasi antara PKB, KUA, dan Puskemas melalui program bimbingan pernikahan dilakukan secara rutin. Alat bantu yang digunakan oleh Tim Pendamping Keluarga adalah aplikasi Elsimil 2.0 yang membantu dalam memberikan informasi dan layanan kesehatan serta gizi kepada calon pengantin.


d. Pembinaan Poktan BKB: 
Program Bina Keluarga Balita (BKB) terintegrasi dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Posyandu. Ketiga program ini saling bersinergi dan saling melengkapi untuk mencapai tujuan yang sama: menciptakan "Anak Indonesia Sehat, Cerdas, Bercita-cita Tinggi, dan Berakhlak Mulia." Kegiatan BKB adalah salah satu strategi penting dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang potensial melalui peningkatan peran orang tua dalam pemantauan tumbuh kembang balita. Integrasi BKB dengan PAUD dan Kesehatan akan memastikan penyampaian materi yang lebih lengkap dan tepat.

e. Posyandu Remaja: 
Program Posyandu Remaja juga melibatkan pemeriksaan kesehatan dan konseling, tetapi lebih menekankan pada edukasi kesehatan remaja dan pemberdayaan mereka untuk mengenal diri sendiri serta mengatasi masalah dalam diri mereka dengan solusi yang tepat. Kegiatan Posyandu Remaja melibatkan berbagai aktivitas, seperti senam sehat, edukasi kesehatan remaja, pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan Hb, penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, pengukuran lingkar lengan atas (LILA), dan lingkar perut.


f. Kegiatan PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat): 
Untuk meningkatkan akses air minum dan air bersih, desa juga mengajukan proposal untuk program PAMSIMAS. Pada tahun 2020 dan 2021, desa menerima bantuan berupa sumur bor, mata air, bak penampungan, dan jaringan perpipaan.

g. Kegiatan Penanganan Rumah Tidak Layak Huni: 
Penanganan rumah tidak layak huni merupakan salah satu kegiatan yang mendapat perhatian penting dalam alokasi dana desa. Upaya ini terus berkelanjutan dan memberikan dampak positif pada perbaikan kualitas rumah keluarga yang rentan terhadap stunting serta keluarga yang masuk dalam kategori prasejahtera. Perbaikan rumah ini juga meningkatkan taraf hidup masyarakat secara umum dan memberikan dampak positif pada kesehatan keluarga.

h. Kampanye melalui Media Sosial: 
Selain kegiatan offline, upaya pencegahan stunting juga menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menyampaikan pesan-pesan penting kepada masyarakat, misalnya melalui platform Instagram, Tiktok, Facebook, YouTube, dan sebagainya.


Dalam penanganan stunting, kerja keras dan cerdas harus terus-menerus dilakukan melalui kolaborasi multipihak. Perlu ada komitmen yang kuat dari semua pihak, termasuk OPD terkait, organisasi non-pemerintah, komunitas masyarakat, serta sasaran yang masuk dalam kategori stunting atau risiko stunting. Semua pihak harus terus mendorong perubahan perilaku hidup sehat dengan baik agar tujuan zero stunting dapat segera terwujud. Inovasi harus tetap menjadi fokus, sehingga pencapaian dalam penanganan stunting dapat terus ditingkatkan.(*)

0 Viewers

Post a Comment

0 Comments

The Magazine