Sosialisasi Pencegahan KDRT dan Perlindungan Anak di Kalurahan Jerukwudel, Rusman R Manik: "Utamakan Mediasi...!"

Oleh: Sabrur Rohim, SAg, MSI (PKB Girisubo)

JERUKWUDEL | Masih banyaknya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa perempuan dan anak menjadi keprihatinan banyak pihak, termasuk Pemerintah Kalurahan Jerukwudel. Itulah yang kemudian melandasi penyelenggaraan kegiatan “Sosialisasi Pencegahan KDRT dan Perlindungan Anak” oleh Pemerintah Kalurahan Jerukwudel. Kegiatan tsb dilaksanakan Kamis pagi (20/7), bertempat di balai Kalurahan Jerukwudel.


Dalam sambutan pengarahannya, Lurah Jerukwudel, Fa Fajar Wijayanto, mengatakan bahwa tujuan kegiatan ini adalah dalam upaya menanamkan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat tentang pengertian KDRT, apa saja dampaknya di masyarakat, serta bagaimana cara pencegahannya di lingkup keluarga dan komunitas. Fajar berharap para kader dan tokoh yang hadir menjadi peserta kegiatan kali ini bisa menjadi teladan di masyarakat, juga menjadi penyuluh/penggerak, untuk pencegahan kekerasan di dalam rumah tangga (KDRT).

Hadir dalam kegiatan tsb Lurah Jerukwudel beserta jajaran staf pemerintahan seperti Carik, Kamituwa, dll. Peserta kegiatan adalah pada kader kalurahan, dukuh, tokoh agama dan tokoh masyarakat, dan beberapa unsur lain. Sedangkan narasumbernya ada 3, yakni Dr Saryana, SIP, MSi (Rektor UGK), Rusman R Manik (dosen/staf pengajar & staf LPPM UGK), serta Sabrur Rohim, SAg, MSI (koordinator PKB Girisubo).

Dalam sesi pertama, Sabrur Rohim menekankan pentingnya perlindungan anak dari pernikahan dini dan dari bahaya penggunaan gadget. Orangtua harus memastikan anak-anak mereka (remaja putri) betul siap secara lahir batin, mental, fisik, pendidikan, ekonomi, dll sebelum memasuki kehidupan rumah tangga. Selain itu, Sabrur juga mengajak kepada para peserta (orangtua) agar betul-betul membatasi, atau setidaknya memantau, penggunaan gadget oleh anak dengan mempertimbangkan usia dan kebutuhan masing-masing. Orangtua jangan permisif kepada anak dalam pemakaian gadget ini. “Prinsipnya tarik ulur, artinya jangan terlalu mengekang, tetapi juga mengatur penggunaan HP oleh anak-anak kita agar tidak menimbulkan hal-hal negatif yang sangat tidak kita inginkan,” tegas Sabrur.

Dr Saryana, yang juga pernah menjabat lurah di Jerukwudel, dalam materinya secara umum menyampaikan dua poin penting. Pertama bahwa kekerasan terhadap anak bisa terjadi karena orangtua (ayah ibu) mengasumsikan anak sebagai “produk jadi” yang harus sesuai keinginan orangtua, harus begini begitu, dll, dan jika tidak sesuai keinginan/harapan, banyak orangtua kemudian melakukan kekerasan (umumnya fisik) kepada anak-anak mereka. Padahal, sejatinya anak adalah “potensi”, di mana setiap anak akan berperilaku seperti apa, karakternya mau bagaimana, dan ke depannya akan menjadi/sebagai apa, tergantung lingkungan dan suasana di sekitarnya yang dibentuk oleh orangtua, masyarakat, sekolah dan seterusnya.

Kedua, terkait dengan KDRT yang menimpa perempuan, Saryana mengatakan bahwa hal itu terjadi karena budaya patriarkis yang berkembang di masyarakat yang kemudian memunculkan relasi yang tidak setara antara suami istri. Hal itu ditambah pula dengan posisi laki-laki sebagai kepala keluarga (KK) yang mencari nafkah, sehingga posisi perempuan cenderung lemah, dan ini membuka peluang tindak kekerasan seuami kepada istri. Salah satu cara untuk mengatasinya, kata Saryana, perempuan harus berdaya, memiki penghasilan sendiri (tidak hanya penghasilan suami), dan ini sedikit banyak akan memperkecil peluang suami bertindak kekerasan, karena istri memiliki bargaining.

Sementara itu, dalam sesi ketiga oleh Rusman R Manik dari UGK (Universitas Gunungkidul), disampaikan tentang definisi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), penyebab-penyebabnya, apa saja dampaknya secara sosial, psikologis, dsb, serta bagaimana cara penanganannya. Untuk penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga, memang ada peluang melaporkan ke pihak berwajib, karena itu merupakan kategori pidana (kejahatan). Hanya saja, Rusman menyarankan sekali agar jangan sampai melaporkan, tetapi lebih baik diselesaikan secara kekeluargaan dengan cara mediasi.

Lanjut Rusman, adapun proses mediasi kasus KDRT secara umum sbb:

Pramediasi, mencakup langkah-langkah sbb:

1. Mediator mempertemukan pelaku, korban, dan pihak yang terkait;
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur mediasi;
3. Menanyakan kesediaan para pihak untuk melakukan mediasi.

Prosed mediasi, mencakup:

1. Pembukaan;
2. Penyampaian identifikasi masalah KDRT;
3. Penyampaian harapan dari korban, pelaku, dan pihak terkait terhadap KDRT;
4. Pencarian solusi: mediator dan kedua belah pihak mencari solusi realistis yang sesuai dengan kondisi;
5. Penyepakatan: mediator membantu menentukan solusi yang adil, seimbang, dan dapat dilaksanakan oleh kedua belah pihak;
6. Penandatanganan kesepakatan: mediator merumuskan kesepakatan dalam bentuk tertulis dan meminta kedua belah pihak untuk menandatanganinya dengan disaksikan oleh para pihak terkait.

Pasca mediasi, mencakup:

1. Evaluasi dan tindak lanjut mediasi;
2. Memberikan saran dan rekomendasi untuk menjaga hubungan yang harmonis;
3. Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan kesepakatan. (*)






0 Viewers

Post a Comment

0 Comments

The Magazine