Oleh: Puwadi SHI (Penyuluh KB Kapanewon Paliyan)
“Pernikahan adalah bingkai kebahagiaan, dan lukisan di dalamnya akan tetap abadi, apabila kearifan menjadai bahasa sehari-hari.”
PALIYAN | Sepenggal kalimat yang sarat makna, untuk menggambarkan pentingnya sebuah ikatan pernikahan. Salah satu bentuk ikhtiar untuk mewujudkan keluarga yang sakinah bagi calon pengantin, Kantor Urusan Agama Kapanewon Paliyan sebagai lembaga formal yang diberikan amanah, pada hari Selasa dan Rabu (18-19/05) menyelenggarakan kegiatan Bimbingan Perkawinan Pranikah Bagi Calon Pengantin. Bertempat di Balai Nikah Kantor Urusan Agama Kapanewon Paliyan, kegiatan yang berlangsung selama 2 hari ini bertujuan untuk memberikan bekal pengetahuan, pemahaman, dan ketrampilan kepada para remaja yang akan melangsungkan pernikahan sebagai upaya mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, sehingga nantinya dapat mengurangi angka perselisihan, perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga.
Dalam bincang santai di ruang Penyuluh Agama Islam KUA Paliyan, Khoiri Hajam selaku Kepala KUA Paliyan menuturkan, "Dengan adanya kegiatan bimbingan perkawinan, harapannya calon suami atau istri bisa memahami konsep ideal family/happy family, yaitu terciptanya kehidupan beragama dalam keluarga dan kebahagiaan dalam keluarga, tersedianya waktu bersama-sama dalam keluarga sehingga terciptanya komunikasi yang sehat dan baik antar anggota keluarga, saling menghargai antara sesama anggota keluarga. Hal ini sangat penting agar antara suami, istri dan anak terdapat jalinan komunikasi yang baik".
"Dengan adanya kegiatan ini, juga diharapkan masyarakat semakin memahami tentang pentingnya pernikahan, sehingga yang akan menikah sudah betul-betul berada di usia yang matang, dewasa dan sudah mantap sehingga bisa mewujudkan keluarga yang berkualitas,” tambahnya.
Kedua, kesiapan finansial, yakni kemandirian finansial, adanya sumber penghasilan keluarga, kemampuan mengelola keuangan dan sumberdaya keluarga. Ketika keluarga memiliki kesiapan untuk mencukupi dan mengelola kebutuhan keluarga, bisa meningkatkan kesejahteraan keluarga, adalah salah satu modal hubungan suami-istri menjadi harmonis.
Ketiga, kesiapan fisik, yakni kesiapan yang bersifat fisik-biologis yg terkait dengan sistem reproduksi, pengasuhan dan perawatan anak, dan pekerjaan rumah tangga.
Keempat, kesiapan mental/spiritual, yakni kemampuan mempersiapkan kemungkinan kemungkinan yang terjadi, mengantisipasi risiko, dan menyeimbangkan antara harapan dan kenyataan. Menata niat yang benar yakni untuk ibadah, kemapanan spiritualitas dan pemahaman agama.
Kelima, kesiapan emosi, yaitu kemampuan untuk mengatur dan mengelola perasaan dan emosi, sehingga dalam menghadapi permasalahan dapat memposisikan diri dengan baik. Dengan adanya kesiapan emosi catin memiliki kemampuan memahami perasaan sendiri dan orang lain, mengelola perasaan dan mengungkapannya sesuai porsinya, menjalin keterbukaan dengan orang disekitar. Namun sebaliknya apabila belum memiliki kesiapan emosi, bisa mengalami permasalahan dengan orang disekitar karena terjadinya kesalahpahaman, tidak dapat mengungkapkan keinginan dan harapannya, dan memungkinkan terjadinya pertengkaran atau perselisihan.
Keenam, kesiapan sosial, yang meliputi kemampuan mengembangkan berbagai kapasitas untuk mempertahankan pernikahan, mampu melakukan penyesuaian terhadap lingkungan sekitar dan menjalin hubungan dengan lingkungan luas, dapat membina hubungan baik dengan lingkungan sekitar sehingga hubungan dengan keluarga besar dan tetangga menjadi harmonis. Ketika tidak memiliki kesiapan sosial, bisa berakibat tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan sekitar sehingga bisa menyebabkan terjadinya kesalahpahaman.
Ketujuh, kesiapan moral, yakni kemampuan mengetahui dan memahami nilai-nilai kehidupan yang baik, seperti komitmen, kepatuhan, kesabaran, dan memaafkan. Adanya kesiapam moral menjadikan adanya kemampuan untuk membedakan benar-salah dan mengaplikasikan kedalam nilai-nilai kehidupan pernikahan, dapat mendidik anak dan generasi selanjutnya untuk memiliki moral yang baik.
Apabila catin tidak memiliki kesiapan moral, dikhawatirkan tidak memiliki prinsip dan pegangan nilai-nilai kehidupan yang baik sehingga dapat memutuskan sesuatu tergesa-gesa tanpa memikirkan akibatnya.
Kedelapan, kesiapan interpersonal, yaitu kemampuan dalam berhubungan dengan pasangan (suami-istri); saling mendengarkan, membahas permasalahan pribadi dengan pasangan, dan menghargai apabila terdapat perbedaan.
Kesembilan, kesiapan ketrampilan hidup, yakni kemampuan yang berkaitan dengan peran dalam keluarga; menjaga kebersihan rumah tangga, merawat dan mengasuh anak, melayani suami-istri, dan sebagainya.
Terakhir, kesepuluh, adalah kesiapan intelektual, yaitu kemampuan berfikir, mengingat, menyerap informasi yang berguna dalam mengelola rumah tangga, misalkan cara-cara merawat dan mengasuk anak, mengelola keuangan keluarga dan yang lainnya.
Poin kedua yaitu tentang Perencanaan Keluarga, yang salah satunya adalah membahas tentang perencanaan kelahiran. Dijelaskan oleh Purwadi tentang fase-fase reproduksi sehat bagi wanita; dari mulai fase menunda kehamilan (<20 tahun), fase mengatur kehamilan (21-35 tahun), dan fase mengakhiri kehamilan (>35 tahun).
Selanjutnya disampaikan dalam forum tersebut, tentang funsi keluarga sebagai poin ketiga. Ada delapan fungsi keluarga dalam upaya mempersiapkan generasi yang berkualitas yang meliputi fungsi keagamaan, sosial dan budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi, dan terakhir fungsi pembinaan lingkungan. Dan poin keempat adalah tentang keluarga sehat, dengan uapaya pencegahan stunting pada anak dan remaja.(*^)
0 Comments