Senin (18/2) dilangsung kegiatan Forum Musyawarah Kampung
KB, di Dusun Nanas, Tileng, Girisubo. Kegiatan ini didanai dari dana BOKB
Kecamatan Girisubo bulan Februari, anggaran dari BKKBN Pusat. Hadir dalam acara
ini jajaran PKB Girisubo, Dukuh Nanas, pengurus Pokja Kampung KB, dan warga
Dusun Nanas. Tema pada kegiatan ini adalah “Pencegahan Penikahan Anak”.
PKB, Sabrur Rohim, MSI, dalam kata pengantarnya menegaskan bahwa
even hari ini adalah dalam rangka sosialisasi pendewasaan usia perkawinan (PUP),
dengan tujuan dapat mencegah angka pernikahan usia dini khususnya di lingkup Dusun
nanas ini. Sementara itu, Dukuh Nanas, Jamal, dalam sambutannya mengucapkan
selamat datang kepada PKB kecamatan Girisubo dan tamu undangan. Beliau berharap
dengan adanya kegiatan ini dapat membawa dampak positif dari segi program
pendewasaan usia pernikahan. Beliau juga menyampaikan beberapa progres setelah
adanya Kampung KB. Untuk anak-anak balita di Dusun Nanas, alhamdulilah sehat, yang
itu tidak lepas dari parenting yang baik dari para ibu. Untuk lansia dengan di
bentuknya kampung KB lansia berubah menjadi lebih baik kondisinya, artinya ada
perhatian dan pengasuhan yang baik kepada kaum lansia.
PKB, Prasetyohadi, SPd, pertama-tama mengajak peserta dan
tamu undangan untuk meneriakkan Salam KB! Pak Bambang, demikian panggilannya, menyampaikan
kegiatan kampung KB saat ini hanya berkutat dengan pertemuan, tetapi itu tidak
mengapa, karena akan menambah pengetahuan. Mungkin sepengetahuan kita, ujar Pak
Bambang, KB itu untuk membatasi 2 anak cukup. “Tetapi sejatinya KB bukan hanya
itu saja, melainkan juga mengyangkut bagaimana cara menyiapkan keluarga yang
terencana tersusun dengan baik agar ke depannya mampu membentuk keluarga yang
bahagia,” ujar Prasetyohadi.
Kades Tileng, Drs Supriyadi, dalam materinya menyampaikan poin-poin
prinsip dalam menanggulangi pernikahan usia anak. Beliau juga menyinggung kasus
yang pertama terbaru di tahun 2019 ini, yakni di Padukuhan Ngasem, yaitu adanya
pernikahan anak usia 16 tahun. Beliau menyampaikan pengaruh sebesar apapun yang
terjadi di luar sana itu tergantung bagaimana cara kita menyikapi masalah
tersebut. Ada faktor pengaruh dan penentu. Di luar ada pengaruh, tetapi
penentunya tetap kita sendiri. Kades Tileng menegaskan bahwa beban terberat itu
sebenarnya ada pada KUA, bukan pada Pemerintahan Desa. “Jika Kades ataupun Camat
tidak menyetujui pernikahan di bawah umur, tetapi pihak KUA ada izin untuk
meningkahkan, ya hasilnya akan sama saja. Tetapi lebih dari itu, titik paling
terpenting adalah kesadaran, karena dengan kesadaran kita tidak gampang
terkecoh oleh godaan atau harus mencari-cari justifikasi aturan. Aturan yang
hakiki itu sebenarnya ada di hati kita masing-masing, yang sudah dianugerahkan
Tuhan, yakni adanya persepsi baik dan buruk. Tinggal bagaimana kita saja,
apakah taat dengan sendirinya, atau harus taat di bawah tekanan aturan normatif
yang dibuat manusia,” kata Kades.
Sementara itu, Kabid KB DP3AKBPM dan D, Dra Dwi Iswantini, menyampaikan
bahwasanya upaya pencegahan perkawinan usia anak di Kabupaten Gunungkidul telah
lama menjadi konsern Pemerintahan Kabupaten Gunungkidul. Dalam hal ini, Pemerintah
telah mengeluarkan Peraturan Bupati No 36 Tahun 2015 tentang pencegahan
pernikahan pada usia anak. Kebijakan ini dikeluarkan karena data menunjukan
masih tingginya angka pernikahan dini di kabupaten ini, terutama 2010-2014. Kebijakan
ini cukup efektif untuk menekankan pernikahan dini terbukti dengan semakin
menurunnya angka pernikahan pada usia anak. Menurut Dwi, ada banyak faktor yang
melatarbelakangi pernikahan usia anak, di antaranya faktor ekonomi, pendidikan,
seks pra nikah di kalangan remaja (KTD), rendahnya pengetahuan KRR, adat
tradisi dan kebiasaan di masyarakat, dll. “Saya sangat berharap, warga di
kampung KB menjadi pionir dalam gerakan pencegahan nikah anak ini,” pungkas
Dwi.(*) [Rudi Purwanto & Sabrur Rohim, Girisubo]
0 Comments