Seminar bertajuk, “Hasil Kajian Analisis Dampak Kependudukan,” diselenggarakan hari Rabu (24/10) di Imperial Ballroom The Rich Jogja Hotel Yogyakarta dibuka oleh Sekretaris Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta yang diwakili oleh Asisten Administrasi Umum Dra Kristiana Swasti MSi. Dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa pertumbuhan laju penduduk di DIY kalau tidak diwaspadai dengan sigap kemungkinan akan berdampak pada munculnya berbagai risiko kerawanan sosial dan akan mengarah pada daya dukung lingkungan yang kian melemah. Gejala ini bisa dilihat pada meningkatnya angka kematian ibu (AKI), lamanya masa sekolah yang cenderung pendek pada beberapa kasus, meningkatnya angka pernikahan dini serta belum sempurnanya pengelolaan data administrasi kependudukan. Beliau berharap agar kajian analisis dampak kependudukan ini akan memberikan sumbangan pada Pemerintah berupa input yang akan menjadi acuan dalam pembuatan kebijakan pembangunan. Kajian ini juga diharapkan menjadi warning bagi pemerhati permasalahan kependudukan agar lebih mewaspadai dampak serius yang akan ditimbulkan kalau tidak diantisipasi dengan kebijakan yang mendukung pada pemecahan masalah kependudukan.
Selanjutnya, dalam sambutannya, Kaper
BKKBN DIY, Drs Bambang Marsudi, MM menyampaikan kerisauannya terkait
angka TFR di DIY yang cenderung terus naik, ditahun 2007 ada 1,8, tahun 2012
ada 2,1 dan tahn 2017 menjadi 2,2 persen. Beliau mengingatkan bahwa populasi
penduduk usia remaja
sekitar 24,13 persen. Ini perlu pengelolan yang sungguh sungguh
agar bonus demografi membawa manfaat bagi kesejahteraan keluarga, dan bukan
sebaliknya memberikan permasalahan tersendiri bagi upaya mewujudkan remaja yang
produktif. Hal ini disampaikan
mengingat adanya kecenderungan semakin
meningkatnya kasus pernikahan di usia dini, serta makin tingginya jumlah remaja
yang terkena kasus narkoba.
Dalam kesempatan ini dilakukan penandatanganan
kerjasama (MOU) antara Perwakilan BKKBN DIY dengan
SMAN I Ngaglik Sleman, yang berisikan: pertama,
materi bahan ajar Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga menjadi muatan dalam pembelajaran di SMA; kedua, membuat Pojok Kependudukan di
sekolah SMA N I Nganglik,
sebagai media KIE Kependudukan pada siswa.
Dalam penyajian panel, DR Sukamdi, MSc sebagai Ketua IPADI DIY menyampaikan perihal
Analisa Dampak Kependudukan terkait Bonus Demografi. Menurut beliau, perlu
dicermati Kabupaten Gunungkidul yang memiliki pekerjaan rumah paling
berat, kalau tidak
dibilang, gagal
menikmati bonus demografi.
Dalam mengupayakan bonus demografi Kabupaten Gunungkidul harus mengupayakan
penurunan dependency ratio, peningkatan
migrasi masuk, penurunan fertilitas dan mortalitas. Beliau menyampaikan solusi
yang cocok untuk Gunungkidul, yaitu:
- Peningkatan kualitas Ibu hamil dan anak balita
- Mengembangkan sistem pencatatan kasus kematian yang terintegrasi antar wilayah
- Mempertahankan angka kelahiran agar tetap rendah, melalui KIE pada remaja dan PUS
- Mengelola migrasi dengan terencana dan berkelanjutan
- Memasukkan aspek penduduk lansia dalam setiap perumusan kebijakan dan program
Ketua PSKK UGM, Dr Pande Made
Kutanegara, MSi, menyampaikan tema
tentang Pernikahan Dini dan Peran
Keluarga di DIY. Menurut
beliau pernikahan dini di era sekarang lebih condong berkaitan dengan kehamilan
di luar nikah yang di kondisikan dengan adanya kemudahan tehnologi komunikasi,
pergaulan bebas, kemiskinan, lemahnya pengetahuan tentang seks. Kata Pak
Pande, demikian sapaan
akrabnya, pernikahan di usia dini ini cenderung diikuti dengan meningkatnya
perceraian keluarga di usia pernikahan yang relative masih muda. Beliau merekomendasikan
beberapa hal sebagai solusi penanganan pernikahan dini, yaitu:
- Perlunya kesamaan konsep tentang pernikahan usia dini dan dampak yang ditimbulkannya
- Perlunya penyamaan konsep dibidang hkum dan aturan lainnya termasuk perlunya revisi UU Nomor 1 Tahun 1974
- Peran Pemda sangat penting dalam mengatasi pernikahan dini
- Perlunya gerakan bersama di masyarakat untuk menolak pernikahan di usia dini yang melbatkan pemerintah, masyarakat, tokoh masyarakat , tokoh agama dan lembaga sosial lainnya
- Perlunya gerakan bersama tentang pendidikan seks yang sehat dan sesuai dengan norma agama.
Yang
menarik adalah materi dari Arif Noor Hartanto, Wakil Ketua DPRD DIY, ketika beliau menjawab berbagai paradoks permasalahan kependudukan yang ada di DIY,
seperti tingginya tingkat pendidikan masyarakat DIY yang tidak berbanding lurus
dengan kemiskinan yang ada, serta angka harapan hidup yang tinggi. Menurut
Mas Arif (sapaan akrab
beliau), semua itu
karena DIY memiliki value yang dianut
kokoh dalam kehidupan sehari hari, yaitu “Hamemayu Hayuning Bawono”. Konsep ini telah menggugurkan rasionalisme
pemikiran Barat yang menilai kebahagiaan, kesejahteraan yang diukur dengan serba materi. Beliau berpesan agar nilai-nilai
luhur yang ada tetap bisa dijunjung tinggi dalam membuat kebijakan dibidang
kependudukan, jangan sampai tergusur dengan pandangan materialisme. Beliau
mengajak semua pihak untuk tetap konsisten, komit didalam membangun penduduk
sebagai rekayasa besar (meningkatkan produktifitas kerja dan penguatan peran
keluarga), yang tidak sekadar
pengendalian jumlah jiwa namun merupakan proses pembangunan
peradaban manusia yang
maju, mandiri dengan berpijak pada Penduduk Tumbuh Seimbang dengan TFR 2,1 yang
berlaku secara
proporsional dengan kebijakan yang pro pada kawula alit atau
orang miskin.
Dalam
sesi tanya jawab, H Muksin Kamaludinngrat, Ketua Fapsedu DIY, menyampaikan
kepeduliannya terhadap pembangunan
penduduk terutama bagaimana cara
mengatasi pernikahan dini yang cukup tinggi
di DIY ini. Beliau
menyampaikan konsep: pertama,
hendaknya orang tua
bisa menjadi tauladan bagi anak-anaknya. Kedua,
orangtua wajib memberikan pendidikan yang pertama dan utama bagi putra
putrinya. Ketiga, orangtua wajib
mengontrol terhadap perilaku anak dalam sehari hari. Keempat, hendaknya orang tua bisa memberikan pujian maupun sangsi
bagi anak-anaknya yang sudang berprestasi dalam kehidupannya maupun telah
melakukan kekeliruan dalam perilakunya sehari-hari. Semua konsep tersebut telah
ditulis dalam buku dengan muatan utama,
revolusi mental dari keluarga.(*) [Drs Edy Pranoto, Direktur BPKB Playen]
0 Comments