Umi Wasriyati: "Setiap Anak Adalah Unik...!"

Oleh: Dra Umi Wasriyati, MM (PKB Kap Wonosari)

WONOSARI | Senin (20/02) dilaksanakan pertemuan rutin Kelompok BKR Mentari, Padukuhan Tawarsari, Kalurahan Wonosari, Kapanewon Wonoisari. Tempatnya di balai Padukuhan Tawarsari. Kelompok BKR Mentari sudah melakukan pertemuan secara rutin satu bulan sekali, dalam berkegiatan sering dilakukan dengan berbagai media penyuluhan dan banyak materi yang disampaikan. Salah satu materi yang diberikan, dalam pertemuan kali ini, adalah tentang ”1001 Cara Bicara Tentang Remaja”. 

Kelompok BKR Mentari sendiri telah mendapatkan dukungan anggaran dari Kalurahan Wonosari untuk kegiatan pertemuan rutin. Pertemuan rutin tsb selalu dihadiri dari pamong Kalurahan, seperti Lurah Tumija, Kamituwa Ruswanto, serta Dukuh Tawarsari, Ridwan Heri Suryanto.

Dalam pertemuan kemarin itu, Lurah, Kamituwa, dan Dukuh Tawarsari menekankan bahwa mereka memberikan dukungan dan apresiasi luar biasa kepada Kelompok BKR dalam berkegiatan. Dalam arahannya yang disampaikan kepada orangtua yang mempunyai anak remaja, Lurah berpesan untuk selalu mendampingi anak remajanya apalagi sekarang di era digitalisasi orang tua harus bisa mengikuti pola pendampingan anak remaja dengan bik dan benar.

Acara dilanjut penyampaian materi tentang "1001 Cara Bicara tentang Remaja" oleh Dra Umi Wasriyati, MM, PKB Wonosari. Beberapa hal yang disampaikan Umi antara lain:

Pertama, bahwa orang tua pasti menyayangi anak-anaknya. Namun, tidak jarang orang tua terkaget-kaget. Perbuatan dan perkataan yang mereka ekspresikan kepada anak-anaknya seringkali disalah artikan bukannya kesepahaman yang terjalin, justru sebaliknya salah paham hingga saling membenci. Padahal semua dilakukan karena cinta. Apa sebenarnya yang terjadi? Di mana salahnya?

Orang tua, menurut Umi, mempunyai tugas menyiapkan anak-anaknya kelak menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab. Anak-anak ini nantinya harus mampu mandiri secara fisik dan psikologis untuk menghadapi tantangan kehidupan. Urusan memahami anak memang susah-susah gampang. Apalagi ketika anak masuk masa remaja yang merupakan peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa. Orang tua perlu pintar-pintar memahami karakter dan ciri perkembangan yang tengah dialami anak.

Umi menekankan bahwa setiap anak adalah unik. Masing-masing mengalami fase perkembangannya sendiri-sendiri sehingga tidak bisa dibandingkan satu dengan yang lain. Bahkan adik dan kakak kandung saja tidak bisa disamakan perkembangannya. Tidak ada gunanya pula membandingkan karena hanya akan menorehkan luka di hati anak. Dengan demikian, orang tua dapat memberi respon yang tepat agar anak merasa dipahami, diterima, dan nyaman dalam mengembangkan konsep dirinya. Hingga akhirnya dengan penuh percaya diri, ia mampu mengatasi tantangan dan masalah yang menghampiri hidup.

Kedua, tentang konsep diri. Konsep diri adalah bagaimana seseorang memandang dan memaknai dirinya, termasuk di dalamnya, karakter, siapa, dan seperti apa dirinya.

Konsep diri diperlukan agar seseorang bisa menyadari keberadaan dirinya. Perkembangan konsep diri sudah berlangsung sejak masa kanak-kanak. Misalnya, seorang balita yang ikut menangis ketika anak-anak disekelilingnya menangis. Ini karena sang balita tersebut belum mampu membedakan diri dengan lingkungan sekitar. Seiring dengan perkembangan pikir, emosi, dan konsep dirinya, anak akan mulai membedakan diri dengan lingkungannya, sekaligus mengembangkan pemahaman mengenai dirinya sendiri.

Komponen konsep diri ada beberapa hal, yakni: (1) Self Image – Bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri; (2) Self Esteem – Seberapa berharga dirinya, serta (3) Ideal Self – Seperti apa ia akan menjadi dirinya.

Ketiga komponen tersebut ditambah dengan pengalaman dan pemaknaan remaja saat berinteraksi dengan lingkungannya, berkembang menjadi pemahaman terhadap konsep dirinya.

Lingkungan terdekat, seperti teman sebaya dan keluarga, terutama orang tua sangat berpengaruh pada perkembangan konsep diri remaja mengingat perkembangan konsep diri dimulai sejak masa kanak-kanak bersama orang tua.

Menurut UNICEF, lanjut Umi, masa remaja dimulai dari usia sekitar 10 tahun sampai 19 tahun.

Remaja yang sedang mencari jati diri mengalami sejumlah perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan secara fisik dan emosi tidak jarang membuat remaja tidak nyaman bahkan merasa aneh dan ketakutan. Sayangnya, remaja sering kesulitan mengungkapkan kekhawatirannya dengan lugas. Akibatnya, orang tua atau orang disekitarnya sering salah paham atau memberikan respon yang tidak sesuai. Ini sering kali berakhir pada buruknya hubungan orang tua dan remaja.

Perubahan juga terjadi pada aspek kecerdasan atau cognitif. Remaja mulai mampu secara abstraks memikirkan berbagai kemungkinan terhadap sebuat kondisi yang dihadapinya. Kemampuan berpikir abstraks merupakan kemampuan berpikir konseptual atau teoritis. Remaja masih membutuhkan bimbingan untuk melatih kemampuan tersebut. Orang tua bisa membantu dengan mengajukan pertanyaan atau pertimbangan untuk membuat berbagai pilihan saat remaja menghadapi sebuah permasalahan.

Orang tua perlu memastikan komunikasi dan interaksi dengan remaja membuat mereka merasa aman, berharga, dan didengarkan. Orang tua bisa menjalani proses ini dengan konsisten dan tenang. Orang tua sebaiknya mengubah gaya komunikasinya menjadi seperti teman terhadap remaja. Ketika badai telah reda, semua akan terasa mudah pada waktunya.(*)





0 Viewers

Post a Comment

0 Comments

The Magazine