Bersama BKB Pelita Hati Pijenan, Semin, Mengarungi Periode Kritis 1000 HPK

Pertemuan rutin BKB Pelita Hati Pijenan, Semin.
Koresponden: Anjar Purbaningsih, SIP, Semin

Dewasa ini, program Seribu Hari Pertama Kehidupan cukup menjadi trending di masyarakat, selain tentu saja program penanggulangan stunting yang memang terkait. Seribu hari pertama kehidupan atau yang disingkat dengan 1000 HPK telah disepakati oleh para ahli di seluruh dunia sebagai saat yang terpenting dalam hidup seseorang. Sejak saat perkembangan janin di dalam kandungan, hingga ulang tahun yang kedua menentukan kesehatan dan kecerdasan seseorang. 


1000 HPK dimulai sejak dari fase kehamilan yang berdurasi 270 hari hingga anak berusia 2 tahun dengan durasi 730 hari. Asupan nutrisi selama kehamilan dapat mempengaruhi fungsi memori, konsentrasi, pengambilan keputusan, intelektual, mood, dan emosi seorang anak di kemudian hari.

Untuk mencetak anak Indonesia yang sehat dan cerdas, langkah awal yang paling penting untuk dilakukan adalah pemenuhan gizi pada anak sejak dini. Selain di masa perkembangan janin, setelah lahir pun tetap harus diperhatikan kebutuhan gizinya karena sebagian organ masih terus berkembang hingga usia 2 tahun, misalnya otak. Perkembangan fungsi melihat, mendengar, berbahasa, dan fungsi kognitif juga mencapai puncaknya pada usia 0-2 tahun.

Masalah yang timbul pada periode 730 hari selama pasca kelahiran bayi disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan sikap gizi orangtuanya yang menyebabkan tidak berkualitasnya asupan gizi dan pola asuh yang akan berdampak pada status gizi anak. 

Pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi keseimbangan konsumsi zat gizi yang pada akhirnya berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain kebutuhan ASI Eksklusif hingga anak usia 6 bulan, setelahnya maka ASI seyogyanya dilanjutkan hingga umur 2 tahun dengan pemberian MP-ASI yang melengkapi kecukupan gizi.

Pengetahuan seorang ibu dibutuhkan dalam perawatan anaknya, dalam hal pemberian dan penyediaan makanannya, sehingga seorang anak tidak menderita kekurangan gizi. Kekurangan gizi dapat disebabkan karena pemilihan bahan makanan yang tidak benar. 

Pemilihan makanan ini dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan ibu tentang bahan makanan. Ketidaktahuan dapat menyebabkan kesalahan pemilihan dan pengolahan makanan, meskipun bahan makanan tersedia. Permasalahan yang timbul tidak hanya kurangnya pengetahuan tentang gizi, melainkan juga minimnya kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Pengetahuan ibu tentang gizi dapat diperoleh melalui pendidikan, baik formal maupun nonformal. Pengetahuan gizi nonformal dapat diperoleh melalui berbagai media. Penyuluhan tentang kesehatan dan gizi di posyandu serta materi yang didapat dalam kelompok Bina Keluarga Balita merupakan sumber pengetahuan, selain pengetahuan gizi yang didapat lewat media cetak dan media elektronik.

Bina Keluarga Balita saat ini menjadi kebutuhan di setiap kantung-kantung kegiatan para orangtua balita. Berdasarkan Perpres Nomor 60 Tahun 2013 tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif, bahwa kegiatan pelayanan holistik integratif dilakukan mencakup semua kebutuhan esensial anak yang beragam dan saling terkait, yaitu: pertama, aspek perawatan, kesehatan dan gizi melalui Posyandu; kedua, aspek pendidikan melalui PAUD; Pendidikan Anak Usia Dini. Dan ketiga, Aspek pengasuhan melalui BKB; Bina Keluarga Balita.

BKB Holistik Integratif ini dikembangkan melalui upaya penggerakan kelompok BKB yakni Rintisan kelompok BKB Dasar, Penguatan kelompok BKB Paripurna dan Pengembangan Kelompok BKB Holistik Integratif.

Pelayanan BKB kepada keluarga atau orangtua balita diberikan dengan tujuan agar orangtua mempunyai keterampilan dalam mengasuh dan membina tumbuh kembang anak. Pelayanan tersebut meliputi penyuluhan kepada orangtua tentang pentingnya ASI, MP-ASI, gizi seimbang, prinsip pengasuhan yang benar dan pemantauan perkembangan anak. Selain itu pelayanan oleh BKB juga termasuk pendampingan pembinaan tumbuh kembang melalui stimulasi aspek-aspek perkembangan anak dengan menggunakan media interaksi yang ada semisal dongeng, musik/nyanyian dan alat permainan.

Pengetahuan yang diperoleh para orangtua atau ibu balita merupakan hasil dari penyuluhan dan pembinaan yang diselenggarakan oleh kelompok BKB. Perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih berkelanjutan dibandingkan dengan perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.


Itulah salah satu yang mendasari kelompok Bina Keluarga Balita Pelita Hati, yang berlokasi di Dusun Pijenan, desa Pundungsari kecamatan Semin Gunungkidul dalam menjalankan program penyuluhan orangtua balita. BKB Pelita Hati merupakan kelompok Bina Keluarga Balita Holistik Integratif yang telah terintegrasi dengan PAUD dan Posyandu. BKB yang diketuai oleh Umilah ini didukung sepenuhnya oleh tokoh masyarakat setempat, termasuk juga dari istri Dukuh Pijenan, yaitu Sri Wahyuni.

Dengan SDM yang mencukupi yaitu terdiri dari 3 Pendidik PAUD dan 5 kader BKB-Posyandu, maka BKB Pelita Hati mampu menjalankan kegiatan belajar mengajar setiap hari dari Senin sampai Kamis mulai jam 08.00 hingga 10.00 WIB. Untuk kegiatan Posyandu tetap dilakukan sebulan sekali sesuai tanggal kesepakatan.

Dalam kegiatan BKB Pelita Hati tidak hanya dilakukan pemantauan Kartu Kembang Anak dan penyampaian materi dari buku Menjadi Orangtua Hebat, para keluarga balita terutama orangtua balita juga mendapatkan penyuluhan dan pelatihan bagaimana menyusun menu Makanan pendamping ASI yang memenuhi kecukupan gizi. Hal ini memang didukung dengan kader yang mampu memfasilitasi karena pernah mendapatkan pelatihan penyusunan menu MP-ASI sebelumnya, sehingga memahami status gizi dan secara teknis memiliki kemampuan merancang menu. Pengetahuan ini ditransformasikan kepada orangtua balita melalui kelompok pembelajaran dan penyuluhan BKB.

Diharapkan setiap kelompok Bina Keluarga Balita menjadi pendorong bagi peningkatan status gizi balita, melalui penyediaan materi penyuluhan tentang pola asuh makan yang baik. Pada akhirnya, pengetahuan akan mendorong orangtua atau ibu untuk menyediakan makanan sehari-hari dalam jumlah dan kualitas gizi yang sesuai dengan kebutuhan balita, utamanya baduta untuk mengejar periode kritis 1000 Hari Pertama Kehidupan.(*)
0 Viewers

Post a Comment

0 Comments

The Magazine