Oleh: Dra Umi Wasriyati, MM
(Koordinator PKB Wonosari)

IMP sendiri pada hakekatnya merupakan wadah pengelolaan dan pelaksanaan program KB nasional mulai dari tingkat desa/kelurahan, dusun/RW hingga tingkat RT. IMP di tingkat desa/kelurahan dinamakan PPKBD yaitu seseorang atau beberapa orang kader dalam wadah organisisi yang secara sukarela berperan aktif melaksanakan/mengelola program KB di tingkat desa/kelurahan. Sementara di tiungkat dusun/RW dinamakan Sub PPKBD yaitu seseorang atau beberapa orang kader dalam wadah organisasi dengan peran yang sama ditingkat dusun/RW. Sedangkan ditingkat RT dinamakan Kelompok KB (Pok KB), yakni seseorang atau beberapa orang kader dalam wadah organisasi yang secara sukarela berperan aktif melaksanakan /mengelola program KB di tingkat RT.
Selain
PPKBD, Sub PPKBD, dan
Pok KB, ada lagi kader IMP yang juga berperan aktif mensukseskan program KB
di tigkat lapangan, yaitu kelompok KB KS. Kelompok KB KS ini merupakan
kelompok peserta KB KS dalam wadah organisasi yang secara sukarela berperan
aktif melaksanakan atau mengelola program KB melakukan kegiatan di bidang KB seperti
Posyandu, UPPKS, Kelompok Bina Keluarga Sejahtera (BKS) yaitu Bina Keluarga Balita (BKB), Bina
Keluarga Remaja (BKR), Bina keluaga Lansia (BKL), dan sebagainya.
Di
era sekarang ini, khususnya di era otonomi daerah, peran kader IMP sangatlah penting dan menjadi satu kekuatan yang
dapat diandalkan untuk tetap dapat mempertahankan keberhasilan program KB di
masyarakat seiring dengan terus menurunnya jumlah Penyuluh KB yang aktif karena
pindah, pensiun,atau
meninggal dunia. Tanpa kader IMP, program KB di Indonesia dipastikan sudah tidak berjalan lagi dan tidak
mampu mempertahankan keberhasilan yang akan dicapai. Tentu saja ini telah didukung oleh personil kader IMP
yang cukup banyak hingga menjangkau
seluruh desa, dusun, RT, serta memiliki daya juang yang
tinggi dalam rangka ikut mensukseskan program KB.
` Kader
IMP sekarang ini mempunyai 6 peran dalam
rangka ikut mensukseskan program KB,
yang kemudian dikenal istilah, “Enam Peran
Bakti”. Keenam peran bakti
institusi tersebut adalah: Pengorganisasian, Pertemuan, KIE, dan
Konseling, Pencatatan Pendataan, Pelayanan Kegiatan, dan Kemandirian. Dengan enam peran baktinya, kader IMP telah
menjangkau seluruh aspek, sebagaimana
diamanatkan dalm UU No
52 Tahun 2009 tentang Perkembangan kependudukan dan Pembangunan Keluarga , yakni: (1) Pendewasaan Usia Perkawinan, (2)
Pengaturan Kelahiran, (3)
Pembinaan Ketahanan keluarga, dan
(4) Peningkatan kesejahteraan keluarga.
Yang
perlu juga dipahami oleh setiap kader IMP adalah bahwa intensitas dan kualitas
pelaksanaan enam peran bakti institusi dari kader IMP selanjutnya akan diukur berdasarkan parameter
yang telah di tentukan.

Seiring dengan pemberlakuan
otonomi daerah, diakui atau tidak, hal itu telah mendudukkan Institusi
Masyarakat Pedesaan (IMP) yang terdiri dari PPKBD (Pembantu Pembina Keluarga Berencana
Desa), sub PPKBD (tingkat Dusun) dan
kelompok KB-KS (tingkat RT) dalam posisi strategis dan penting sebagai ujung
tombak program KKBPK di lapangan.
Lebih-lebih setelah program KKBPK mengembangkan visi “Menjadi Lembaga Yang
Handal dan dipercaya dalam Mewujudkan Penduduk Tumbuh Seimbang dan Keluarga
Berkualitas” dengan misi “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”. Ini
berarti, di masa sekarang dan yang akan datang, IMP perlu terus ditumbuh kembangkan dan dibina sehingga nantinya
dapat dijadikan sebagai salah satu wahana pengembangan SDM yang berkualitas.
Tulisan ini mengkhususkan untuk
membahas bagaimana menjadikan IMP sebagai wahana yang efektif dalam
pengembangan SDM berkuailtas. Harapannya, tulisan ini dapat menumbuhkan
kesadaran berbagai pihak terhadap pentingnya kedudukan IMP dalam program KKBPK
yang saat ini telah memasuki era revitalisasi. Sehingga dengan berbekal pada
kesadaran ini, masyarakat dapat diharapkan memberi perhatian yang cukup pada
IMP yang menjadi tumpuan petugas dalam gerak operasional KKBPK di lapangan.
Enam Peran IMP
IMP yang diartikan sebagai wadah
pengelolaan dan pelaksanaan Gerakan Pembangunan Keluarga Sejahtera di tingkat
Desa/Kelurahan hingga di tingkat Dusun dan RT, pada prinsipnya saat ini memiiki
6 peran (sebelumnya 7 peran) yang kemudian dikenal sebagai 6 Peran Bhakti IMP.
Keenem peran tersebut antara lain:
1) Pengorganisasian,
2) Pertemuan,
3) KIE dan Konseling,
4) Pencatatan dan Pendataan,
5) Pelayanan Kegiatan, dan
6) Kemandirian.
1) Pengorganisasian
IMP sebagai wadah berbagai kegiatan di tingkat Desa/Kelurahan
kebawah memerlukan kepengurusan. Kepengurusan IMP diupayakan dikembangkan dari
kepengurusan tunggal menjadi kepengurusan kolektif. Kepengurusan kolektif
dimaksudkan dalam rangka pembentukan kepengurusan dan pembagian kerja dalam menjalankan peran
baktinya.
2) Pertemuan
Pertemuan rutin yang dilaksanakan IMP baik antar pengurus
institusi, konsultasi pengurus dengan PKB/PLKB maupun dengan petugas lain yang
terkait, secara berkala dan berjenjang.
3) KIE dan Konseling
IMP melakukan kegiatan penyuluhan, motivasi dan Konseling
Program KKBPK. Mendorong peningkatan kesertaan dalam ber KB yang semakin
mandiri dan lestari.
4) Pencatatan, Pendataan dan Pemetaan SasaranSalah satu aktivitas penting IMP adalah membuat laporan bulanan kepada PKB/PLKB tentang: a) kegiatan IMP dalam melakukan pencatatan secara rutin dan ikut melaksanakan pendataan keluarga; b) kegiatan IMP Bersama Penyuluh KB membuat dan melakukan pemetaan sasaran (demografi, tahapan KS dan sebagainya); c) kegiatan IMP dalam memanfaatkan hasil pendataan dan peta sasaran bagi kepentingan pembinaan di tingkat wilayahnya; serta d) intervensi kegiatan-kegiatan di wilayahnya berdasarkan peta PUS yang telah dibuat.
4) Pencatatan, Pendataan dan Pemetaan SasaranSalah satu aktivitas penting IMP adalah membuat laporan bulanan kepada PKB/PLKB tentang: a) kegiatan IMP dalam melakukan pencatatan secara rutin dan ikut melaksanakan pendataan keluarga; b) kegiatan IMP Bersama Penyuluh KB membuat dan melakukan pemetaan sasaran (demografi, tahapan KS dan sebagainya); c) kegiatan IMP dalam memanfaatkan hasil pendataan dan peta sasaran bagi kepentingan pembinaan di tingkat wilayahnya; serta d) intervensi kegiatan-kegiatan di wilayahnya berdasarkan peta PUS yang telah dibuat.
5) Pelayanan KegiatanKader IMP di dalam ketugasannya melakukan beberapa kegiatan, seperti: pembinaan tentang pendewasaan usia perkawinan (PUP), antara lain usia ideal bagi pria dan wanita untuk menikah (25 dan 21 tahun), Kesehatan reproduksi, Penanggulangan HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual, Penyalahgunaan NAPZA dan lain sebagainya. Selain itu, IMP juga melakukan pembinaan mengenai pengaturan kelahiran antara lain pemakaian alat kontrasepsi sesuai umur dan kondisi kesehatan ibu, jumlah anak, jarak kelahiran dan umur anak terkecil.
6) Kemandirian
Kader IMP sangat diharapkan mampu mencipatakan sistem kemandirian dalam menjalankan program melalui beberapa program, seperti: a) upaya pendanaan kelompok melalui iuran dan penjualan produk lokal; b) mendorong kemandirian kelompok kegiatan dalam memfasilitasi pelayanan KB; c) menciptakan "arisan program" sebagai wujud penggerakan masyarakat; d) meningkatan pemahaman dan peran kader IMP; serta e) melaksanakan kegiatan upgrading melalui Workshop dan simulasi secara berkala.
6) Kemandirian
Kader IMP sangat diharapkan mampu mencipatakan sistem kemandirian dalam menjalankan program melalui beberapa program, seperti: a) upaya pendanaan kelompok melalui iuran dan penjualan produk lokal; b) mendorong kemandirian kelompok kegiatan dalam memfasilitasi pelayanan KB; c) menciptakan "arisan program" sebagai wujud penggerakan masyarakat; d) meningkatan pemahaman dan peran kader IMP; serta e) melaksanakan kegiatan upgrading melalui Workshop dan simulasi secara berkala.
Dengan enam peran bhakti yang
dimainkan, kita dapat mengetahui bahwa IMP memiliki kedudukan yang sangat
strategis dalam pengembangan program KB
di wilayahnya masing-masing. Artinya berhasil tidaknya program Kependudukan, KB
dan Pembangunan Keluarga di suatu
wilayah akan banyak dipengaruhi oleh berhasil tidaknya institusi dalam
melaksanakan perannya.
Memang, dalam operasionalnya,
kemampuan IMP jelas tidak mungkin menunjukkan kesamaan. Apalagi personilnya
terdiri dari orang-orang dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman yang
beragam. Begitu juga dengan latar belakang ekonomi, budaya dan tradisi. Oleh
karena itu, pemerintah lalu membuat klasifikasi IMP berdasarkan tingkat
kemampuannya dalam melaksanakan kegiatan yang dibagi atas tiga tingkatan :
Pertama, Klasifikasi Dasar, yaitu yang telah ada pengorganisasian,
kepengurusan serta pembagian tugas. Namun pertemuan belum rutin, belum ada
rencana kerja dan belum ada notulen. Belum ada konseling (baru KIB), pendataan
masih sederhana, pelayanan pembangunan KB/KS belum lengkap, dan upaya
kemandirian hanya ada satu macam atau belum ada sama sekali.
Kedua, Berkembang, yaitu IMP yang telah memiliki kepengurusan dan
pembagian tugas yang jelas (kecuali PPKBD yang dimungkinkan kepengurusannya
tunggal), pertemuan sudah rutin serta ada rencana kerja notulen, KIE dan
konseling sudah ada, pencatatan dan pendataan lebih rapi dan memenuhi standar,
pelayanan pembangunan KB/KS lebih lengkap dan telah melakukan minimal dua upaya
kemandirian.

Perlu Lebih
Diberdayakan
Mengingat kemampuan IMP yang
berbeda-beda untuk tiap wilayah, ditambah kondisi lapangan yang belum
memungkinkan IMP untuk dapat melaksanakan perannya secara optimal, maka tidak
terlalu salah jika kita perlu lebih memberdayakan IMP ini dari banyak sisi.
Baik itu yang menyangkut aspek pengorganisasian, kemampuan dalam memberikan KIE
dan konseling maupun dalam pencatatan dan pendataan. Disamping itu dalam
pelayanan kegiatan KB/KS yang mencakup pelayanan ulang, rujukan, UPPKS dan Bina
Keluarga, serta beberapa upaya kemandirian.
Perlu diketahui, UU No 10 Tahun
1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera yang
menjadi acuan operasional pembangunan KB di lapangan, telah memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untk bersama-sama dengan
pemerintah terlibat dalam pengelolaan program KB di Indonesia.
Dalam RPJMN sendiri telah
ditegaskan, Pembangunan Nasional (baik SDM maupun SDA) tidak akan berhasil
dengan baik tanpa partisipasi aktif dari masyarakat. Karena masyarakat adalah
pelaku utama pembangunan yang diprogramkan pemerintah. Sehingga pemerintah
dalam hal ini berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan
suasana yang menunjang peran serta masyarakat dan pemerintah harus saling
mendukung, saling mengisi dan saling melengkapi dalam satu kesatuan langkah
menuju terciptanya pembangunan nasional.
Selanjutnya karena pembangunan
nasional pada dasarnya bertujuan untuk membangun SDM yang berkualitas dan
meningkatkan taraf hidup masyarakat dan bangsa dalam semua bidang kehidupan,
maka IMP sebagai bagian dari penggerak
kegiatan pembangunan (khususnya KB/KS) di lapangan diharapkan mampu untuk
melaksanakan fungsinya dengan baik. Karena bagaimanapun, pembangunan khususnya
dalam bidang KB, tidak mungkin dapat dilaksanakan sendiri oleh pemerintah tanpa
memerlukan kepedeulian dan peran serta masyarakat melalui kelompok-kelompok
kegiatan termasuk IMP.
Beberapa Upaya Pengembangan Kualitas
Masalahnya sekarang, upaya apa
saja yang dapat ditempuh pemerintah bersama masyarakat dalam memberdayakan IMP
sehingga institusi yang terdiri dari
PPKBD, Sub PPKBD serta kelompok KB/KS dapat menjadi
wahana yang efektif dalam ikut serta mengembangkan SDM yang berkualitas.
Tentunya dengan catatan, upaya
yang ditempuh tetap memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang ada. Baik yang
menyangkut biaya, tenaga, waktu dan kendala-kendala lain yang bersifat teknis.
Namun hasil yang diperoleh harus seoptimal mungkin. Artinya dengan biaya, waktu
dan tenaga yang minimal, hasilnya dapat maksimal. Dengan demikian, pola
perencanaan dan pelaksanaan upaya pemberdayaan IMP yang efeltif dan efisien
harus menjadi syarat utama. Apalagi saat ini IMP sendiri telah menggunakan
“Pola 5” dalam pembinaan terhadap keluarga.
Terkait dengan itu, paling tidak
ada 5 upaya strategis yang dapat ditempuh pemerintah dan masyarakat agara dapat
IMP sesuai dengan tugas dan perannya, terutama dalam hal posisinya sebagai
wahana pengembangan SDM yang berkualitas :
Pertama, Pemerintah bersama masyarakat, LSM, organisasi profesi,
dan tokoh masyarakat perlu terus melakukan pembinaan secara intensif terhadap
jenis-jenis IMP yang ada baik di tingkat desa, dusun maupun RT. Pembinaan ini
hendaknya dilakukan secara terpadu antara institusi pemerintah terkait bersama
dengan tokoh-tokoh masyarakat dan institusi masyarakat yang ada. Substansi
materi pembinaan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing.
Kedua, perlu diupayakan agar IMP dapat terlibat dalam setiap
pertemuan di desa, dusun maupun RT terutama jika yang dibahas terkait dengan
pembangunan KB dan KS. Keterlibatan ini penting, karena dapat dijadikan wahana
bagi IMP untuk melakukan koordinasi dengan aparat pemerintah, LSM dan warga
masyarakat umum, sehingga tugas dan peran yang dimainkan dapat disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat.
Ketiga, memberikan kesempatan kepada IMP untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya melalui
kegiatan studi banding, magang, menghadiri ceramah ilmiah atau penyuluhan yang
diselenggarakan oleh desa, kecamatan atau tingkat yang lebih tinggi, serta
pertemuan-pertemuan teknis lainnya yang berkaitan dengan gerakan KB dan
Pembangunan KS.
Keempat, melalui koordinasi yang mantap dan terencana, pemerintah
bersama LSOM terkait perlu mengupayakan monitoring dan evaluasi secara rutin
terhadap keberhasilan IMP dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Wujud
evaluasi ini dapat dalam bentuk lomba, kunjungan pembinaan, atau kegiatan
sejenis yang diselenggarakan secara berjenjang.

Dapat diyakini, jika kelima
upaya tersebut dapat dijalankan dengan baik, IMP yang ada di pedesaan akan
dapat berfungsi dengan baik dan peran-peran yang dibebankan dapat dijalani
dengan baik pula. Bila ini telah terwujud, berarti upaya memberdayakan IMP agar
menjadi wahana pembentukan SDM yang berkualitas telah menjadi kenyataan.
Sehingga harapan-harapan pemerintah dan masyarakat untuk masa depan yang lebih
baik lewat perjuangan IMP tidak lagi hanya harapan-harapan kosong tanpa
kepastian.(*)
Daftar Pustaka
- BKKBN, 2003, Profil Institusi Masyarakat Pedesaan dan
Penyuluh Keluarga Berencana, Jakarta.
- BKKBN, 2001, Revitalisasi Institusi Masyarakat
Pedesaan dalam Program KB Nasional, Jakarta.
- Notoadmodjo, (2007), Promosi Kesehatan dan Ilmu
Perilaku, Jakarta : Rineka Cipta.
- Wawan dkk,(2010), Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku
Manusia, Yogyakarta: Nuha Medika.
- BKKBN
(2014) ,Pedoman Penguatan Institusi Masyarakat Pedesaan dalam Program KKBPK Di
Lini Lapangan Daerah Istimewa Yogyakarta
2 Comments
membuat peta imp gimana ya???
ReplyDeletemungkin bisa menghubungi plkb setempat dulu Pak/Bu. Tks
Delete