OBITUARI: In Memoriam Pak Sarindi

Sarindi dan istri, Wasilah (dok. Endra)

Ahad (6/5) pagi menjadi hari yang akan diingat oleh seluruh pegawai keluarga besar DP3AKBPM&D Gunungkidul. Karena pada hari itu, salah satu pegawai di bidang KB, yakni Sarindi, berpulang ke rahmatullah setelah sakit sehari sebelumnnya. Sarindi dimakamkan pada hari yang sama, Ahad, jam 15.00 WIB, setelah terlebih dahulu dilaksanakan upacara dinas di rumah duka, dengan dipimpin langsung oleh Kepala DP3AKBPM&D Gunungkidul, Sujoko, SSos, MSi. Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, kita semua milik Allah, dan kepada-Nya juga kita semua akan kembali. 

Pak Sarindi, demikian beliau akrab dipanggil, selama ini tentu saja sangat akrab dan dekat dengan para PKB (Penyuluh Keluarga Berencana) di seluruh kecamatan se-Gunungkidul. Mereka terutama adalah para PUM, karena Pak Sarindi di bidang KB bertugas mencairkan dana kegiatan program KKBPK di kecamatan, sekaligus juga memeriksa SPJ kegiatan yang dilaksanakan oleh para PKB di kecamatan. Di sisi lain, Pak Sarindi juga dikenal gemar bercanda ketika berinteraksi dengan para PKB. Mungkin maksudnya adalah untuk membuat para PUM PKB rileks, jangan spaneng atau tegang ketika menyelesaikan SPJ. Meski begitu, Pak Sarindi juga terkenal tegas dan keras ketika mengoordinasi para PUM dalam menyelesaikan SPJ. Tentu saja, tegas dan keras di sini dalam konotasinya yang positif, karena maksudnya adalah agar PUM bekerja cepat dan sigap. Jadi, para PUM tidak pernah merasa tersinggung dengan lagak dan gaya Pak Sarindi dalam bekerja, bahkan sebaliknya malah merasa terbantu dan terhibur.

Upacara pelepasan jenazah dipimpin Kepala DP3AKBPM&D

Sarindi lahir di Gunungkidul, 6 April 1964, dari pasangan Karto Suwito dan Sampen, yang asli Sidorejo, Tepus, Gunungkidul. Pendidikan terakhir Sarindi adalah SMEA Negeri Wonosari, yang kini berubah menjadi SMKN 1 Wonosari. Sarindi menikah dengan Wasilah, gadis kelahiran Gunungkidul, 5 Desember 1964. Wasilah asli Semanu, persisnya di Semanu Selatan, RT 04 RW 40, Dusun Semanu, Kecamatan Semanu, tempat di mana ia tinggal bersama sang suami tercinta itu. 

Dari perkawinannya dengan Wasilah, Sarindi memiliki dua orang anak, yakni Endra Sariwati yang lahir 15 April 1988, dan Wisnu Putratama, lahir 28 April 1992. Si sulung Endra berhasil menamatkan studi D-1 di Bina Sarana Informatika Yogyakarta jurusan transfusi darah, sedangkan adiknya, Wisnu berhasil meraih gelar Sarjana Ekonomi (SE) dari STIE YKPN. Kedua anak Sarindi semua-mua sudah menikah. Endra menikah dengan Edi Kuswanto asal Sambirejo, Semanu, dan sudah memberikan dua orang cucu (laki-laki dan perempuan). Sedangan Wisnu di tahun 2017 yang lalu mempersunting Intan Rismalaningrum asal Pogung Lor, Sleman, Yogyakarta.

Menurut Wasilah, selama ini Sarindi teramat jarang mengeluhkan sakit. Kalau dihitung, hanya dua kali Sarindi mengalami sakit yang keras, yakni beberapa bulan yang lalu, dan Sabtu (5/5) kemarin itu. Selebihnya, Sarindi hampir tak pernah menampakkan bahwa dia sakit. "Bapak kalau hanya sakit sedikit, tidak beliau rasakan. Setahu saya, Bapak tak pernah cuti sakit kecuali sekali saja. Itupun beliau merasa tidak enak, karena teman-teman kantor jadi pada menjenguk, dan beliau merasa jadi merepotkan. Jika hanya sakit pusing atau letih, tidak pernah beliau rasakan. Beliau tetap bekerja, saban hari masuk ke kantor, berangkat pagi pulang sore, selalu tepat waktu," ujar Wasilah sebagaimana dituturkan kepada Sabrur dari Blog IPeKB, Ahad (6/5) malam. 

Menurut cerita Endra, Sabtu (5/5) pagi, Sarindi merasa tidak enak badan yang teramat sangat, panas di dada. Lalu keluarga membawanya ke RS Pelita Husada, Mijahan, Semanu. Diagnosisnya adalah asam lambung yang naik sehingga mengganggu kerja jantung. Karena harus ada penanganan khusus, pihak RS merujuk Sarindi untuk ditangani di RSUD Jeruk, disebabkan peralatan medis di RS Pelita tidak memadai. Di RSUD, Sarindi masuk ke ruang ICU untuk mendapatkan penanganan medis. Sampai Ahad (6/4) pagi, keadaan mulai ada indikasi membaik, sehingga Sarindi akan dipindahkan ke bangsal. Sang istri, Wasilah masih sempat mengajahknya berbicara, menyuapinya tiga sendok jenang, mengepel tubuhnya, dan membantunya buang air kecil dengan pispot. Sejenak setelah itu, karena dirasa sudah ada gejala makin membaik, istri pamit pulang sebentar untuk mandi. Tetapi, baru sampai ke rumah dan belum sempat mandi, tiba-tiba ada telepon dari si bungsu, Wisnu, bahwa Sarindi sudah tidak ada. 

Menurut pengakuan Wasilah, Sarindi adalah suami yang bertanggungjawab kepada keluarganya. Begitupun di lingkungan sosialnya, Sarindi dikenal tegas, penuh tanggungjawab, dan bijaksana. Itulah kenapa, kata Wasilah, selama sepuluh tahun terakhir suaminya dipercaya sebagai ketua RT. Sebenarnya Sarindi sudah enggan, dan ingin agar ada orang lain yang menggantikan. Tetapi, warga tetap menghendaki agar Sarindi yang tetap menjadi ketua RT. Ada hal lain yang berkesan di benak Wasilah. "Bapak setiap setahun sekali pasti mengajak saya dan anak-cucu ke Bandung, bersama-sama, untuk menengok adik-adiknya. Ada dua adik Bapak yang tinggal dan bekerja di sana. Selain itu, hampir rutin setiap sebulan sekali atau dua kali Bapak mengajak saya ke RM Sumilir, Ponjong. Yaaah, makan bareng, hanya kami berdua," tutur Wasilah dengan penuh haru.
Sarindi pada hari pernikahan putranya

Si sulung Endra, yang menemani sang ibu dalam menanggapi pertanyaan Blog IPeKB, menambahkan bahwa bapaknya adalah kepala keluarga yang bijaksana dan menjadi panutan keluarga. Apa pun yang disarankan oleh Sarindi, kara Endra, adalah sesuatu yang mengandung kebenaran dan semata-mata demi kebaikan keluarganya. "Saya teringat satu hal yang diwejangkan Bapak kepada saya. Bahwa punya uang berapa pun, harus ada yang ditabung untuk bisa mencukupi kepentingan darurat yang sewaktu-waktu muncul. Bapak bilang, sila hutang, asalkan jangan untuk konsumtif, melainkan untuk keperluan yang penting dan ada wujudnya yang nyata. Misalnya, kemarin saya hutang sedikit, untuk bangun gubuk. Bapak juga ikut membantu, dan alhamdulillah sekarang gubuk saya sudah jadi di Sambirejo. Tiap hari bapak menengok saya. Dan kalau Senin pagi, pasti Bapak mengantar sendiri cucunya ke sekolah," kata Endra.

"Tadi pagi saya lihat jenazah bapak, seperti tersenyum. Saya tidak percaya kalau bapak sekarang sudah tiada. Tetapi, melihat raut jenazahnya yang cerah, semoga itu pertanda bahwa Bapak hunsul khatimah dan bahagia di akhirat," pungkas Endra.(*) [Sabrur, Girisubo]   



0 Viewers

Post a Comment

0 Comments

The Magazine