Ketua IPeKB DIY: "Pencapaian PB Rendah Karena Program-program Pemerintah Tidak Singkron"

      


      Acara "Sosialisasi Alih Kelola Penyuluh KKBPK" hari ini, Rabu (23/8) pagi memasuki angkatan ke 3, bertempat di ruang Kencana Perwakilan BKKBN DIY. Hadir di acara ini para Penyuluh KB dari 5 kabupaten/kota yang belum sempat ikut di angkatan 1 dan 2. Acara dimulai pukul 09.00 WIB dengan menyanyikan Mars Indonesia Raya, Mars KB, dan Hymne Keluarga Indonesia.


      Setelah acara dibuka oleh Kaper BKKBN DIY, materi pertama dimulai, diisi oleh Kabid Adpin, Dra Ita Suryani, MKes, yang memaparkan hasil capaian PB dari seluruh kabupaten/kota, yang kemudian di-breakdown sampai ke desa dan bahkan dusun-dusun. Ada dua kabupaten yang pencapaian PB-nya di atas rata-rata (1 di antaranya Gunungkidul), tetapi tetap tidak bisa menolong rapor merah pencapaian PB di DIY yang masih di kisaran 20-an persen, padahal sudah hampir menghabiskan dua kwartal pertama. Ita menambahkan, BKKBN DIY akan segera berkoordinasi dengan OPD KB masing-masing kabupaten/kota untuk merancang strategi operasional percepatan pencapaian PB dalam sisa kwartal terakhir. Sebab, dari skema yang sudah disusun, berdasar analisis atas laporan statistik bulanan dari PKB, sudah jelas angka-angka yang harus digarap sebagai sasaran peserta KB baru.

      Materi selanjutnya diisi oleh Kabid KB-KR BKKBN DIY, Rohdiana Sumariati, SSos, MSc, yang menyambung pemaparan Ita di materi sebelumnya. Titik tekan Rohdiana adalah tentang langkah operasional yang akan segera ditempuh untuk akselerasi pencapaian PB tersebut, di antaranya yakni dengan kegiatan bakti sosial KB di dua kabupaten, Gunungkidul dan Kulonprogo. Pilihan pada dua kabupaten ini, karena terkait dengan anggaran yang ada. Sejauh ini di Gunungkidul akan ada 5 kecamatan yang terjadwal sebagai tempat baksos, dan baru terlaksana 1 kali, di Semin. Basyori Mahfudz, PKB Wonosari, mengusulkan agar pelaksanaan baksos bekerjasama dengan klinik Leonisa Wonosari, karena sudah ada tawaran dari klinik yang bersangkutan.

      Dalam sesi tanya jawab, ada pernyataan menarik dari PKB Kota Yogyakarta, Triyana, SE, yang nota bene juga Ketua DPW IPeKB Provinsi DIY. Menurutnya, rendahnya pencapaian PB bukan hanya masalah lokal DIY saja, tetapi merata di daerah lain. Selain itu, hal itu terjadi bukan semata-mata salah PKB. Triyana menyoroti beberapa faktor. Pertama, apa yang terjadi sekarang bisa jadi merupakan sisa-sisa sebelum era rebranding, dari sebelumnya "Dua Anak Lebih Baik" ke "Dua Anak Cukup". Semangat yang masih menitikberatkan pada kualitas, bukan pembatasan kuantitas masih ada di benak publik. 
       
      Kedua, kran kebebasan informasi dan HAM yang kini lebih terbuka lebar. Dulu orang hanya secara diam-diam menolak program KB. Sekarang, kalau orang menolak program KB, ya terang-terangan menolak, tanpa tedheng aling-aling. Beberapa waktu lalu di Yogya sendiri ada yang menolak imunisasi MR. Ini, kan, gejala penentangan dari masyarakat terhadap program pemerintah.
   
     Ketiga, program pemerintah sendiri yang tidak singkron satu sama lain. Di satu sisi, kita mencanangkan dan kampanyekan dua anak cukup, tetapi di program lain pemerintah tidak mendukung kampanye tersebut. Kita bisa lihat dan cermati, program PKH, jaminan persalinan, asuransi kesehatan (BPJS), dan sejenisnya, tidak membatasi berapa jumlah anak yang dimiliki. Yang saya lihat ironis, misalnya adalah di Kemenag, terkait dengan program "Keluarga Sakinah", yang tampak sekali tidak memiliki sense wawasan kependudukan. Banyak sekali kasusnya, yang muncul sebagai juaranya adalah keluarga dengan anak banyak. Dalihnya, anak banyak tidak ada-apa, nyatanya bisa sukses mengurus anak-anak dan memberi pendidikan mereka yang tinggi. Ini, kan, di satu sisi merusak program yang kita kampanyekan.(*) [Sabrur, redaktur dan kontributor Girisubo]

       


0 Viewers

Post a Comment

0 Comments

The Magazine