Stunting bukan sekadar persoalan tinggi badan anak yang tidak sesuai usia. Ia adalah persoalan tentang masa depan, tentang kualitas hidup generasi yang sedang dan akan tumbuh, serta tentang bagaimana sebuah masyarakat memaknai tanggung jawab kolektif terhadap anak-anaknya. Di Kapanewon Karangmojo, Kabupaten Gunungkidul, persoalan ini dijawab bukan dengan satu kebijakan tunggal, melainkan dengan sebuah perjalanan panjang yang bertumpu pada gotong-royong, kepemimpinan lokal, dan keberanian untuk bergerak bersama.
Karangmojo hari ini dikenal sebagai "the best practice" (praktik terbaik) dalam pelaksanaan Program GENTING (Gerakan Orangtua Asuh Cegah Stunting) di Kabupaten Gunungkidul, bahkan juga untuk tingkat DIY--karena Gunungkidul daerah tersukses se-DIY dalam program GENTING. Capaian ini bukan datang secara instan, melainkan lahir dari proses yang konsisten, pembelajaran berkelanjutan, monitoring dan evaluasi, serta kesadaran bahwa pencegahan stunting tidak mungkin diselesaikan oleh satu pihak saja.
Stunting sebagai Tantangan Sosial di Karangmojo
Sebagai wilayah dengan karakter pedesaan yang cukup kuat (terdiri atas 9 kalurahan), Karangmojo menghadapi tantangan khas dalam isu kesehatan masyarakat. Akses terhadap layanan kesehatan sebenarnya telah tersedia melalui puskesmas (ada 2 puskesmas) dan posyandu, namun persoalan stunting kerap berkelindan dengan faktor ekonomi, pola asuh, tingkat literasi gizi, serta kebiasaan keluarga dalam memanfaatkan layanan dasar di wilayah tempat mereka tinggal.
Data menunjukkan bahwa pada akhir 2024, sebanyak 2.032 balita di Kapanewon Karangmojo telah diukur dan ditimbang. Hasilnya, 455 balita dinyatakan mengalami stunting dan/atau berisiko stunting, atau setara dengan 19,77 persen. Angka ini menggambarkan bahwa hampir satu dari lima balita berada dalam kondisi yang membutuhkan perhatian serius.
Setahun kemudian, pada akhir 2025, jumlah balita yang diukur tercatat sebanyak 1.900 anak. Dari jumlah tersebut, 358 balita masih masuk kategori stunting dan/atau berisiko stunting, atau sekitar 18,84 persen. Terjadi penurunan absolut sebanyak 97 sasaran, atau turun 0,93 persen. Angka ini mungkin terlihat sederhana di atas kertas, tetapi di baliknya terdapat perubahan nyata: semakin banyak keluarga yang terpantau, semakin banyak balita yang mendapat intervensi tepat, dan semakin kuat kesadaran kolektif tentang pentingnya tumbuh kembang anak.
Dari Kepedulian Menjadi Gerakan
Upaya Karangmojo dalam menurunkan stunting tidak dimulai dari ruang rapat semata. Ia tumbuh dari kesadaran bersama bahwa persoalan gizi anak tidak bisa didekati dengan pola kerja sektoral. Dari sinilah program GENTING dimaknai bukan sebagai program teknis, melainkan sebagai gerakan sosial berbasis gotong-royong.
Melalui GENTING, Kapanewon Karangmojo mengajak berbagai pihak untuk terlibat langsung sebagai orangtua asuh bagi keluarga berisiko stunting. ASN, tokoh masyarakat, dunia usaha, lembaga pendidikan, fasilitas kesehatan, perbankan, organisasi keagamaan, hingga warga perorangan dilibatkan dengan satu semangat: berbagi kepedulian demi masa depan anak-anak.
Yang membedakan Karangmojo dengan banyak wilayah lain adalah kesiapan dan antusiasme untuk melaksanakan GENTING secara dua tahap dalam satu tahun. Tahap pertama dilaksanakan pada awal tahun 2025, berfokus pada intervensi sensitif yang menyentuh kebutuhan dasar keluarga. Tahap kedua dilakukan pada akhir tahun 2025, dengan penekanan pada intervensi spesifik berbasis kondisi kesehatan sasaran.
Upaya Karangmojo dalam menurunkan stunting tidak dimulai dari ruang rapat semata. Ia tumbuh dari kesadaran bersama bahwa persoalan gizi anak tidak bisa didekati dengan pola kerja sektoral. Dari sinilah program GENTING dimaknai bukan sebagai program teknis, melainkan sebagai gerakan sosial berbasis gotong-royong.
Melalui GENTING, Kapanewon Karangmojo mengajak berbagai pihak untuk terlibat langsung sebagai orangtua asuh bagi keluarga berisiko stunting. ASN, tokoh masyarakat, dunia usaha, lembaga pendidikan, fasilitas kesehatan, perbankan, organisasi keagamaan, hingga warga perorangan dilibatkan dengan satu semangat: berbagi kepedulian demi masa depan anak-anak.
Yang membedakan Karangmojo dengan banyak wilayah lain adalah kesiapan dan antusiasme untuk melaksanakan GENTING secara dua tahap dalam satu tahun. Tahap pertama dilaksanakan pada awal tahun 2025, berfokus pada intervensi sensitif yang menyentuh kebutuhan dasar keluarga. Tahap kedua dilakukan pada akhir tahun 2025, dengan penekanan pada intervensi spesifik berbasis kondisi kesehatan sasaran.
Tahap Pertama: Menguatkan Fondasi Keluarga
Pada tahap pertama, GENTING Karangmojo menyasar 41 KRS (keluarga baduta, ibu hamil, busui) dengan bantuan dalam wujud sepasang ayam kampung, paket susu telor, serta intervensi lingkungan berupa pengadaan jamban sehat, lantainisasi rumah, dan akses air bersih. Intervensi ini dilandasi pemahaman bahwa stunting tidak hanya dipengaruhi oleh asupan gizi, tetapi juga oleh lingkungan tempat anak tumbuh.
Sebanyak 44 orangtua asuh terlibat dalam tahap ini. Dana yang terkumpul mencapai Rp 33 juta, yang kemudian diwujudkan dalam bentuk bantuan sesuai kebutuhan sasaran sebagaimana dipaparkan di atas. Transparansi dan akuntabilitas dijaga melalui peran kader dan TPPS Kapanewon, sehingga bantuan benar-benar sampai kepada keluarga yang membutuhkan.
Lebih dari sekadar angka donasi, tahap pertama GENTING menjadi ruang pembelajaran bersama. Masyarakat mulai melihat bahwa keterlibatan mereka, sekecil apa pun, memiliki arti. Keluarga sasaran pun mulai merasakan bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi tantangan pengasuhan dan kesehatan anak.
Tahap Kedua: Intervensi Spesifik Berbasis Data
Tahap kedua GENTING Karangmojo menandai kedewasaan program. Fokus diarahkan pada 38 balita stunting dan berisiko stunting dari total 105 sasaran se-Kapanewon Karangmojo. Pendekatan yang digunakan tidak lagi seragam, melainkan disesuaikan dengan kondisi kesehatan masing-masing anak.
Sebelum bantuan diberikan, seluruh sasaran menjalani pemeriksaan medis oleh dokter dari RSI Karangmojo dan RS Panti Rahayu Karangmojo. Hasil pemeriksaan inilah yang menjadi dasar penentuan jenis dan durasi bantuan. Telur dan susu diberikan secara bertahap selama satu hingga tiga bulan, memastikan bahwa intervensi benar-benar berdampak dan tidak berhenti pada pemberian sesaat.
Pada tahap ini, 31 orangtua asuh terlibat, dengan dana terkumpul sebesar Rp21.740.000 serta delapan karton susu. Pola pendampingan diperkuat melalui koordinasi intensif antara orangtua asuh, kader, bidan, dan puskesmas.
Mesin Kolaborasi di Tingkat Kapanewon
Keberhasilan GENTING Karangmojo tidak dapat dilepaskan dari peran TPPS (Tim Percepatan Penurunan Stunting) di tingkat kapanewon. Dengan Panewu Anom, Handoyo, SIP, SPd, MM, sebagai ketua dan Koordinator PKB, Ir Sulistyana, sebagai sekretaris, TPPS Kapanewon Karangmojo menjadi simpul koordinasi lintas sektor yang menjaga agar seluruh intervensi berjalan selaras.
Forum Lokakarya Mini TPPS rutin digelar setiap bulan sekali sebagai ruang evaluasi dan refleksi. Di forum ini, Panewu, Kapolsek, Danramil, Kepala KUA, Kepala Puskesmas, PKB, pemerintah kalurahan, kader, tokoh masyarakat, hingga perwakilan dunia usaha duduk bersama, membicarakan data, tantangan, dan langkah perbaikan.
Pendekatan ini menjadikan GENTING bukan sekadar kegiatan temporer, melainkan bagian dari tata kelola pembangunan kesehatan di Karangmojo.
Keberhasilan GENTING Karangmojo tidak dapat dilepaskan dari peran TPPS (Tim Percepatan Penurunan Stunting) di tingkat kapanewon. Dengan Panewu Anom, Handoyo, SIP, SPd, MM, sebagai ketua dan Koordinator PKB, Ir Sulistyana, sebagai sekretaris, TPPS Kapanewon Karangmojo menjadi simpul koordinasi lintas sektor yang menjaga agar seluruh intervensi berjalan selaras.
Forum Lokakarya Mini TPPS rutin digelar setiap bulan sekali sebagai ruang evaluasi dan refleksi. Di forum ini, Panewu, Kapolsek, Danramil, Kepala KUA, Kepala Puskesmas, PKB, pemerintah kalurahan, kader, tokoh masyarakat, hingga perwakilan dunia usaha duduk bersama, membicarakan data, tantangan, dan langkah perbaikan.
Pendekatan ini menjadikan GENTING bukan sekadar kegiatan temporer, melainkan bagian dari tata kelola pembangunan kesehatan di Karangmojo.
Inovasi Lokal yang Menguatkan Ekosistem Pencegahan Stunting
Jika GENTING adalah jantung gerakan, maka inovasi lokal di Karangmojo menjadi sistem peredaran darah yang membuatnya hidup dan berdampak. Keberhasilan Karangmojo tidak hanya ditopang oleh satu program unggulan, melainkan oleh rangkaian inisiatif yang saling menguatkan, tumbuh dari konteks lokal, dan dijalankan secara konsisten.1. Si Cantik Domas: Menjemput Masalah, Bukan Menunggu di Meja Layanan
Jauh sebelum GENTING dikenal luas, Karangmojo telah memiliki fondasi kuat melalui program Si Cantik Domas (Sinergi Cegah dan Atasi Stunting untuk Indonesia Emas 2045). Program ini menjadi bukti bahwa kepemimpinan lokal mampu membaca persoalan secara tajam dan menjawabnya dengan pendekatan yang membumi.
Melalui Si Cantik Domas, Panewu, penyuluh KB, tenaga kesehatan, dan lintas sektor terkait melakukan safari bulanan ke padukuhan dan kalurahan tempat keluarga risiko stunting bermukim. Pola kerjanya sederhana, tetapi berdampak besar: penyuluhan dilakukan langsung di lingkungan sasaran (persisnya di balai padukuhan), lalu tim dibagi untuk melakukan kunjungan rumah sasaran untuk memberikan KIE (penyuluhan), pemeriksaan kesehatan balita, bahkan distribusi bantuan.
Dalam praktiknya, Si Cantik Domas tidak hanya menemukan kasus-kasus yang luput dari pantauan rutin, tetapi juga membangun kedekatan emosional antara pemerintah dan warga. Di sinilah keluarga sasaran merasa didatangi, didengarkan, dan didampingi—bukan sekadar menjadi objek program.
Jauh sebelum GENTING dikenal luas, Karangmojo telah memiliki fondasi kuat melalui program Si Cantik Domas (Sinergi Cegah dan Atasi Stunting untuk Indonesia Emas 2045). Program ini menjadi bukti bahwa kepemimpinan lokal mampu membaca persoalan secara tajam dan menjawabnya dengan pendekatan yang membumi.
Melalui Si Cantik Domas, Panewu, penyuluh KB, tenaga kesehatan, dan lintas sektor terkait melakukan safari bulanan ke padukuhan dan kalurahan tempat keluarga risiko stunting bermukim. Pola kerjanya sederhana, tetapi berdampak besar: penyuluhan dilakukan langsung di lingkungan sasaran (persisnya di balai padukuhan), lalu tim dibagi untuk melakukan kunjungan rumah sasaran untuk memberikan KIE (penyuluhan), pemeriksaan kesehatan balita, bahkan distribusi bantuan.
Dalam praktiknya, Si Cantik Domas tidak hanya menemukan kasus-kasus yang luput dari pantauan rutin, tetapi juga membangun kedekatan emosional antara pemerintah dan warga. Di sinilah keluarga sasaran merasa didatangi, didengarkan, dan didampingi—bukan sekadar menjadi objek program.
2. Gertak Mas Karjo: Lingkungan Sehat sebagai Fondasi Gizi Anak
Kesadaran bahwa stunting tidak dapat dilepaskan dari faktor lingkungan melahirkan Gertak Mas Karjo (Gerakan Serentak Masyarakat Karangmojo). Melalui gerakan ini, masyarakat diajak membersihkan lingkungan secara serentak, memperbaiki sanitasi, dan menumbuhkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Bagi Karangmojo, membersihkan lingkungan bukan sekadar kerja bakti rutin, melainkan strategi kesehatan masyarakat. Lingkungan yang bersih mengurangi risiko penyakit infeksi yang kerap memperburuk status gizi anak. Dengan demikian, Gertak Mas Karjo menjadi intervensi tidak langsung yang mendukung keberhasilan GENTING.
Kesadaran bahwa stunting tidak dapat dilepaskan dari faktor lingkungan melahirkan Gertak Mas Karjo (Gerakan Serentak Masyarakat Karangmojo). Melalui gerakan ini, masyarakat diajak membersihkan lingkungan secara serentak, memperbaiki sanitasi, dan menumbuhkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Bagi Karangmojo, membersihkan lingkungan bukan sekadar kerja bakti rutin, melainkan strategi kesehatan masyarakat. Lingkungan yang bersih mengurangi risiko penyakit infeksi yang kerap memperburuk status gizi anak. Dengan demikian, Gertak Mas Karjo menjadi intervensi tidak langsung yang mendukung keberhasilan GENTING.
3. Safari Jumat: Spirit Keagamaan dalam Aksi Sosial
Inovasi lain yang khas Karangmojo adalah Safari Jumat. Program ini memadukan nilai spiritual dengan kepedulian sosial. Para panewu, penyuluh KB, dan lintas sektor secara rutin menggalang dana seikhlasnya. Dana tersebut diwujudkan dalam bentuk sembako, lalu disalurkan langsung kepada keluarga risiko stunting setelah salat Jumat di masjid setempat.
Pendekatan ini bukan hanya efektif secara logistik, tetapi juga kuat secara kultural. Masjid menjadi ruang perjumpaan, solidaritas tumbuh dalam suasana ibadah, dan bantuan diterima dengan penuh martabat. Safari Jumat memperlihatkan bahwa nilai agama dapat menjadi penggerak utama dalam kerja-kerja kemanusiaan.
Inovasi lain yang khas Karangmojo adalah Safari Jumat. Program ini memadukan nilai spiritual dengan kepedulian sosial. Para panewu, penyuluh KB, dan lintas sektor secara rutin menggalang dana seikhlasnya. Dana tersebut diwujudkan dalam bentuk sembako, lalu disalurkan langsung kepada keluarga risiko stunting setelah salat Jumat di masjid setempat.
Pendekatan ini bukan hanya efektif secara logistik, tetapi juga kuat secara kultural. Masjid menjadi ruang perjumpaan, solidaritas tumbuh dalam suasana ibadah, dan bantuan diterima dengan penuh martabat. Safari Jumat memperlihatkan bahwa nilai agama dapat menjadi penggerak utama dalam kerja-kerja kemanusiaan.
Dampak Nyata: Dari Angka Statistik hingga Perubahan Perilaku
Keberhasilan sebuah program publik tidak cukup diukur dari angka capaian semata. Di Karangmojo, dampak GENTING dan inovasi pendukungnya terasa hingga ke ruang-ruang domestik keluarga.
Secara kuantitatif, peningkatan status gizi balita terlihat dari kenaikan berat dan tinggi badan sasaran. Ibu hamil berisiko mendapatkan asupan gizi yang lebih baik, sementara kehadiran balita dan ibu ke posyandu meningkat signifikan. Faktor ini penting, mengingat rendahnya kehadiran posyandu selama ini menjadi salah satu penyebab stunting yang sulit diatasi.
Namun lebih dari itu, perubahan sikap masyarakat menjadi indikator keberhasilan yang paling bermakna. Orangtua mulai memahami pentingnya MP-ASI sesuai usia, keluarga lebih terbuka terhadap pendampingan kader, dan orangtua asuh merasakan kepuasan batin karena dapat berkontribusi langsung bagi masa depan anak-anak di lingkungannya.
Budaya gotong-royong yang sempat memudar menemukan ruang aktualisasinya kembali. Stunting tidak lagi dipandang sebagai urusan keluarga tertentu, melainkan sebagai persoalan bersama.
Keberhasilan sebuah program publik tidak cukup diukur dari angka capaian semata. Di Karangmojo, dampak GENTING dan inovasi pendukungnya terasa hingga ke ruang-ruang domestik keluarga.
Secara kuantitatif, peningkatan status gizi balita terlihat dari kenaikan berat dan tinggi badan sasaran. Ibu hamil berisiko mendapatkan asupan gizi yang lebih baik, sementara kehadiran balita dan ibu ke posyandu meningkat signifikan. Faktor ini penting, mengingat rendahnya kehadiran posyandu selama ini menjadi salah satu penyebab stunting yang sulit diatasi.
Namun lebih dari itu, perubahan sikap masyarakat menjadi indikator keberhasilan yang paling bermakna. Orangtua mulai memahami pentingnya MP-ASI sesuai usia, keluarga lebih terbuka terhadap pendampingan kader, dan orangtua asuh merasakan kepuasan batin karena dapat berkontribusi langsung bagi masa depan anak-anak di lingkungannya.
Budaya gotong-royong yang sempat memudar menemukan ruang aktualisasinya kembali. Stunting tidak lagi dipandang sebagai urusan keluarga tertentu, melainkan sebagai persoalan bersama.
Belajar dari Tantangan: Kejujuran sebagai Kunci Keberlanjutan
Karangmojo tidak menutup mata terhadap berbagai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan GENTING. Dari sisi keluarga sasaran, rendahnya kesadaran mengikuti posyandu dan pola asuh yang belum tepat masih menjadi tantangan. Keterbatasan ekonomi keluarga juga kerap menghambat keberlanjutan pemenuhan gizi.
Dari sisi orangtua asuh, keterbatasan waktu dan ketidaksesuaian bantuan dengan kebutuhan sasaran menjadi persoalan tersendiri. Sementara itu, di tingkat pelaksanaan, perubahan data sasaran dan koordinasi lintas sektor yang belum sepenuhnya optimal memerlukan perhatian berkelanjutan.
Namun justru di sinilah letak kekuatan Karangmojo: setiap kendala direspons dengan solusi konkret. Kunjungan rumah, kelas parenting, konseling gizi, pembaruan data cepat, hingga pemberian apresiasi bagi orangtua asuh yang konsisten menjadi bagian dari mekanisme adaptif yang terus diperbaiki.
Karangmojo tidak menutup mata terhadap berbagai kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan GENTING. Dari sisi keluarga sasaran, rendahnya kesadaran mengikuti posyandu dan pola asuh yang belum tepat masih menjadi tantangan. Keterbatasan ekonomi keluarga juga kerap menghambat keberlanjutan pemenuhan gizi.
Dari sisi orangtua asuh, keterbatasan waktu dan ketidaksesuaian bantuan dengan kebutuhan sasaran menjadi persoalan tersendiri. Sementara itu, di tingkat pelaksanaan, perubahan data sasaran dan koordinasi lintas sektor yang belum sepenuhnya optimal memerlukan perhatian berkelanjutan.
Namun justru di sinilah letak kekuatan Karangmojo: setiap kendala direspons dengan solusi konkret. Kunjungan rumah, kelas parenting, konseling gizi, pembaruan data cepat, hingga pemberian apresiasi bagi orangtua asuh yang konsisten menjadi bagian dari mekanisme adaptif yang terus diperbaiki.
Kepemimpinan Lokal dan Tata Kelola Kolaboratif
Di balik semua capaian tersebut, terdapat kepemimpinan lokal yang kuat dan inklusif. Panewu Karangmojo, Emmanuel Krisno Juwoto, SSos, bersama Panewu Anom dan koordinator PKB memainkan peran strategis dalam menjaga arah dan semangat kolaborasi.
TPPS Kapanewon menjadi ruang temu lintas sektor yang hidup. Dukungan penuh dari Ketua TPPS Kabupaten dan jajaran DPMKPPKB Gunungkidul memperkuat legitimasi dan keberlanjutan program. Keterlibatan rumah sakit, puskesmas, perbankan, dunia usaha, hingga tokoh agama menciptakan ekosistem pencegahan stunting yang kokoh.
Di balik semua capaian tersebut, terdapat kepemimpinan lokal yang kuat dan inklusif. Panewu Karangmojo, Emmanuel Krisno Juwoto, SSos, bersama Panewu Anom dan koordinator PKB memainkan peran strategis dalam menjaga arah dan semangat kolaborasi.
TPPS Kapanewon menjadi ruang temu lintas sektor yang hidup. Dukungan penuh dari Ketua TPPS Kabupaten dan jajaran DPMKPPKB Gunungkidul memperkuat legitimasi dan keberlanjutan program. Keterlibatan rumah sakit, puskesmas, perbankan, dunia usaha, hingga tokoh agama menciptakan ekosistem pencegahan stunting yang kokoh.
Pengakuan dan Makna Best Practice
Atas capaian tersebut, Karangmojo ditetapkan sebagai best practice pelaksanaan Program GENTING di Kabupaten Gunungkidul. Penghargaan disampaikan oleh Sekretaris Perwakilan BKKBN DIY, Rohdhiana Sumariati, SSos, MSc, pada Rabu, 3 Desember 2025, di Yogyakarta.
Pengakuan ini memiliki makna simbolik dan strategis. Ia menegaskan bahwa pendekatan gotong royong, berbasis data, dan dipimpin secara kolaboratif mampu menghasilkan dampak nyata. Lebih jauh, capaian Karangmojo menjadi cermin bagi wilayah lain bahwa penurunan stunting bukanlah mimpi yang mustahil.
Sebagaimana disampaikan oleh Kepala DPMKPPKB Gunungkidul, Drs. Sujarwo, MSi, keberhasilan ini menunjukkan bahwa peran penyuluh KB dan kelembagaan di tingkat kapanewon sangat menentukan dalam menyatukan langkah lintas sektor.
Atas capaian tersebut, Karangmojo ditetapkan sebagai best practice pelaksanaan Program GENTING di Kabupaten Gunungkidul. Penghargaan disampaikan oleh Sekretaris Perwakilan BKKBN DIY, Rohdhiana Sumariati, SSos, MSc, pada Rabu, 3 Desember 2025, di Yogyakarta.
Pengakuan ini memiliki makna simbolik dan strategis. Ia menegaskan bahwa pendekatan gotong royong, berbasis data, dan dipimpin secara kolaboratif mampu menghasilkan dampak nyata. Lebih jauh, capaian Karangmojo menjadi cermin bagi wilayah lain bahwa penurunan stunting bukanlah mimpi yang mustahil.
Sebagaimana disampaikan oleh Kepala DPMKPPKB Gunungkidul, Drs. Sujarwo, MSi, keberhasilan ini menunjukkan bahwa peran penyuluh KB dan kelembagaan di tingkat kapanewon sangat menentukan dalam menyatukan langkah lintas sektor.
Refleksi Penutup: Dari Karangmojo untuk Indonesia
Perjalanan GENTING di Karangmojo adalah kisah tentang keberanian untuk bergerak bersama. Ia mengajarkan bahwa program terbaik lahir bukan dari desain yang sempurna di atas kertas, melainkan dari kesediaan untuk belajar, memperbaiki, dan berjalan bersama masyarakat.
Karangmojo membuktikan bahwa pencegahan stunting dapat menjadi ruang perjumpaan nilai-nilai kemanusiaan: kepedulian, gotong royong, kepemimpinan, dan harapan. Di tengah berbagai keterbatasan, Karangmojo memilih untuk tidak menyerah, melainkan merajut kekuatan bersama demi generasi yang lebih sehat dan bermartabat.
Dalam konteks Indonesia yang tengah menatap bonus demografi dan Indonesia Emas 2045, kisah Karangmojo menjadi pengingat bahwa masa depan bangsa dibangun dari desa, dari keluarga, dan dari kepedulian yang nyata. GENTING di Karangmojo bukan sekadar program—ia adalah cermin bahwa ketika masyarakat bergerak bersama, perubahan bukan lagi sekadar wacana, melainkan kenyataan.(*)
Perjalanan GENTING di Karangmojo adalah kisah tentang keberanian untuk bergerak bersama. Ia mengajarkan bahwa program terbaik lahir bukan dari desain yang sempurna di atas kertas, melainkan dari kesediaan untuk belajar, memperbaiki, dan berjalan bersama masyarakat.
Karangmojo membuktikan bahwa pencegahan stunting dapat menjadi ruang perjumpaan nilai-nilai kemanusiaan: kepedulian, gotong royong, kepemimpinan, dan harapan. Di tengah berbagai keterbatasan, Karangmojo memilih untuk tidak menyerah, melainkan merajut kekuatan bersama demi generasi yang lebih sehat dan bermartabat.
Dalam konteks Indonesia yang tengah menatap bonus demografi dan Indonesia Emas 2045, kisah Karangmojo menjadi pengingat bahwa masa depan bangsa dibangun dari desa, dari keluarga, dan dari kepedulian yang nyata. GENTING di Karangmojo bukan sekadar program—ia adalah cermin bahwa ketika masyarakat bergerak bersama, perubahan bukan lagi sekadar wacana, melainkan kenyataan.(*)
0 Comments