Asyiknya Membuat Gelang Benang Jahit Bersama Remaja PIK-R Kartunis

Penulis: Devi Indah (PLKB Kapanewon Nglipar)


NGLIPAR | Jumat, 12/09, siang hari selepas salat Jumat, suasana di Padukuhan Sendowo Kidul, Kalurahan Kedungkeris, Kapanewon Nglipar tampak lebih hidup dari biasanya. Gedung posyandu yang biasanya digunakan untuk kegiatan kesehatan ibu dan balita, kali ini dipenuhi wajah-wajah muda penuh semangat. Mereka duduk berjajar rapi di atas tikar, lelesan dengan santai dan penuh canda, dan di bagian depan tampak beberapa gulungan dan untaian benang warna-warni yang langsung menarik perhatian.

Hari itu, Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIK-R) Kartunis Kedungkeris menggelar sebuah kegiatan unik: Penyuluhan dan Praktik Pembuatan Gelang Tangan Berbahan Benang Jahit.

Acara sederhana ini ternyata sarat makna. Di tengah gempuran gadget dan media sosial yang kerap membuat remaja larut dalam dunia maya, hadirnya kegiatan seperti ini menjadi oase: wadah yang menyalurkan energi positif, memperkaya keterampilan, sekaligus membuka peluang ekonomi kreatif.


Menyulam Harapan di Usia Remaja

PIK-R Kartunis sendiri sudah dikenal di Kedungkeris sebagai wadah pembinaan remaja. Program ini berorientasi pada PKBR (Persiapan Kehidupan Berumah Tangga bagi Remaja). Artinya, remaja tidak hanya diberi pengetahuan seputar kesehatan reproduksi, bahaya narkoba, atau pendidikan karakter, tetapi juga diberi ruang untuk mengembangkan keterampilan hidup yang nyata.

Itulah mengapa kegiatan kali ini terasa istimewa. Membuat gelang dari benang jahit, sekilas terdengar sederhana. Namun, bagi para remaja usia 10–24 tahun yang hadir dari tujuh padukuhan se-Kalurahan Kedungkeris, kegiatan ini adalah sesuatu yang baru dan menantang.

Sabrur Rohim, SAg, MSI, koordinator penyuluh KB dari Balai Penyuluhan KB Kapanewon Nglipar, membuka acara dengan penuh semangat. Dalam sambutannya, ia menekankan betapa pentingnya remaja memiliki keterampilan nyata di luar bangku sekolah.

“Anak-anak muda perlu punya bekal sebelum masuk kehidupan rumah tangga. Tidak hanya pengetahuan, tapi juga keterampilan. Membuat gelang seperti ini bisa jadi hobi yang menyehatkan, kegiatan yang positif, bahkan bisa berkembang menjadi usaha,” ujarnya, yang disambut anggukan peserta.

Kata-kata itu sederhana, tetapi menyentuh. Sebab di balik kegiatan membuat gelang, tersimpan pesan besar: remaja harus diarahkan pada hal-hal produktif, bukan terjebak pada candu gadget atau aktivitas yang tidak bermanfaat. "Ini juga sebagai ajang meningkatkan ketrampilan, siapa tahu esok kapan malah akan bernilai ekonomis buat masa depan kalian. Tetapi yang jelas, apa yang akan kalian lakukan sore ini sangat mengasyikkan," kata Pak Sabrur, sapaan akrabnya.


Dari Benang Menjadi Cerita

Materi pengantar disampaikan oleh Deni Nur Krisnawati, mahasiswa PPL Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang tengah melaksanakan praktik lapangan di Balai Penyuluhan KB Nglipar selama lebih dari 2 bulan terakhir. Dengan penuh percaya diri, Deni mengawali dengan kisah tentang gelang benang jahit di berbagai kebudayaan.

“Di beberapa negara, gelang dari benang ini bukan sekadar hiasan. Ada yang memaknainya sebagai simbol persahabatan, simbol cinta dan kasih sayang, ada juga yang menjadikannya jimat keberuntungan. Tidak hanya bernilai seni, bahkan pada benang dengan warna tertentu ada nilai filosofinya sangat dalam,” jelas Deni sambil menunjukkan contoh gelang warna-warni yang sudah jadi di layar LCD (yang tersambung dengan laptop).

Remaja yang hadir tampak antusias. Ada yang berbisik kecil dengan temannya, ada yang mencoba meraba-raba benang di hadapan mereka. Warna merah, biru, hijau, kuning, dan ungu membuat ruangan terasa lebih ceria.

Deni melanjutkan penjelasannya dengan menyentuh aspek ekonomis. “Kalau kalian serius, membuat gelang ini bisa jadi peluang usaha. Modalnya kecil, tapi kalau dikemas dengan baik, bisa dijual di pasar atau online. Bayangkan, dari benang sederhana, bisa menghasilkan uang,” kata Deni sambil tersenyum.

Wow...! Kata-kata itu memicu semangat baru. Beberapa remaja langsung membayangkan produk buatan tangan mereka dipakai teman-teman, atau bahkan terjual secara daring.


Praktik yang Menghidupkan Suasana

Bagian paling ditunggu akhirnya tiba: praktik membuat gelang. Bersama rekannya Agnes Erlina Wikarisvi, Deni membimbing para peserta tahap demi tahap.

Awalnya, beberapa remaja terlihat canggung. Ada yang kesulitan mengikat simpul awal, ada pula yang benangnya kusut. Namun suasana cepat mencair. Tawa riang terdengar saat seorang peserta salah menarik simpul hingga gelangnya jadi miring.

“Tenang, namanya juga belajar. Nanti lama-lama bisa,” kata Agnes menenangkan, sambil dengan sabar membetulkan simpul salah satu peserta.

Famelya Sayekti, SPd, penyuluh KB lainnya yang hadir, juga turun tangan. Ia mendampingi beberapa peserta yang tampak kesulitan. Sementara itu, Sabrur Rohim sesekali memberi semangat, “Kalau jadi nanti, bisa langsung dipakai. Pasti bangga hasil karya sendiri.”

Tak terasa, ruangan posyandu penuh dengan aktivitas. Jari-jari remaja bergerak lincah, menyulam benang demi benang, menyatukannya menjadi pola sederhana yang perlahan membentuk gelang.


Wajah-Wajah Penuh Semangat

Di sudut ruangan, tampak Syifa Salwa Arta , salah satu anggota PIK-R Kartunis dari Padukuhan Sendowo Lor. Wajahnya serius, matanya fokus ke benang merah yang sedang ia rajut. Saat berhasil menyelesaikan gelang pertamanya, ia tersenyum lebar.

“Senang sekali, Kak. Ternyata tidak sulit kalau sabar. Besok saya mau coba lagi di rumah,” katanya dengan penuh semangat.

Sementara itu, Muhammad Lutfi ES (18 tahun), remaja dari Sendowo Kidul yang juga sebagai Ketua PIK-R Kartunis, mengaku awalnya merasa aneh belajar membuat gelang. “Saya kira ini cuma buat cewek. Tapi ternyata asyik juga. Malah bisa jadi usaha kalau ditekuni,” ucapnya sambil menunjukkan gelang biru-hitam hasil kreasinya.

Cerita-cerita sederhana seperti ini membuat kegiatan terasa hidup. Bukan sekadar belajar keterampilan, tapi juga membangun rasa percaya diri.


Kader yang Selalu Siaga

Di balik antusiasme remaja, ada pula peran para kader IMP dan PPKBD dari berbagai padukuhan di Kedungkeris. Mereka hadir bukan hanya sebagai pendamping, tetapi juga sebagai penggerak yang menjaga keberlangsungan kegiatan PIK-R.

“Remaja perlu diarahkan. Kalau tidak, mudah sekali terpengaruh hal-hal negatif. Jadi, kegiatan seperti ini harus sering dilakukan,” ujar Rita Dwi Atuti, PPKBD Kalurahan Kedungkeris, sambil memperhatikan anak-anak muda yang sibuk dengan benangnya.


Lebih dari Sekadar Gelang

Menjelang sore, satu per satu remaja berhasil menyelesaikan gelang buatan tangan mereka. Ada yang masih sederhana, ada pula yang sudah cukup rapi. Semua memamerkan hasilnya dengan wajah bangga.

Sebelum acara ditutup, Deni kembali memberikan pesan singkat. “Ingat, ini bukan hanya tentang gelang. Ini tentang kesabaran, kreativitas, dan bagaimana kalian bisa menciptakan sesuatu dari hal kecil.”

Sementara itu, Sabrur Rohim menutup kegiatan dengan mengingatkan kembali visi besar di balik acara ini. “Keterampilan kecil bisa jadi langkah besar. Semoga ini menjadi awal kalian mengisi waktu dengan kegiatan bermanfaat, jauh dari hal negatif, dan siap menjadi generasi tangguh, generasi berencana (GenRe)...!”


Menyulam Masa Depan

Kegiatan berakhir dengan foto bersama. Para remaja berdiri berjejer, menunjukkan gelang buatan mereka dengan wajah sumringah. Lihatlah, di balik foto itu, tersimpan pesan yang lebih dalam, bahwa bisa jadi masa depan bisa disulam dari hal-hal sederhana, asalkan ada niat, kesungguhan, dan bimbingan yang tepat.

Di tengah derasnya arus modernisasi, PIK-R Kartunis Kedungkeris belajar satu hal penting: dari seutas benang, mereka bisa menenun keterampilan, persahabatan, dan bahkan (siapa tahu) masa depan yang lebih baik.

Karena sesungguhnya, gelang yang melingkar di pergelangan tangan mereka bukan sekadar hiasan, melainkan simbol harapan dan perjalanan menuju kedewasaan.(*)
0 Viewers

Post a Comment

0 Comments

The Magazine