NGLIPAR | Dalam rangka mengakselerasi upaya percepatan pencegahan dan penurunan stunting di Kabupaten Gunungkidul, Pemerintah Kabupaten melalui Bupati Gunungkidul telah menerbitkan Surat Edaran Nomor 35 Tahun 2025. Surat ini secara khusus ditujukan kepada seluruh Panewu di 18 kapanewon se-Kabupaten Gunungkidul, sebagai bentuk penguatan kebijakan daerah dalam mendukung program nasional percepatan penurunan stunting. Salah satu implementasi utama dari surat edaran tersebut adalah pelaksanaan kegiatan Monitoring dan Evaluasi (Monev) Serentak terhadap Pelayanan Posyandu di setiap kalurahan di wilayah masing-masing kapanewon.
Menindaklanjuti hal tersebut, Pemerintah Kapanewon Nglipar di bawah komando Sustiwiningsih, STP, bergerak cepat dengan menyelenggarakan kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pelayanan Posyandu Tingkat Kapanewon Nglipar secara serentak pada tanggal 8 hingga 11 Juli 2025. Kegiatan ini dilaksanakan di tujuh padukuhan yang masing-masing merepresentasikan tujuh kalurahan yang ada di wilayah Nglipar, yaitu:
1. Padukuhan Kwarasan Kulon, Kalurahan Kedungkeris (Selasa, 8/7)
2. Padukuhan Kedungpoh Kulon, Kalurahan Kedungpoh (Selasa, 8/7)
3. Padukuhan Karangsari, Kalurahan Pengkol (Rabu, 9/7)
4. Padukuhan Randu, Kalurahan Katongan (Rabu, 9/7)
5. Padukuhan Ngelorejo, Kalurahan Natah (Kamis, 10/7)
6. Padukuhan Nglipar Kidul, Kalurahan Nglipar (Jumat, 11/7), serta
7. Padukuhan Sriten, Kalurahan Pilangrejo (Jumat, 11/7)
Setiap kegiatan pelayanan posyandu di lokasi sampel dilaksanakan di balai padukuhan setempat, tempat di mana pelayanan posyandu rutin biasanya diselenggarakan. Pelaksanaan monev ini tidak mengubah alur kegiatan posyandu yang telah berlangsung sebagaimana mestinya, namun menambahkan fungsi pengawasan, pendampingan, serta edukasi yang dilakukan oleh tim monitoring untuk memastikan kualitas pelayanan dan ketercapaian sasaran utama: ibu hamil dan balita.
Menindaklanjuti hal tersebut, Pemerintah Kapanewon Nglipar di bawah komando Sustiwiningsih, STP, bergerak cepat dengan menyelenggarakan kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pelayanan Posyandu Tingkat Kapanewon Nglipar secara serentak pada tanggal 8 hingga 11 Juli 2025. Kegiatan ini dilaksanakan di tujuh padukuhan yang masing-masing merepresentasikan tujuh kalurahan yang ada di wilayah Nglipar, yaitu:
1. Padukuhan Kwarasan Kulon, Kalurahan Kedungkeris (Selasa, 8/7)
2. Padukuhan Kedungpoh Kulon, Kalurahan Kedungpoh (Selasa, 8/7)
3. Padukuhan Karangsari, Kalurahan Pengkol (Rabu, 9/7)
4. Padukuhan Randu, Kalurahan Katongan (Rabu, 9/7)
5. Padukuhan Ngelorejo, Kalurahan Natah (Kamis, 10/7)
6. Padukuhan Nglipar Kidul, Kalurahan Nglipar (Jumat, 11/7), serta
7. Padukuhan Sriten, Kalurahan Pilangrejo (Jumat, 11/7)
Setiap kegiatan pelayanan posyandu di lokasi sampel dilaksanakan di balai padukuhan setempat, tempat di mana pelayanan posyandu rutin biasanya diselenggarakan. Pelaksanaan monev ini tidak mengubah alur kegiatan posyandu yang telah berlangsung sebagaimana mestinya, namun menambahkan fungsi pengawasan, pendampingan, serta edukasi yang dilakukan oleh tim monitoring untuk memastikan kualitas pelayanan dan ketercapaian sasaran utama: ibu hamil dan balita.
Kegiatan yang Menyatukan Berbagai Elemen
Kegiatan ini tidak hanya menjadi bentuk implementasi kebijakan administratif, namun juga sekaligus menjadi momentum untuk mempererat sinergi antar lintas sektor di tingkat kapanewon. Kapanewon Nglipar membentuk dua tim monitoring yang bertugas secara bergiliran mengunjungi lokasi-lokasi yang telah ditentukan.
Tim 1 terdiri atas:
1. Panewu Nglipar
2. Danramil
3. Kapolsek
4. Kepala UPT Puskesmas I Nglipar
5. Kepala KUA
6. Koordinator Penyuluh KB
7. Perwakilan Pendamping Desa/Kalurahan
8. Bidan Pembina Desa
9. Lurah dari kalurahan yang dikunjungi
10. Kader PPKBD
11. Kader TPK
12. Kader KPM
Sedangkan Tim 2 terdiri dari unsur pelaksana dan penggerak yang tak kalah penting, yaitu:
1. Panewu Anom
2. Perwakilan KUA
3. Kepala UPT Puskesmas II Nglipar
4. Korwil Bidang Pendidikan
5. Bhabinkamtibmas
6. Bhabinsa
7. Perwakilan Pendamping Desa
Kegiatan ini tidak hanya menjadi bentuk implementasi kebijakan administratif, namun juga sekaligus menjadi momentum untuk mempererat sinergi antar lintas sektor di tingkat kapanewon. Kapanewon Nglipar membentuk dua tim monitoring yang bertugas secara bergiliran mengunjungi lokasi-lokasi yang telah ditentukan.
Tim 1 terdiri atas:
2. Danramil
3. Kapolsek
4. Kepala UPT Puskesmas I Nglipar
5. Kepala KUA
6. Koordinator Penyuluh KB
7. Perwakilan Pendamping Desa/Kalurahan
8. Bidan Pembina Desa
9. Lurah dari kalurahan yang dikunjungi
10. Kader PPKBD
11. Kader TPK
12. Kader KPM
Sedangkan Tim 2 terdiri dari unsur pelaksana dan penggerak yang tak kalah penting, yaitu:
1. Panewu Anom
2. Perwakilan KUA
3. Kepala UPT Puskesmas II Nglipar
4. Korwil Bidang Pendidikan
5. Bhabinkamtibmas
6. Bhabinsa
7. Perwakilan Pendamping Desa
8. Bidan Pembina Desa
9. Lurah Kalurahan ybs
10. Kader PPKBD
11. Kader TPK
12. Kader KPM
Setiap hari, dua lokasi posyandu dikunjungi oleh dua tim yang dibagi sesuai rute yang telah dirancang sebelumnya. Khusus pada hari Kamis, 10 Juli 2025, kegiatan hanya berlangsung di satu lokasi.
10. Kader PPKBD
11. Kader TPK
12. Kader KPM
Setiap hari, dua lokasi posyandu dikunjungi oleh dua tim yang dibagi sesuai rute yang telah dirancang sebelumnya. Khusus pada hari Kamis, 10 Juli 2025, kegiatan hanya berlangsung di satu lokasi.
Suasana Posyandu dan Rangkaian Pelayanan
Meski sedang berlangsung kegiatan monev, pelayanan posyandu tetap berjalan dengan nuansa yang akrab dan partisipatif. Masyarakat tetap datang seperti biasa, membawa balita dan anak-anak mereka untuk mengikuti layanan dasar kesehatan yang telah menjadi bagian penting dari keseharian mereka. Di beberapa posyandu, sejumlah ibu hamil dan lansia juga ikut hadir dalam kegiatan posyandu. Proses layanan di posyandu sudah baku seperti biasanya, yakni antara lain meliputi:
1. Pendaftaran dan pencatatan
2. Penimbangan dan pengukuran tinggi badan
3. Pemeriksaan status gizi dan tumbuh kembang anak
4. Pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk pelayanan KB
5. Penyuluhan atau edukasi kesehatan untuk ibu baduta, ibu balita, dan ibu hamil
6. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kepada balita dan ibu hamil
Yang membedakan kali ini adalah kehadiran tokoh-tokoh dari unsur pemerintahan dan pelayanan publik yang tidak hanya mengawasi, namun juga turut memberikan kontribusi langsung dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE). Panewu Nglipar, Sustiwiningsih, STP dan penyuluh KB (Sabrur Rohim dan Famelya), khususnya, secara aktif menyampaikan pesan-pesan pencegahan stunting kepada para ibu baduta, ibu balita, dan ibu hamil hadir. Beberapa topik yang dibahas antara lain:
1. Pentingnya kecukupan gizi selama 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
2. Pola konsumsi makanan bergizi seimbang
3. Praktik pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI yang tepat
4. Kebersihan lingkungan dan perilaku hidup bersih sehat
5. Peran keluarga dalam pemantauan tumbuh kembang anak
Meski sedang berlangsung kegiatan monev, pelayanan posyandu tetap berjalan dengan nuansa yang akrab dan partisipatif. Masyarakat tetap datang seperti biasa, membawa balita dan anak-anak mereka untuk mengikuti layanan dasar kesehatan yang telah menjadi bagian penting dari keseharian mereka. Di beberapa posyandu, sejumlah ibu hamil dan lansia juga ikut hadir dalam kegiatan posyandu. Proses layanan di posyandu sudah baku seperti biasanya, yakni antara lain meliputi:
1. Pendaftaran dan pencatatan
2. Penimbangan dan pengukuran tinggi badan
3. Pemeriksaan status gizi dan tumbuh kembang anak
4. Pelayanan kesehatan ibu dan anak, termasuk pelayanan KB
5. Penyuluhan atau edukasi kesehatan untuk ibu baduta, ibu balita, dan ibu hamil
6. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kepada balita dan ibu hamil
Yang membedakan kali ini adalah kehadiran tokoh-tokoh dari unsur pemerintahan dan pelayanan publik yang tidak hanya mengawasi, namun juga turut memberikan kontribusi langsung dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE). Panewu Nglipar, Sustiwiningsih, STP dan penyuluh KB (Sabrur Rohim dan Famelya), khususnya, secara aktif menyampaikan pesan-pesan pencegahan stunting kepada para ibu baduta, ibu balita, dan ibu hamil hadir. Beberapa topik yang dibahas antara lain:
1. Pentingnya kecukupan gizi selama 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
2. Pola konsumsi makanan bergizi seimbang
3. Praktik pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI yang tepat
4. Kebersihan lingkungan dan perilaku hidup bersih sehat
5. Peran keluarga dalam pemantauan tumbuh kembang anak
Salah satu momen yang paling mengesankan dalam rangkaian kegiatan Monitoring dan Evaluasi Pelayanan Posyandu Tingkat Kapanewon Nglipar adalah penyuluhan langsung dari Panewu Nglipar, Sustiwiningsih, STP, yang tidak sekadar hadir sebagai pemimpin wilayah, tetapi juga tampil sebagai komunikator yang hangat dan inspiratif di hadapan para ibu dan kader posyandu/KB. Dalam setiap lokasi yang dikunjungi, Panewu menyampaikan pesan yang konsisten, menyentuh, dan sangat relevan dengan kondisi keluarga-keluarga di pedesaan: pentingnya air susu ibu (ASI) yang cukup dan berkualitas sebagai garda terdepan pencegahan stunting.
Menurut Panewu, upaya penurunan stunting di tingkat akar rumput—yakni di tingkat rumah tangga—tidak bisa hanya mengandalkan layanan kesehatan formal. Justru peran keluarga sangat menentukan keberhasilan tumbuh kembang anak, terutama dalam hal pemberian gizi yang memadai bagi ibu hamil dan ibu menyusui. ASI, yang merupakan makanan utama dan paling sempurna bagi bayi, tidak datang begitu saja tanpa proses dan dukungan.
“ASI itu bukan sekadar keluar dengan sendirinya. Ia adalah hasil dari apa yang dimakan ibunya. Kalau ibunya gizinya cukup, makannya bergizi dan seimbang, pasti ASI-nya juga berkualitas. Tapi kalau ibunya makannya seadanya, tidak bergizi, jangan berharap anaknya tumbuh sehat,” tegasnya di hadapan para ibu di Padukuhan Karangsari, Kalurahan Pengkol.
Dari sinilah beliau kemudian mengenalkan gagasan sederhana tapi revolusioner kepada masyarakat: “Kulkas Hidup.”
Bukan Kulkas Listrik, Tapi Sumber Pangan Segar
Dalam banyak kunjungan lapangannya ke padukuhan-padukuhan, Sustiwiningsih mengangkat istilah “kulkas hidup” untuk menggugah kesadaran keluarga akan pentingnya ketahanan pangan di rumah tangga. Kulkas hidup yang dimaksud bukanlah lemari pendingin berbasis listrik, melainkan kebun pangan mandiri yang menyediakan aneka kebutuhan gizi keluarga secara berkelanjutan.
“Kita ini sering iri lihat orang punya kulkas listrik, padahal belum tentu isinya ada apa-apa. Tapi kalau kita punya ‘kulkas hidup’, isinya pasti ada: ada sayur dari kebun, buah dari halaman, ada telur dari kandang ayam, ada ikan lele dari kolam. Ini yang sebetulnya kita butuhkan untuk hidup sehat,” ungkap Panewu dengan semangat, yang langsung disambut anggukan para kader dan ibu-ibu yang hadir.
Menurutnya, satu keluarga tidak perlu lahan luas untuk memiliki kulkas hidup. Bahkan di halaman sempit sekalipun, kebun sayur vertikal atau pot-pot gantung dapat ditanamkan dengan sayuran cepat panen seperti bayam, kangkung, sawi, tomat, dan cabai. Sebuah kandang kecil cukup untuk memelihara beberapa ekor ayam petelur, dan kolam terpal pun cukup memadai untuk budi daya lele.
Dengan adanya sumber pangan segar di sekitar rumah, keluarga akan jauh lebih siap memenuhi kebutuhan gizi harian. Tidak hanya untuk anak-anak, tapi juga untuk ibu menyusui yang memerlukan asupan bergizi demi produksi ASI yang optimal.
Pendidikan Gizi yang Membumi
Pesan-pesan yang disampaikan Panewu selalu dibalut dengan bahasa yang membumi, tidak menggurui, dan sangat kontekstual dengan kehidupan warga. Ia menyadari bahwa bicara soal gizi seringkali dianggap topik yang "berat", padahal sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.
“Pentingnya gizi bukan soal mahal atau tidak. Bukan soal harus beli susu merek luar negeri. Tapi bagaimana keluarga bisa kreatif memanfaatkan potensi yang ada di sekitar rumah untuk makanan bergizi,” ujarnya.
Di sela-sela penyuluhan, Panewu juga sempat berdialog dengan para ibu yang sedang menimbang bayinya. Ia menanyakan langsung, apakah mereka rutin mengonsumsi sayur, buah, dan lauk bergizi, serta mengajak mereka melihat contoh kebun dan kolam yang telah dimiliki warga lain di dusun sebagai inspirasi.
Pesan Panewu ini menjadi sangat relevan dan menyentuh, terutama karena sebagian besar warga di wilayah Nglipar memang masih mengandalkan sektor pertanian dan peternakan skala kecil untuk kehidupan sehari-hari. Alih-alih melihatnya sebagai keterbatasan, Panewu justru mendorong warga untuk memanfaatkan potensi tersebut secara maksimal sebagai modal dalam memperbaiki kualitas gizi keluarga.
Pesan-pesan yang disampaikan Panewu selalu dibalut dengan bahasa yang membumi, tidak menggurui, dan sangat kontekstual dengan kehidupan warga. Ia menyadari bahwa bicara soal gizi seringkali dianggap topik yang "berat", padahal sebenarnya sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.
“Pentingnya gizi bukan soal mahal atau tidak. Bukan soal harus beli susu merek luar negeri. Tapi bagaimana keluarga bisa kreatif memanfaatkan potensi yang ada di sekitar rumah untuk makanan bergizi,” ujarnya.
Di sela-sela penyuluhan, Panewu juga sempat berdialog dengan para ibu yang sedang menimbang bayinya. Ia menanyakan langsung, apakah mereka rutin mengonsumsi sayur, buah, dan lauk bergizi, serta mengajak mereka melihat contoh kebun dan kolam yang telah dimiliki warga lain di dusun sebagai inspirasi.
Pesan Panewu ini menjadi sangat relevan dan menyentuh, terutama karena sebagian besar warga di wilayah Nglipar memang masih mengandalkan sektor pertanian dan peternakan skala kecil untuk kehidupan sehari-hari. Alih-alih melihatnya sebagai keterbatasan, Panewu justru mendorong warga untuk memanfaatkan potensi tersebut secara maksimal sebagai modal dalam memperbaiki kualitas gizi keluarga.
Menuju Keluarga Mandiri Gizi
Konsep “kulkas hidup” yang diperkenalkan Panewu bukan sekadar ide—ia adalah strategi pemberdayaan keluarga yang praktis, murah, dan bisa diterapkan siapa saja. Dengan cara ini, keluarga didorong untuk tidak bergantung sepenuhnya pada bantuan pangan atau layanan kesehatan, melainkan menjadi pelaku aktif dalam menciptakan ketahanan gizi dari rumah masing-masing.
Dalam konteks pencegahan stunting, intervensi semacam ini sangat penting. Sebab, sebagaimana ditekankan Panewu di setiap kesempatan, perubahan besar selalu dimulai dari langkah-langkah kecil di rumah sendiri.
Konsep “kulkas hidup” yang diperkenalkan Panewu bukan sekadar ide—ia adalah strategi pemberdayaan keluarga yang praktis, murah, dan bisa diterapkan siapa saja. Dengan cara ini, keluarga didorong untuk tidak bergantung sepenuhnya pada bantuan pangan atau layanan kesehatan, melainkan menjadi pelaku aktif dalam menciptakan ketahanan gizi dari rumah masing-masing.
Dalam konteks pencegahan stunting, intervensi semacam ini sangat penting. Sebab, sebagaimana ditekankan Panewu di setiap kesempatan, perubahan besar selalu dimulai dari langkah-langkah kecil di rumah sendiri.
0 Comments