Melayani Sepenuh Hati, Menjaga Masa Depan: Refleksi Program Quick Wins di DIY

Oleh: Sabrur Rohim, SAg, MSI (PKB Girisubo)

Yogyakarta | Bertempat di LPP Garden Hotel, Kamis, 12/6, dalam suasana yang penuh semangat kolaboratif, Kepala Perwakilan Kemendukbangga/BKKBN Daerah Istimewa Yogyakarta, Muhamad Iqbal Apriansyah, SH, MPH, menyampaikan arah kebijakan dan refleksi program dalam acara “Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan Program Pembangunan Keluarga dan Pencegahan Stunting” tingkat DIY. Acara ini dihadiri oleh seluruh Koordinator Penyuluh KB se-DIY, yang menjadi ujung tombak kerja BKKBN di lapangan.

Dalam pemaparannya, Iqbal membuka dengan satu fakta penting: jumlah penduduk DIY saat ini mencapai sekitar 3,8 juta jiwa. Dari angka ini, terlihat dengan jelas bahwa peran strategis jajaran Kemendukbangga/BKKBN sangat dibutuhkan dalam memastikan layanan pembangunan keluarga benar-benar hadir di tengah masyarakat. “Tugas kita adalah bagaimana kita bisa hadir dan memberi manfaat seluas-luasnya bagi masyarakat,” tegasnya.


Sosialisasi Nomenklatur Baru dan Implementasi Quick Wins

Sejak perubahan nomenklatur menjadi Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) yang menyatukan berbagai aspek pembangunan keluarga, tantangan utama adalah bagaimana menghadirkan wajah baru lembaga ini di tengah masyarakat. Iqbal menyebut bahwa “satu nafas” dalam menyosialisasikan nomenklatur tersebut sangat penting, agar publik memahami bahwa BKKBN kini membawa mandat yang lebih luas dari sekadar program keluarga berencana.

Implementasi nomenklatur baru ini bukan sekadar perubahan nama, tetapi juga diwujudkan dalam program-program nyata yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Oleh karena itu, Quick Wins BKKBN hadir sebagai perwujudan semangat perubahan tersebut. Lima program prioritas—TAMASYA, GATI, GENTING, SIDAYA, dan SuperApps Keluarga Indonesia—menjadi alat ukur seberapa kuat dan nyata langkah BKKBN dalam melayani masyarakat secara langsung, cepat, dan berdampak.


SDM Kemendukbangga/BKKBN

Iqbal menjelaskan bahwa secara nasional, Kemendukbangga/BKKBN memiliki kekuatan besar dalam sumber daya manusia, yakni 16 ribu penyuluh KB yang tersebar di lebih dari 500 kabupaten/kota, serta sekitar 6 ribu pegawai termasuk pejabat struktural di tingkat pusat dan provinsi. “Dengan semangat yang sama, semua komponen ini harus bergerak serempak,” tegasnya.

Mereka bukan sekadar ASN atau petugas lapangan, melainkan jembatan antara kebijakan dan kebutuhan masyarakat. Karena itu, Iqbal menekankan pentingnya pendekatan siklus hidup dalam menjalankan tugas—sebuah filosofi bahwa pendampingan tidak hanya berhenti pada satu titik usia atau satu intervensi, melainkan harus mengikuti perjalanan hidup manusia dari lahir hingga lanjut usia.


Tentang Quick Wins

1. TAMASYA – Taman Asuh Sayang Anak

Program TAMASYA merupakan upaya menghadirkan tempat penitipan anak yang aman, sehat, dan mendidik di tiap kapanewon. Iqbal menegaskan pentingnya pemantauan keberadaan kelembagaan TAMASYA, termasuk input data progres dan penguatan kapasitas pengasuh.

TAMASYA bukan hanya soal fasilitas fisik, tapi juga menyangkut kualitas pengasuhan anak usia dini—fase emas yang menentukan masa depan. Dalam konteks ini, peran penyuluh KB menjadi vital, memastikan bahwa fasilitas yang ada benar-benar berfungsi sesuai standar dan menjangkau keluarga-keluarga yang membutuhkan.


2. GATI – Gerakan Ayah Teladan Indonesia

Kehadiran ayah dalam pengasuhan kerap terpinggirkan dalam narasi umum pembangunan keluarga. Melalui program GATI, BKKBN ingin mendorong munculnya sosok pionir ayah teladan di setiap wilayah, yang bisa menjadi panutan dalam menerapkan pola asuh yang positif dan setara.

Iqbal berharap ada dokumentasi nyata dari pola pengasuhan yang dilakukan para ayah teladan tersebut. Dengan berbagi praktik baik ini, perubahan budaya pengasuhan bisa lebih cepat terakselerasi, dan anak-anak bisa tumbuh dalam atmosfer keluarga yang penuh kasih dan dukungan dari kedua orang tuanya.


3. GENTING – Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting

GENTING menjadi program yang sangat menonjol, karena menyentuh langsung isu stunting yang menjadi perhatian nasional. Dalam pelaksanaannya, para penyuluh KB telah bergerak berdasarkan data Keluarga Risiko Stunting (KRS) yang valid di wilayah binaan masing-masing.

Namun demikian, Iqbal menyampaikan bahwa masih ada PR besar yang perlu dijawab: seberapa jauh sebenarnya progres program GENTING ini? Pertanyaan ini tidak hanya berasal dari internal BKKBN, tetapi juga dari Menteri Kemendukbangga/BKKBN, Dr Wihaji, SAg, MPd, yang secara rutin menanyakan pencapaian program ini.

Dalam konteks ini, GENTING di beberapa wilayah terintegrasi dengan program MBG (Makan Bergizi Gratis)—yang unik karena hanya Indonesia yang menjalankan program seperti ini, dengan peran BKKBN yang sangat dominan, terutama melalui kinerja penyuluh KB di lapangan. Sasaran dari MBG mencakup ibu hamil, ibu menyusui, dan balita non-PAUD, yang secara nyata menerima distribusi makanan bergizi. Lebih dari itu, pencapaian program ini juga dimonitor melalui dashboard digital, sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas publik.


4. SIDAYA – Lansia Berdaya

DIY memiliki salah satu proporsi lansia tertinggi di Indonesia, yaitu 16,6% dari total populasi. Program SIDAYA atau Lansia Berdaya menjadi sangat relevan untuk konteks ini. Iqbal menyampaikan apresiasi atas inisiatif pembentukan Sekolah Lansia yang telah dilakukan di beberapa kapanewon kabupaten/kota Prov DIY.

Sekolah Lansia bukan sekadar ruang belajar, tetapi wadah aktualisasi, interaksi sosial, dan pemberdayaan yang menjaga martabat serta kebahagiaan para lansia. Dalam pelaksanaannya, Iqbal mendorong agar ada koordinasi aktif dengan Bappeda di tiap daerah, guna memastikan bahwa program ini tidak hanya eksis, tetapi juga berkelanjutan dan mendapat dukungan kebijakan yang kuat.


Dari Yogyakarta, untuk Indonesia

Di akhir pemaparannya, Iqbal menyampaikan sebuah pesan penting yang patut direnungi oleh seluruh jajaran penyuluh KB: apa yang kita lakukan hari ini, bukan hanya untuk hari ini, tetapi untuk hari-hari ke depan; untuk anak dan cucu kita.

Yogyakarta, menurutnya, bisa menjadi titik awal dari perubahan besar. “Kalau kita keluar rumah, melihat anak-anak yang ceria, ibu-ibu yang sehat, dan lansia yang tetap aktif, percayalah—ada kontribusi dari tangan-tangan kerja bapak ibu sekalian,” ungkapnya dengan penuh rasa haru dan kebanggaan.

Iqbal juga menekankan bahwa setiap PKB memiliki konteks dan tantangan wilayah yang berbeda, dan dari situlah akan lahir ide serta karya yang khas. Tidak harus sama, tetapi semua harus memiliki nilai dan legacy dalam pengabdiannya kepada masyarakat. “Mari kita awali dari sini, dari Yogyakarta,” pungkasnya.

Demikianlah, apa yang disampaikan Iqbal bukan hanya sebuah laporan kinerja, tetapi juga pengingat bahwa perubahan sosial yang nyata dimulai dari lapangan. Dari satu kunjungan rumah ke rumah, dari satu sesi konseling ke kelompok dasawisma, dari satu penyaluran bantuan ke ibu hamil yang membutuhkan. Setiap langkah kecil adalah investasi masa depan bangsa.

Dengan semangat "melayani sepenuh hati", Quick Wins bukan hanya target tahunan, tetapi langkah bersama menuju Indonesia yang lebih sehat, setara, dan berdaya. Dan semua itu dimulai dari sini: Yogyakarta.(*)

0 Viewers

Post a Comment

0 Comments

The Magazine