Jalan Berliku Menuju Angka Stunting 14% Tahun 2024 di Kabupaten Gunungkidul; Optimalisasi Peran KPM di Posyandu

Oleh: Erlando Henriques (Staf Ahli Stunting BKKBN Kabupaten Gunungkidul)

Stunting sebagaimana tertulis dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.

Stunting sendiri disebabkan berbagai faktor yang di bagi menjadi dua indikator yaitu spesifik (kesehatan) dan sensitif (non kesehatan). Adapun beberapa penyebab berdasarkan indikator spesifik antara lain kurangnya asupan gizi pada balita, ibu hamil, adanya penyakit penyerta dan berbagai hal yang berhubungan dengan faktor kesehatan sedangkan sensitif disebabkan antara lain akses air minum dan air bersih, sanitasi yang tidak layak, kondisi rumah tidak layak huni, tidak adanya jaminan kesehatan, kurangnya pengetahuan tentang gizi, pola asuh, kurangnya dukungan pekarangan, terbatasnya akses informasi serta berbagai faktor non kesehatan.


A. Pencegahan Stunting

Pencegahan stunting memerlukan pendekatan komprehensif dari berbagai sektor yang melibatkan sinergi pemerintah, tenaga kesehatan, komunitas, dan keluarga. Dari sisi pemerintah sebagai pengampu kebijakan, terdapat sejumlah langkah yang dapat diambil untuk menekan angka stunting secara efektif. Berikut ini adalah beberapa strategi yang dapat diterapkan pemerintah untuk pencegahan stunting.

1. Perumusan Kebijakan Multi-Sektor

Stunting bukan hanya masalah kesehatan, melainkan masalah multidimensional yang membutuhkan kebijakan lintas sektor. Pemerintah dapat menetapkan kebijakan yang melibatkan berbagai kementerian seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Pendidikan, dan Kementerian Pekerjaan Umum untuk menjamin lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak. Dengan melibatkan berbagai sektor, pemerintah dapat mengatasi faktor-faktor yang berkontribusi pada stunting, seperti kemiskinan, kurangnya akses air bersih, sanitasi buruk, serta rendahnya pendidikan ibu dan gizi keluarga.

2. Peningkatan Akses Layanan Kesehatan

Pemerintah harus memastikan akses pelayanan kesehatan yang memadai bagi ibu hamil, bayi, dan balita, khususnya di daerah terpencil. Ini bisa dilakukan dengan memperkuat infrastruktur puskesmas, posyandu, dan klinik kesehatan serta menambah tenaga kesehatan yang kompeten di daerah-daerah yang kekurangan. Layanan kesehatan dasar seperti imunisasi lengkap, pemeriksaan kehamilan, dan pemantauan tumbuh kembang balita sangat penting untuk mendeteksi dan mencegah stunting sejak dini. Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan adanya ketersediaan fasilitas untuk mendeteksi masalah kesehatan ibu dan anak yang mempengaruhi pertumbuhan.

3. Pemberian Suplemen Gizi dan Peningkatan Akses Pangan

Pemerintah dapat memperluas akses pangan bergizi bagi keluarga berisiko stunting, khususnya yang berada di bawah garis kemiskinan. Program bantuan pangan yang mengedepankan asupan protein hewani dan mikronutrien dapat membantu mencegah malnutrisi pada ibu hamil dan balita. Program seperti bantuan pangan nontunai (BPNT), bantuan langsung tunai (BLT), serta pengembangan kebun keluarga di rumah juga dapat diperkenalkan untuk membantu keluarga memenuhi kebutuhan gizi. Pemberian suplemen zat besi, tablet tambah darah, serta vitamin A pada ibu hamil dan balita juga perlu diperluas sebagai langkah preventif.

4. Edukasi dan Kampanye Kesadaran Gizi

Edukasi yang berfokus pada gizi dan pola makan seimbang bagi keluarga sangat penting dalam upaya pencegahan stunting. Pemerintah bisa menjalankan program edukasi yang melibatkan ibu hamil, ibu menyusui, dan kader posyandu untuk memahami pentingnya asupan nutrisi yang seimbang dan gizi anak. Pemerintah dapat mengadakan pelatihan bagi Kader Pembangunan Manusia (KPM) untuk memberikan informasi terkait gizi, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), dan sanitasi lingkungan. Melalui posyandu dan pusat kesehatan masyarakat, pemerintah dapat menjalankan kampanye secara teratur tentang pentingnya nutrisi dan pola asuh yang benar untuk anak usia 0–2 tahun, yang dikenal sebagai periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

5. Penguatan Sistem Monitoring dan Evaluasi

Pemerintah perlu memperkuat sistem monitoring untuk memantau kondisi kesehatan dan gizi anak-anak secara berkala melalui sistem informasi yang terpadu, seperti aplikasi e-PPGBM (Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat). Sistem ini memungkinkan pemerintah memantau data kesehatan dan gizi balita secara real-time sehingga dapat segera memberikan intervensi yang diperlukan. Selain itu, monitoring ini juga harus disertai dengan evaluasi berkala terhadap program-program stunting untuk mengetahui efektivitas dan kendala yang dihadapi, sehingga dapat dilakukan perbaikan di masa mendatang.

6. Peningkatan Kualitas Infrastruktur Air dan Sanitasi

Akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak sangat penting untuk pencegahan stunting, mengingat infeksi berulang dari lingkungan yang tidak bersih bisa memperburuk kondisi anak yang kekurangan gizi. Pemerintah perlu meningkatkan kualitas infrastruktur air dan sanitasi di daerah-daerah yang rentan stunting dengan menyediakan fasilitas MCK yang memadai dan memastikan ketersediaan air bersih. Intervensi ini penting untuk mencegah diare dan penyakit infeksi lainnya yang dapat menghambat pertumbuhan anak.

7. Kolaborasi dengan Pihak Swasta dan Masyarakat

Pemerintah dapat menjalin kerja sama dengan sektor swasta untuk menyediakan layanan kesehatan dan akses gizi yang lebih baik melalui program-program tanggung jawab sosial (CSR). Selain itu, pemerintah juga dapat mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam program penurunan stunting melalui kegiatan posyandu, pemanfaatan pekarangan sebagai kebun gizi, serta menjaga kebersihan lingkungan. Kolaborasi ini dapat memperluas jangkauan program pemerintah serta meningkatkan efektivitas pencegahan stunting di masyarakat.

Melalui strategi-strategi ini, pemerintah dapat melakukan pencegahan stunting yang lebih komprehensif dan efektif. Kebijakan-kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung tumbuh kembang anak secara optimal, dengan harapan angka stunting dapat terus menurun.


B. Upaya Penilaian Kinerja 

Gunungkidul sebagai salah satu kabupaten yang turut serta dalam upaya percepatan penurunan stunting, saat ini tengah berjuang agar stunting dalam penurunannya bisa mencapai dibawah 14 % sesuai target nasional. Dalam penanganannya Gunungkidul melalui Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) baik yang ada di kabupaten hingga kalurahan terus berkolaborasi, melakukan berbagai upaya yang bersifat strategis.

Dalam upaya percepatan penurunan stunting, maka penilaian kinerja dilakukan oleh berbagai pihak diantaranya oleh pemerintah pusat sendiri yang berhubungan dengan pemberian insentif fiskal ke daerah termasuk diantaranya anggaran untuk penurunan stunting.

Berbagai indikator yang menjadi bahan penilaian adalah:

1. Capaian pelaksanaan aksi konvergensi tahun 2024
2. Capaian Imunisasi dasar lengkap pada bayi
3. Prosentase sasaran catin/calon PUS yang registrasi melalui aplikasi elsimil
4. Realisasi tertimbang belanja penandaan stunting
5. Balita yang dipantau pertumbuhannya (D/S)
6. Ibu Hamil mendapat pemeriksaan kehamilan 6 kali
7. Prosentase keluarga berisiko stunting yang mendapatkan pendampingan

Dari 7 indikator yang menjadi penilaian terdapat 2 indikator yang masih perlu dioptimalkan yaitu balita yang dipantau pertumbuhannya (D/S) serta ibu hamil mendapat pemeriksaan kehamilan 6 kali (K/6).


C. Evaluasi dan Kendala 

Berdasar data e-PPGBM dari Dinkes Gunungkidul, rata- rata balita yang hadir dan ditimbang bulan Januari s.d Mei 2024 tercatat 42 %, khusus bulan Juni bersamaan kegiatan Gerakan serentak penimbangan di posyandu (Gertak Posyandu) jumlah balita yang ditimbang (D/S) mencapai 100% dan angka stunting 17,03%, bulan Juli angka D/S menurun menjadi 42 % , sedangkan bulan Agustus diadakan Gertak Agustus jumlah balita yang ditimbang (D/S) mencapai 96,53 % dan angka stunting 14,37 %.

Berdasar hasil evaluasi penurunan angka stunting dari 17,02 % menjadi 14,37 % lebih disebabkan masalah teknis penimbangan, yakni mulai dari penggunaan alat yang terstandar, pelatihan cara penimbangan bagi kader yandu serta pelaporan melalui EPPGBM. Adapun kendala umum ada di Kabupaten Gunungkidul antara lain:

1. Jumlah petugas gizi di Puskesmas hanya 1 orang (ada 1 puskesmas tidak memiliki petugas gizi) sebagai petugas validasi dan entri data di e-PPGBM

2. Jumlah balita sangatlah besar, sekira 34.000 anak, dan harus entri di e-PPGBM tiap bulan

3. Faktor stabilitas jaringan internet karena aplikasi SIGIZI e-PPGBM digunakan secara nasional sehingga dientri dijam tertentu (malam hari)

4. Kemampuan SDM entri terbatas (faktor usia, gaptek)

5. Faktor geografis (46% dari total luas DIY) sehingga memerlukan waktu utk colekting data dari 1469 posyandu setiap bulan

6. Partisipasi balita datang ke posyandu tidak kontinyu/fluktuatif

7. Kurangnya jumlah dokter spesialis anak di Gunungkidul dan dokter umum di puskemas

Dari data hasil evaluasi serta pencermatan sejumlah kendala tersebut, ada benang merah bahwa upaya pencegahan stunting di Kabupaten Gunungkidul sangat bergantung pada kapasitas sumber daya manusia (SDM), ketersediaan infrastruktur (termasuk teknologi dan internet), serta konsistensi dalam pelaksanaan dan partisipasi program. Setiap kali ada gerakan serentak (seperti Gertak Posyandu), angka partisipasi dan pengukuran stunting meningkat tajam. Namun, tanpa dorongan ini, angka partisipasi menurun kembali ke titik semula. Beberapa poin penting yang bisa diidentifikasi dari data tersebut adalah:

1. Keterbatasan SDM dan infrastruktur, yakni bahwa jumlah petugas gizi dan tenaga medis di puskesmas sangat terbatas, sehingga pelayanan di posyandu seringkali bergantung pada kader yang mungkin kurang terlatih. Selain itu, kendala dalam stabilitas jaringan internet dan kemampuan input data yang terbatas memperlambat proses pelaporan dan analisis data stunting. Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan kapasitas SDM, baik dalam jumlah maupun kualitas, serta infrastruktur teknologi yang lebih handal.

2. Peran kegiatan terpadu dalam meningkatkan partisipasi; bahwa kegiatan serentak seperti Gertak Posyandu terbukti efektif dalam meningkatkan angka partisipasi dan cakupan pemantauan stunting. Namun, partisipasi ini sulit dipertahankan tanpa adanya kegiatan yang mendorong masyarakat untuk hadir. Hal ini mengindikasikan pentingnya keberlanjutan dalam pemantauan dan perlunya inovasi agar masyarakat lebih konsisten dalam mengikuti kegiatan posyandu.

3. Pengaruh perbaikan teknis dan standarisasi; Dari data di atas, nyata bahwa penurunan angka stunting dari 17,03% menjadi 14,37% sebagian besar dipengaruhi oleh perbaikan teknis dalam pengukuran dan pelaporan data. Ini menunjukkan bahwa pengukuran yang lebih akurat dan alat ukur yang terstandar sangat penting dalam mencerminkan kondisi stunting yang sebenarnya, sehingga akurasi data yang dihasilkan juga harus terus diperbaiki.

4. Faktor geografis dan aksesibilitas; Dengan wilayah yang luas dan jumlah posyandu yang besar, proses pengumpulan dan penginputan data menjadi kendala yang signifikan. Faktor ini menyoroti perlunya strategi khusus untuk daerah dengan tantangan geografis dan aksesibilitas seperti Gunungkidul, mungkin dengan cara memperkuat akses ke internet dan pelatihan SDM lokal di setiap desa atau posyandu.


D. Roadmap Tahun 2025; Optimalisasi Peran KPM di Posyandu 

Melihat berbagai permasalahan yang ada maka TPPS Kabupaten Gunungkidul membuat road map penanganan stunting tahun 2025 dengan memperhatikan potensi yang ada dan keberlanjutan kegiatan, maka ditempuh dengan cara optimalisasi Kader Pembangunan Manusia (KPM) untuk melakukan kegiatan Fasilitasi dan Monitoring kegiatan Pos Yandu di masing-masing wilayah, melalui Surat Sekretariat Daerah Nomor: B/400.13/779/2024 tanggal 25 Oktober 2024 tentang Tindak Lanjut Rapat Koordinasi TPPS menyampaikan:

1. Penanganan stunting dilakukan secara simultan dan serentak di semua wilayah dan tingkatan, mulai dari tingkat Kalurahan sampai dengan Kabupaten, sesuai dengan kewenangan masing-masing.

2. Penanganan stunting melalui intervensi sensitif (akses air bersih, jamban sehat, faktor risiko 4 terlalu, dan kepesertaan KB modern) menggunakan data Keluarga Risiko Stunting (KRS) hasil Pendataan Keluarga BKKBN, sedangkan intervensi spesifik (terhadap sasaran 1000 HPK) menggunakan data e-PPGBM dari Kemenkes RI dan SIM KIA dari Dinkes DIY.

3. Dalam hal sasaran KRS dan 1000 HPK yang tidak dapat diintervensi dari Pemerintah Kalurahan dan lintas sektor Kapanewon, maka diperlukan usulan program intervensi pada pemerintah daerah khususnya akses air minum, sanitasi (jamban keluarga) dan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH)

4. Panewu bersama lintas sektor agar melakukan langkah-langkah yang diperlukan sesuai kondisi dan situasi masing-masing wilayah untuk menjamin tingkat kehadiran Balita di Pos Yandu sebagaimana jadwal yang ditentukan, sehingga tingkat kehadiran Balita (D/S) setiap bulan dapat mencapai target yang ditetapkan (90 % sd 100 %).

5. Dalam upaya optimalisasi entri e-PPGBM, Dinas Kesehatan melakukan kerjasama dengan DPMKP2KB melalui pemberdayaan Kader Pembangunan Manusia (KPM) di masing-masing Kalurahan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Entri e-PPGBM maksimal tanggal 10 setiap bulan berikutnya;

b. Dinas Kesehatan melalui Puskemas memberikan pelatihan entri e-PPGBM kepada KPM di setiap Kapanewon;

c. Petugas Gizi Puskemas melakukan koordinasi dan komunikasi dengan KPM untuk mengoptimalkan percepatan entri data e-PPGBM sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah kerja;

d. KPM dapat membantu entri di masing-masing wilayah kerja puskesmas dengan data yang sudah divalidasi oleh petugas gizi puskesmas.;

6. Panewu bersama lintas sektor melakukan langkah-langkah yang diperlukan sesuai kondisi dan situasi masing-masing wilayah untuk menjamin K6 (kunjungan ibu hamil minimal 6 kali selama periode kehamilan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan mendapatkan ANC sesuai standar), sehingga dapat mencapai target yang ditetapkan (100%).

Dari 6 poin yang disajikan dalam terdapat poin keterlibatan Kader Pembangunan Manusia dalam mendukung kegiatan entri e-PPGBM tersebut. Peran KPM dianggap krusial karena ketersedian sumber daya yang ada di tiap kalurahan dan memiliki kemampuan dalam penggunaan aplikasi. KPM yang tergabung dalam TPPS memiliki tugas:

a. Mensosialisasikan kebijakan konvergensi pencegahan stunting di Kalurahan kepada masyarakat di Kalurahan, termasuk memperkenalkan tikar pertumbuhan untuk pengukuran panjang/tinggi badan baduta sebagai alat deteksi dini stunting.

b. Mendata sasaran rumah tangga 1.000 HPK.

c. Memantau layanan pencegahan stunting terhadap sasaran rumah tangga 1.000 HPK untuk memastikan setiap sasaran pencegahan stunting mendapatkan layanan yang berkualitas.

d. Memfasilitasi dan mengadvokasi peningkatan belanja APBKal utamanya yang bersumber dari Dana Kalurahan, untuk digunakan membiayai kegiatan pencegahan stunting berupa layanan intervensi gizi spesifik dan sensitif.

e. Memfasilitasi suami ibu hamil dan bapak dari anak usia 0-23 bulan untuk mengikuti kegiatan konseling gizi serta kesehatan ibu dan anak.

f. Memfasilitasi masyarakat Kalurahan untuk berpartisipasi aktif dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan program/kegiatan pembangunan Kalurahan untuk pemenuhan layanan gizi spesifik dan sensitif.

g. Melaksanakan koordinasi dan/atau kerjasama dengan para pihak yang berperan serta dalam pelayanan pencegahan stunting, seperti bidan Kalurahan, petugas puskesmas (ahli gizi, sanitarian), guru PAUD dan/atau perangkat Kalurahan.


E. Peran dan Tugas KPM

Dalam menjalankan tugasnya, KPM bekerja memfasilitasi pencegahan stunting di kalurahan yang mencakup berbagai tahapan antara lain:

1. Tahap Pemetaan Sosial

KPM menggerakan pegiat pemberdayaan masyarakat Kalurahan yang tergabung dalam Rumah Kalurahan Sehat (RKS) untuk melakukan pemetaan sosial. Pemetaan sosial merupakan proses di tingkat dusun untuk mengidentifikasi dan mendata status layanan sasaran rumah tangga 1.000 HPK dan kondisi pelayanan sosial dasar di kalurahan. Tahap ini dilakukan paling lambat sebelum penyelenggaraan rembuk stunting di Kalurahan untuk kepentingan penyusunan RKP Kalurahan tahun berikutnya.

1. Tahap Fasilitasi Diskusi Kelompok Terarah di Kalurahan

Hasil pemetaan sosial menjadi dasar pembahasan tentang beragam upaya pencegahan stunting dalam pertemuan diskusi terarah di RKS. Materi diskusi terarah di RKS, mencakup:

a) analisis sederhana terhadap hasil pemetaan sosial;

b) menyusun daftar masalah yang diprioritaskan untuk diselesaikan;

c) merumuskan peluang dan potensi sumber daya untuk pemecahan masalah; dan

d) merumuskan alternatif kegiatan prioritas untuk mencegah dan/atau menangani masalah kesehatan di Kalurahan.

2. Tahap Fasilitasi Diskusi Kelompok Terarah di Antar Kalurahan

Hasil pemetaan sosial di kalurahan kalurahan menjadi dasar pembahasan tentang pencegahan stunting dan hasil diskusi kelompok terarah di Kalurahan yang diselenggarkan melalui RKS menjadi bahan masukan dalam Musyawarah Antar Kalurahan (MAK). Badan Kerjasama Antara Kalurahan menyelenggarakan MAK sebagaimana dimaksud dalam hal dibutuhkan adanya kerjasama antar Kalurahan untuk mempercepat konvergensi pencegahan stunting di antar Kalurahan. OPD kabupaten dapat menjadi narasumber pada MAK untuk mempercepat konvergensi pencegahan stunting di kalurahan.

3. Tahap Rembuk Stunting Tingkat Kalurahan

RKS menyelenggarakan rembuk stunting di Kalurahan yang dilaksanakan sebelum musyawarah Kalurahan untuk penyusunan perencanaan pembangunan Kalurahan tahun berikutnya. Rembuk stunting ini berfungsi sebagai forum musyawarah antara masyarakat Kalurahan dengan pemerintah Kalurahan dan BPD untuk membahas pencegahan dan penanganan masalah kesehatan di Kalurahan khususnya stunting dengan mendayagunakan sumber daya pembangunan yang ada di Kalurahan. Agar warga masyarakat berpartisipasi aktif dalam rembuk stunting di Kalurahan, maka sebelum diselenggarakan kegiatan dimaksud harus dilakukan penyebaran informasi/publikasi tentang hasil diskusi kelompok terarah di RKS.

Kegiatan utama dalam rembuk stunting di kalurahan meliputi:

a). pembahasan usulan program/kegiatan intervensi gizi spesifik dan sensitif yang disusun dalam diskusi kelompok terarah di RKS dan MAK; dan

b). pembahasan dan penyepakatan prioritas usulan program/kegiatan intervensi gizi spesifik dan sensitif. Kesepakatan hasil rembuk stunting di Kalurahan dituangkan dalam Berita Acara yang ditandatangani oleh perwakilan RKS, masyarakat Kalurahan, dan pemerintah Kalurahan.

4. Tahap Advokasi Pencegahan Stunting di Kalurahan

Berita acara tentang hasil rembuk stunting disampaikan oleh perwakilan RKS kepada Kepala Kalurahan dan BPD sebagai usulan masyarakat dalam penyusunan dokumen perencanaan pembangunan Kalurahan (RPJM Kalurahan dan/atau RKP Kalurahan) serta dokumen perencanaan anggaran (APB Kalurahan). Para pihak yang tergabung dalam RKS beserta warga masyarakat Kalurahan yang peduli akan upaya pencegahan stunting dikalurahan bersama – sama mengawal usulan program/kegiatan pencegahan stunting untuk dapat di biyayai dengan menggunakan keuangan Kalurahan khususnya Dana Kalurahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Tahap Pelaksanaan Kegiatan Konvergensi Pencegahan Stunting

Tahap ini merupakan pelaksanaan atas APB Kalurahan yang memuat pembiayaan kegiatan kovergensi pencegahan stunting, dan pelaksanaan program/kegiatan pencegahan stunting yang dibiayai oleh OPD kabupaten.

Pada tahap pelaksanaan ini, KPM memfasilitasi RKS menyelenggarakan evaluasi 3 (tiga) bulanan untuk membahas pelaksanaan kegiatan konvergensi pencegahan stunting, termasuk membahas hasil pengukuran status anak dengan menggunakan tikar pertumbuhan.

6. Tahap Monitoring Pelaksanaan 5 (Lima) Paket Layanan Pencegahan Stunting

Tahap ini dilakukan bersamaan dengan tahap pelaksanaan kegiatan konvergensi pencegahan stunting. Dalam tahap monitoring ini, KPM memfasilitasi RKS untuk melakukan proses penilaian konvergensi dengan menggunakan “scorecard” atau kartu / formulir penilaian. Sebelum penyelenggaraan rapat evaluasi 3 (tiga) bulanan di RKS, KPM melakukan rekapitulasi hasil monitoring bulanan terkait dengan:

a) Tingkat capaian layanan pencegahan stunting di Kalurahan;

b) Tingkat konvergensi layanan pencegahan stunting di Kalurahan.

KPM melalui perannya dalam kegiatan pencegahan stunting melakukan tugas dengan memberikan data guna dilakukannya intervensi spesifik maupun sensitif terutama bagi sasaran rumah tangga 1.000 HPK yang dibagi dalam 5 (lima) paket layanan intervensi yaitu:

i. Layanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA);
ii. Layanan Konseling Kesehatan dan Gizi;
iii. Layanan Air Bersih dan Sanitasi;
iv. Layanan Perlindungan Sosial dan Kesehatan;
v. Layanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).

Paket layanan yang diberikan kepada sasaran rumah tangga 1.000 HPK dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:

1) paket layanan untuk ibu hamil, dan

2) paket layanan untuk anak usia 0-23 bulan. Ibu hamil memperoleh layanan sejumlah 4 (empat) paket layanan intervensi gizi spesifik dan sensitif, kecuali layanan PAUD. Sedangkan anak usia 0-23 bulan memperoleh 5 (lima) paket layanan intervensi gizi spesifik dan sensitif secara lengkap.

Paket layanan pencegahan stunting di Kalurahan harus direncanakan dengan berdasarkan data tentang layanan dan sasaran rumah tangga 1.000 HPK. Selain itu, pelaksanaan konvergensi pencegahan stunting di kalurahan harus dipantau secara komprehensif dan berkelanjutan, disamping itu Konvergensi penurunan stunting harus menjadi bagian dari tata kelola penyelenggaraan pembangunan Kalurahan yang diantaranya tata kelola pembangunan Kalurahan mencakup kegiatan pendataan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

Tingkat konvergensi diukur berdasarkan kelengkapan paket layanan/cakupan layanan yang diterima oleh sasaran penurunan stunting. Pengukuran dilakukan berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi terhadap sasaran dan paket layanan yang diterimanya yang dilakukan oleh KPM dengan instrumen HDW/e-HDW setiap bulan.

Selain proses pelaksanaan diatas Pemantauan dilakukan oleh Kalurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi dan pusat melalui pelaporan yang dikirim secara berjenjang mulai dari tingkat Kalurahan atau pemantauan langsung ke Kalurahan untuk memastikan bukti dan kebenaran laporan. Pemantauan di level kalurahan diantaranya dilakukan oleh KPM dengan instrumen HDW/e-HDW. Sumber data yang dijadikan dasar dalam pemantauan dan evaluasi dapat diperoleh dari berbagai laporan/aplikasi terkait stunting yang ada di setiap penyelenggara layanan di kalurahan telah yang juga telah menerapkan system pelaporan dan informasi data, seperti Puskesmas menggunakan EPPGBM, Petugas PLKB menggunakan Pemetaan Keluarga, KUA menggunakan Elsimil, demikian juga program-program PKH, Sanimas, Pamsimas, BPNT dan lainnya memiliki sistem informasi dan pelaporan.


F. Pelaporan 

Pelaporan penyelenggaraan konvergensi penurunan stunting di Kalurahan disajikan dalam 2 bentuk, yaitu:

1. Kartu Skor Kalurahan (Village Score Card) disampaikan

Laporan ini memuat informasi tentang capaian kinerja penyelenggaraan konvergensi penurunan stunting di Kalurahan, khususnya terkait dengan kondisi intervensi spesifik dan sensitif yang ada di Kalurahan beserta informasi lain yang dipandang perlu untuk diinformasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Pusat. Laporan ini diolah dari hasil pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh KPM dengan instrumen HDW/e-HDW.

Setiap bulan KPM dan kalurahan dapat mengumpulkan data sasaran dan data layanan untuk kemudian setiap tiga bulan dikompilasi dalam laporan village score card. Laporan ini setiap tiga bulan dilaporkan oleh kalurahan kepada kecamatan dan kabupaten. Berdasarkan laporan ini kecamatan dan kabupaten dapat menyusun agenda pembimbingan kepada kalurahan.

2. Laporan Penyelenggaraan Konvergensi Penurunan Stunting di Kalurahan

Laporan ini memuat informasi tentang capaian kinerja Kalurahan berdasarkan Perpres 72 Tahun 2021, khususnya untuk indikator pendukung/katalisator yang terdiri dari indikator input dan proses serta output/capaian dari masing-masing indikator tersebut. Laporan penyelenggaraan konvergensi penurunan stunting di Kalurahan diolah dari data dan informasi yang ada di dalam aplikasi e-HDW dan/atau SID. Laporan penyelenggaraan konvergensi penurunan stunting di Kalurahan dimuat dalam dashboard SID.

Dengan kemampuan yang dimiliki untuk berkoordinasi dan bermitra dengan berbagai pihakdan aktif terlibat dalam Musdes, Forum Kalurahan, kegiatan sosialisasi, serta memantau penerimaan layanan pada penerima manfaat dan melaporkan tingkat kovergensi layanan di kalurahan. Melihat krusialnya keberadaan KPM, diharapkan jika data yang disajikan dengat tepat maka intervensi yang dilakukan akan menjadi terarah dan harapan untuk menurunkan prevalensi stunting dapat teralisasi dengan baik. Keterlibatan KPM dalam deteksi dini, manajemen, keterlibatan di pos yandu dan promosi nutrisi seimbang untuk anak sangat penting untuk mengatasi dampak stunting jangka pendek dan jangka panjang, yang pada akhirnya berkontribusi pada peningkatan kesehatan dan perkembangan anak secara keseluruhan di masyarakat.[]

0 Viewers

Post a Comment

0 Comments

The Magazine