Lokakarya Mini TPPS Saptosari, Panewu Meminta TPK Berperan Aktif Memastikan Kehadiran Orangtua dan Balita di Posyandu

Koresponden: Purwadi, SHI (PKB Kap Saptosari)

SAPTOSARI | Keluarga berisiko stunting (KRS), yang mencakup calon pengantin (catin), ibu hamil (bumil), dan anak bawah dua tahun (baduta), perlu mendapat perhatian khusus terkait pemenuhan gizi serta sanitasi lingkungannya. Hal ini penting dipahami bersama karena upaya menurunkan angka stunting tidak hanya bersifat kuratif tetapi juga harus dilengkapi dengan langkah-langkah preventif dan promotif untuk mencegah munculnya kasus stunting baru. Pencegahan ini dimulai dari tahap awal atau hulu, yakni sejak masa calon pengantin. Calon pengantin yang terlalu muda atau terlalu tua, memiliki indeks massa tubuh rendah, atau memiliki kondisi kesehatan tertentu berpotensi melahirkan anak dengan risiko stunting jika tidak mendapat intervensi yang tepat. Dengan pendekatan ini, langkah preventif pada KRS menjadi elemen penting untuk menurunkan angka stunting, terutama di wilayah Kapanewon Saptosari.

Dalam rangka meningkatkan koordinasi terkait isu ini, Balai Penyuluhan KB Saptosari menggelar Mini Lokakarya Tingkat Kapanewon Saptosari pada Senin (28/10) yang diadakan di RM Angkringan Pak Lis. Kegiatan ini melibatkan seluruh anggota Tim Pendamping Keluarga (TPK), yang terdiri atas bidan, perwakilan PKK, dan kader KB. Hadir juga Panewu Saptosari, Eka Prayitno, SSos, MM; Ketua TPPS yang juga menjabat Panewu Anom Saptosari, Wagino, SE; Kepala Bidang Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana DPMKP2KB Kabupaten Gunungkidul, Moh Amirudin, SSos; Satgas Stunting Perwakilan BKKBN DIY, Erlando Henriquez, ST, MT; serta penyuluh KB Kapanewon Saptosari.

Dalam sambutannya, Panewu Saptosari mengulas pencapaian program penurunan stunting di wilayahnya, dengan fokus pada beberapa aspek yang masih perlu ditingkatkan. "Pencapaian Elsimil Catin saat ini baru mencapai 24,6%, cakupan K6 Bumil berada di angka 54,5%, dan tingkat stunting masih cukup tinggi di 15,7%, lebih tinggi dari rata-rata kabupaten sebesar 14,37%," ujarnya. Panewu menekankan pentingnya langkah segera yang dapat memperbaiki kondisi ini, termasuk peran TPK dalam mengajak orang tua baduta dan balita untuk hadir ke posyandu agar kunjungan posyandu (D/S) meningkat. Ia juga menyoroti perlunya evaluasi teknis penimbangan di posyandu, mulai dari keterampilan kader dalam menimbang dan mengukur hingga kalibrasi ulang alat ukur atau timbangan yang digunakan.

Kabid Dalduk KB, Moh Amirudin, menyoroti tentang capaian e-PPGBM yang memerlukan tindakan lebih lanjut. Ia mengungkapkan bahwa terdapat keterlambatan dalam pengisian data EPPGBM oleh pihak Puskesmas. Untuk mengatasinya, Dinas akan mengeluarkan surat penugasan agar entry data di bulan November dan Desember dibantu oleh Kader Pemberdayaan Masyarakat (KPM) di setiap kalurahan. Amirudin juga menambahkan, "Terkait honor untuk KPM yang membantu entry data e-PPGBM, akan dipertimbangkan pada tahun anggaran 2025 berdasarkan rekapan kinerja selama dua bulan."

Satgas Stunting DIY, Erlando Henriquez, menyampaikan bahwa data KRS hasil verifikasi dan validasi tahun 2024 sangat penting untuk mengenali keluarga yang berisiko. Data ini dapat mengidentifikasi siapa saja yang tidak memiliki akses air bersih, jamban, atau tempat tinggal layak huni, sehingga intervensi lebih lanjut dapat diberikan. Edo, panggilan akrabnya, menegaskan, “Bagi sasaran KRS dan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang tidak dapat diintervensi oleh Pemerintah Kalurahan atau lintas sektor di Kapanewon, perlu disiapkan usulan program intervensi kepada pemerintah daerah, terutama untuk akses air minum, sanitasi (jamban keluarga), dan perbaikan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH)." Ia juga mengingatkan bahwa wilayah Kapanewon Saptosari memiliki blok sensus Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), khususnya di Kalurahan Krambilsawit, Kepek, dan Planjan. Edo menekankan agar TPK dan pemerintah kalurahan di tiga wilayah ini dapat melakukan intervensi maksimal terhadap KRS, sehingga hasil SSGI memberikan gambaran positif terkait status gizi anak-anak di wilayah tersebut.

Sebagai informasi, Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) bertujuan untuk memetakan status gizi anak-anak Indonesia, termasuk indikator seperti stunting, wasting, underweight, dan overweight, serta faktor determinan lainnya yang mencakup intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif. Inisiatif di Kapanewon Saptosari ini merupakan langkah penting yang diharapkan dapat meningkatkan status gizi dan kesehatan anak-anak sekaligus menjadi model pencegahan stunting berbasis keluarga yang efektif.[]

0 Viewers

Post a Comment

0 Comments

The Magazine