Oleh: Asar Janjang Lestari, SPsi, MAP (PKB Kapanewon Wonosari)
DALAM kehidupan sehari-hari, sering muncul pertanyaan mengapa orang berbeda, mengapa beberapa orang lebih pintar atau lebih bermoral, mengapa sebagian orang sukses dan sebagiannya tidak, dan apakah ada sesuatu yang membuat tiap orang berbeda secara permanen. Beberapa mengklaim bahwa ada dasar fisik yang kuat untuk perbedaan ini : termasuk benjolan di tengkorak (frenologi), ukuran dan bentuk tengkorak (kraniologi), atau gen. Yang lain menunjuk pada perbedaan yang kuat dalam latar belakang, pengalaman, pelatihan, atau cara belajar orang. Saat ini sebagian besar ahli setuju bahwa ini bukan salah satu atau dua, melainkan kombinasi dari berbagai faktor tersebut. Setiap orang memiliki anugerah genetik yang unik. Orang mungkin mulai dengan temperamen
dan bakat yang berbeda, tetapi jelas bahwa pengalaman, pelatihan, dan upaya pribadi membawa mereka menjadi sesuatu. Tidak selamanya orang yang paling cerdas di awal akan menjadi yang paling cerdas pada akhirnya.
“Program kamu bagus dan kreatif, kamu memang pintar”
“Saya belum
mengerjakan tugas ini, saya takut hasilnya buruk. Saya mengerjakan tugas lain
saja yang sudah biasa saya lakukan”.
Di
lingkungan kerja mungkin kita pernah melihat atau mengalami situasi yang mirip
dengan kedua pernyataan itu. Pernyataan pertama menggambarkan pemikiran bahwa bagus dan
kreatif dihasilkan oleh orang yang pintar. Pernyataan kedua menggambarkan
pemikiran pegawai untuk mengerjakan sesuatu yang sudah dikuasai ketimbang
mencoba hal baru, karena merasa khawatir akan hasil kerja yang buruk. Kedua
pernyataan tersebut dihasilkan oleh sebuah pola pikir atau mindset
individu.
Selama
dua puluh tahun, beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa cara pandang
(mindset) yang diadopsi
seseorang untuk dirinya sendiri sangat memengaruhi cara seseorang menjalani
hidup. Mindsets pada dasarnya adalah
suatu keyakinan (beliefs) yang berada di dalam pikiran individu.
Individu memiliki pilihan mindset apa yang akan digunakan. Namun mindsets
memiliki peran yang besar dalam menentukan perilaku individu, mindset
memiliki kekuatan untuk mengarahkan individu dalam bertindak atau merespon
suatu kejadian. Peran penting mindset atau pola pikir dalam menjalani
kehidupan sehari-hari telah banyak dipelajari dan diteliti oleh para ahli,
salah satunya adalah Carol S. Dweck, seorang profesor bidang psikologi dari
Stanford University. Ia memperkenalkan konsep Growth Mindset dan Fixed
Mindset. Growth mindset dan fixed mindset sendiri bukanlah
suatu dikotomi, oleh karenanya individu dapat memiliki sebagian ciri growth
mindset maupun fixed mindset.
Individu yang
memiliki growth mindset meyakini bahwa kemampuan dan
bakat dapat dikembangkan melalui usaha, latihan, dan pengajaran. Hal ini menimbulkan perilaku individu
yang mengambil lebih banyak tantangan, mencoba menghadapi kesulitan, beradaptasi dan belajar dari kesalahan, serta menempatkan orang lain sebagai mentor/sumber daya. Sementara individu dengan fixed mindset meyakini bahwa kemampuan dan bakat ditetapkan sejak lahir atau menjadi terkunci pada usia
tertentu. Hal ini mendukung perilaku menciptakan
urgensi untuk membuktikan kemampuan diri berulang kali, menghindari tantangan,
memilih tugas yang aman/mudah, menghindari kemunduruan (menghindari kegagalan setelah sebelumnya berhasil),
menyembunyikan dan mengkhawatirkan kesalahan, menghindari meminta bantuan dari
orang lain/jangan sampai memperlihatkan kekurangan pada orang lain.
Dalam konteks
organisasi kerja, pegawai akan
merasa lebih berdaya dan berkomitmen ketika organisasi mendukung prinsip growth
mindset melalui sistem kerja yang mendukung kolaborasi dan inovasi. Studi yang dilakukan oleh Wiguna & Netra (2020)
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara growth
mindset terhadap performa kerja, karena pegawai yang memiliki growth
mindset memiliki pola pikir yang mendorong mereka untuk terus belajar dan
meningkatkan keterampilan kerja sehingga menghasilkan peningkatkan performa
kerja.
Profesor Carol S. Dweck, menyampaikan bahwa tidak ada orang yang memiliki 100% fixed
mindset atau 100% growth mindset. Setiap orang adalah kombinasi keduanya dalam
berbagai aspek kegidupan. Dalam konteks perubahan, setiap orang
perlu mmemprioritaskan di mana upaya mereka menuju perubahan. Growth mindset bukan berarti individu kekurangan motivasi dan kepercayaan
diri, tapi individu dapat mempengaruhi motivasi dan
kepercayaan diri. Tujuan growth mindset bukanlah usaha tetapi pertumbuhan. Sebagai
individu, kita bisa mendeteksi dan melatih kedua mindset. Kita bisa melakukan
selftalk/memeriksa lintasan pikiran pada saat :
1.
Menghadapi tugas yang menantang
2.
Melakukan usaha
3.
Mengevaluasi kemajuan
4.
Melakukan kesalahan
5.
Mendapat pujian atau kritik
6.
Melihat keberhasilan atau kegagalan orang
lain
Setelah melihat bagaimana gambaran
individu dengan growth mindset dan fixed mindset, sebagian dari
kita mungkin merasa bahwa kita memiliki beberapa karakteristik di kedua pola
pikir tersebut. Pola pikir yang telah bertahun-tahun tertanam dalam kepala kita
tidak akan hilang begitu saja karena itu sudah menjadi bagian dari cara kita
berpikir dan bertindak. Beberapa upaya bisa dilakukan untuk menguatkan growth
mindset dalam cara berpikir kita, antara lain dengan menyadari dan memahami
mindset apa yang dominan dimiliki selama ini; merenungkan pengalaman
dimasa lalu, hal apa yang membuat kita memiliki kecenderungan fixed mindset atau
growth mindset atau juga sebagian dari keduanya, merasakan emosi yang
muncul dari pengalaman tersebut. Kita juga bisa memikirkan bagaimana sikap
ketika mengalami kegagalan; apakah kita merasa ingin menyerah atau malah
bekerja lebih keras?
Fixed mindset terkadang
membuat kita merasa takut akan kegagalan dan penilaian negatif dari orang lain.
Mari tempatkan diri dalam sudut pandang growth mindset dengan melihat
usaha sebagai hal positif untuk mengatasi hambatan yang pasti akan selalu
muncul dalam sebuah proses belajar. Mencoba untuk terbuka menyampaikan
kekurangan dan meminta bantuan orang lain untuk membimbing dan memberi umpan
balik. Selanjutnya hindari berada di lingkungan dimana
kita dilihat tidak memiliki cela atau kekurangan. Untuk bertumbuh, mintalah
kritik atau umpan balik yang membangun. Umpan balik yang hanya menggambarkan
sisi baik saja, dapat membuat individu tidak menangkap area yang perlu
dikembangkan dalam dirinya dan menjadi kurang termotivasi meningkatkan
kemampuan diri untuk menghadapi tantangan di masa depan.
Berdasarkan bahasan di atas, individu perlu memiliki keyakinan untuk terus
mengembangkan diri dan orang lain melalui proses belajar sepanjang masa. Dalam
konteks lingkungan kerja, proses belajar dan bertumbuh ini perlu mendapatkan
dukungan dari rekan, atasan, dan organisasi. Rekan dan atasan dapat berperan
antara lain dalam pemberian bantuan, bimbingan, dan umpan balik agar individu
dapat terus mengembangkan potensi dan kompetensi yang dimiliki. Setiap pegawai
adalah rekan bagi pegawai lainnya dan dapat juga merupakan atasan bagi pegawai
lain. Organisasi juga dapat berperan dengan memfasilitasi kebijakan dan
fasilitas program pengembangan pegawai. Hal ini menunjukkan proses belajar yang
tidak dapat dilakukan secara sendiri namun memerlukan peran pihak lain sehingga
pegawai dapat berkembang optimal. Growth mindset merupakan keyakinan
bahwa kualitas dasar individu dapat dikembangkan melalui usaha, strategi, dan
bantuan dari orang lain. Setiap orang dapat dilahirkan dengan bakat yang
berbeda, namun apapun itu setiap orang dapat bertumbuh dan meraih kesuksesan
melalui pengalaman dan pembelajaran. Dengan dukungan rekan, atasan, dan
organisasi, pegawai dapat terbuka menerima tantangan tugas, terus belajar dan
bangkit walaupun menemui kegagalan. Meninggalkan ‘zona nyaman’ untuk dapat menguasai
pengetahuan dan keterampilan baru tentu membutuhkan waktu dan upaya, maka perlu
ketekunan dan kesabaran untuk terus berusaha karena kita sedang bertumbuh.(*)
0 Comments