Oleh: Erlando Henriquez (Perwakilan BKKBN DIY)
Kondisi gagal tumbuh tersebut pada seribu hari pertama umur anak bisa menimbulkan gangguan fungsi tubuh yang permanen hingga dewasa. Sehingga upaya mengatasi stunting tadi membutuhkan kesadaran dan kerjasama semua pihak, terutama masyarakat tempat di mana anak berkembang. Selain merugikan anak itu sendiri, stunting menjadi masalah bersama yang bisa mengancam masa depan bangsa dan menimbulkan kerugian ekonomi. Hal tersebut dikarenakan stunting bukan hanya berdampak pada tinggi badan, tetapi juga berdampak pada tingkat kecerdasan seperti mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan kognitif yang optimal seperti lambat berbicara atau berjalan, dan sering mengalami sakit.
Selain permasalahan kesehatan, stunting juga bisa berdampak panjang pada produktivitas sumber daya manusia (SDM) yang mengancam daya saing generasi penerus bangsa di masa depan. Stunting bisa menimbulkan kerugian ekonomi sebesar 2-3 persen dari produk domestik bruto (PDB) per tahun karena anak yang mengalami kondisi stunting berpeluang mendapatkan penghasilan 20 persen lebih rendah dibandingkan anak yang tidak mengalami stunting ketika dewasa nanti. Sehingga pencegahan dan penurunan angka stunting di Indonesia bukan hanya menjadi urusan pemerintah saja. Seluruh elemen bangsa harus terlibat dan berperan aktif memerangi stunting di Indonesia.
Sebagai bentuk Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting di Indonesia, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melakukan Audit Kasus Stunting yang dituangkan dalam Peraturan BKKBN nomor 12 tahun 2021.
Audit Kasus Stunting sendiri adalah identifikasi risiko dan penyebab risiko pada kelompok sasaran berbasis surveilans rutin atau sumber data lainnya. Identifikasi resiko pada audit kasus stunting ini adalah menemukan atau mengetahui resiko-resiko potensial penyebab langsung (asupan tidak adekuat dan penyakit infeksi) dan penyebab tidak langsung terjadinya stunting pada calon pengantin, ibu hamil, ibu nifas, baduta dan balita. Sedangkan penyebab risiko pada audit kasus stunting ini adalah identifikasi faktor penyebab langsung stunting di tingkat individu pada calon pengantin, ibu hamil, ibu nifas, baduta dan balita.
Pelaksanaan Audit Kasus Stunting telah dilaksanakan sejak bulan April 2022. Tim Teknis di masing- masing puskemas di Kapanewon yang berjumlah 30 puskemas melakukan penyaringan data balita stunting dan risiko stunting yang dianggap perlu diangkat untuk dibahas pada kegiatan Rapat Audit Kasus Stunting.
Adapun pelaksanaan Rapat Audit Kasus Stunting semester I di Kabupaten Gunungkidul pada tanggal 29 Juni 2022 menetapkan Kalurahan Mertelu menjadi Lokasi Fokus Prioritas Penanggulangan Stunting tahun 2021-2023 sesuai SK Bupati Nomor 128/KPTS/2022. Tim Teknis kemudian melakukan kunjungan/verifikasi lapangan dan mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk pengisian Kertas Kerja Audit dan foto-foto sebagai data dukung dalam pengambilan rekomendasi oleh Tim Pakar. Hasil Audit kasus Stunting di sampaikan pada kegiatan Diseminasi Hasil Audit Stunting yang dilaksanakan pada tanggal 29 September 2022.
Jumlah sasaran yang di lakukan Audit Kasus Stunting terdiri dari calon pengantin sebanyak 3 orang, ibu hamil sebanyak 3 orang, ibu nifas sebanyak 3 orang dan baduta/balita sebanyak 3 orang. Jumlah ini di ambil dari wilayah kerja UPT Puskesmas Gedangsari I yang memiliki wilayah penanganan di Kalurahan Mertelu.
Pelaksanaan kegiatan Audit Kasus Stunting di Kabupaten Gunungkidul merupakan salah satu upaya percepatan penurunan stunting dengan memperhatikan optimalisasi penanganan stunting di wulayah lokus hingga tuntas dan bisa menjadi pembelajaran bagi seluruh wilayah yang ada di Kabupaten. Penentuan sasaran kasus diambil berdasarkan sampling yang memiliki kriteria penentuan sasaran sebagai berikut:
a) Kasus yang tidak menunjukkan perbaikan setelah diberikan intervensi;
b) Kelengkapan data.
Pengambilan sampling sasaran dengan kriteria di atas dan dilakukan dengan memperhatikan persebaran wilayah yang mewakili kriteria penyebab dengan faktor lingkungan yang sama di setiap wilayah kecamatan yang di tuangkan dalam kertas kerja oleh Tim Teknis dan di lakukan kajian bersama antara Tim Teknis dan Tim Pakar untuk menentukan:
1. Risiko pada calon pengantin, ibu hamil, ibu nifas, baduta dan balita.
2. Penyebab terjadinya risiko pada kelompok sasaran
3. Rekomendasi dengan pertimbangan aspek klinis dan manajemen pendampingan keluarga.
Pengisian Kertas Kerja Audit dilakukan oleh tim teknis dan tim pakar dengan menjaga kerahasiaan data individu. Rekomendasi yang diusulkan dalam Kertas Kerja Audit kemudian dijabarkan ke dalam formulir Rencana Tindak Lanjut yang disetujui oleh Wakil Bupati selaku Penanggung Jawab.
Tim Pakar terdiri dari para dokter spesialis anak, dokter spesialis obstetri dan ginekologi, psikolog, dan ahli gizi Kabupaten Gunungkidul. Tim pakar bertugas melakukan:
1. Melaksanakan kajian kasus yang dituangkan ke dalam kertas kerja audit;
2. Memberikan layanan telekonsultasi serta memberikan rekomendasi atas kasus yang diaudit;
3. Melakukan kunjungan lapangan untuk konfirmasi, koordinasi dan verifikasi agar dapat melakukan penilaian langsung kelompok sasaran audit (jika diperlukan dan memungkinkan);
4. Mendiseminasikan hasil audit kasus stunting.
5. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi rencana tindak lanjut
Dipilihnya Kelurahan Mertelu ini karena angka prevalensi stunting di wilayah tersebut mengalami tren kenaikan. Pada tahun 2020 kasus stunting di Mertelu adalah sebesar 27,45 persen dan di tahun 2021 naik menjadi 28,05 persen. Meskipun kasus stunting di Kabupaten Gunungkidul secara keseluruhan mengalami penurunan, namun di Kelurahan Mertelu justru mengalami kenaikan dan harus segera dicari penyebab utamanya. Dengan audit, pemerintah setempat bisa mengetahui upaya tepat yang akan diambil.
Audit kasus stunting ini memiliki empat tahap. Yang pertama, tim pendamping keluarga akan melakukan identifikasi kasus stunting yang dimulai dari pemanfaatan aplikasi Elsimil melalui Google Form untuk pengumpulan data, penggunaan aplikasi pencatatan elektronik dan pelaporan gizi berbasis masyarakat bagi puskesmas.
Yang kedua, temuan data sasaran yang berisiko stunting, baik dari unsur calon pengantin, ibu hamil, ibu setelah bersalin, baduta dan balita dibawa oleh tim percepatan penurunan stunting (TPPS) dari tiap kelurahan, yaitu PKB dan UPT Puskesmas untuk diajukan dalam pertemuan identifikasi kasus bersama TPPS tingkat kabupaten/kota.
Kemudian tahap ketiga, hasil temuan yang dibawa oleh TPPS akan dipaparkan dan didiskusikan bersama tim teknis audit kasus stunting. Forum pertemuan tim teknis kabupaten/kota akan menentukan kasus-kasus potensial beresiko stunting dan tiap unsurnya by name, by address, dan lokus yang telah ditentukan.
Tahap keempat adalah intervensi prioritas yang dapat berupa pemberian makanan dan suplemen tambah darah kepada misalnya ibu hamil yang masuk kelompok miskin dan mengalami Kekurangan Energi Kronik (KEK).
Pencegahan stunting perlu dilakukan upaya secara bersama dan kolaboratif, melalui mekanisme audit kasus stunting sumber permasalahan dapat di identifikasi dan ditangani secara tepat baik. Melalui mekanisme audit kasus stunting maka kelompok sasaran lain di wilayah lain atau ditemukannya kasus lain bisa ditangani melalui langkah pencegahan dan perbaikan tata laksana kasus yang serupa.
Adapun hasil dari diseminasi pada tanggal 29 September 2022 lalu dapat dijabarkan melalui 2 indikator, yaitu indikator spesifik dan sensitif.
Untuk indikator spesifik permasalahan pola asuh pada anak baduta/balita, kurangnya pemahaman tentang pola hidup sehat dan kurangnya pemenuhan gizi seimbang menjadi penyebab utama risiko stunting pada 12 sasaran yang ada. Sedangkan indikator sensitif berupa terbatasnya sarana prasarana jaringan informasi di kalurahan Mertelu sehingga sasaran sulit mendapatkan akses.
Di samping itu, komitmen sasaran untuk menindaklanjuti edukasi yang telah diberikan kader kesehatan maupun petugas gizi perlu terus dilakukan.
Sejauh ini para sasaran telah memiliki akses air minum yang layak dan sanitasi yang layak, namun ketersedian tersebut perlu dilakukan rutin perawatan terhadap kualitas sarana dan sumber airnya.
Memasuki bulan Oktober 2022 tahapan evaluasi dilakukan dengan mempertemukan secara langsung antara Tim Pakar dan sasaran. Melalui pertemuan dilakukan pengukuran ulang kepada para sasaran. Sebagai bahan informasi sasaran baduta/balita telah mendapatkan support PMT dari kalurahan maupun stakeholder yang lain serta edukasi bagi semua sasaran. Dari pengamatan dan konseling yang terjadi sasaran diharapkan melakukan rujukan ke puskemas dengan didampingi TPK (Tim Pendamping Keluarga) dan memastikan terpenuhi vitamin dan pemenuhan gizi melalui piringku.
Memasuki bulan Oktober 2022 tahapan evaluasi dilakukan dengan mempertemukan secara langsung antara Tim Pakar dan sasaran. Melalui pertemuan dilakukan pengukuran ulang kepada para sasaran. Sebagai bahan informasi sasaran baduta/balita telah mendapatkan support PMT dari kalurahan maupun stakeholder yang lain serta edukasi bagi semua sasaran. Dari pengamatan dan konseling yang terjadi sasaran diharapkan melakukan rujukan ke puskemas dengan didampingi TPK (Tim Pendamping Keluarga) dan memastikan terpenuhi vitamin dan pemenuhan gizi melalui piringku.
Selain hasil di atas, salah satu dari bumil telah melahirkan baduta dengan kondisi tidak beresiko, hal ini tentunya diharapkan juga bagi bumil yang lain. Untuk bunifas edukasi pola asuh harus terus didorong. Untuk catin minum tablet tambah darah juga harus dipastikan dikonsumsi. Kegiatan evaluasi tersebut diharapkan akan kembali dilakukan agar sasaran dapat tuntas dari resiko stunting.(*)
0 Comments