Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yaitu tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Pendek belum tentu stunting, tetapi stunting pasti pendek
Anak stunting tidak hanya sekadar ditandai dengan tubuhnya yang pendek, tetapi ternyata perkembangan otaknya juga terganggu, sehingga anak stunting akan mengalami penurunan dalam fungsi kognitif dan keterlambatan perkembangan motoriknya. Dan dalam jangka panjang, anak yang stunting beresiko mengalami masalah kesehatan di masa dewasa. Perempuan yang stunting akan melahirkan bayi yang lebih kecil, dan dimungkinkan akan melanggengkan lingkaran setan kemiskinan.
Stunting sangat urgen untuk mendapat perhatian penanganan dan pencegahannya, karena tinggi rendahnya prevalensi stunting di suatu negara berimplikasi terhadap masa depan bangsa. Untuk menuju negara maju di masa depan dibutuhkan SDM yang unggul, stunting merupakan satu salah hambatan yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk ditekan angka prevalensinya.
Komitmen dan peran aktif dari lintas sektor dalam memberikan intervensi spesifik juga sensitif sangat diperlukan, guna terwujudnya prevalensi stunting di angka 14% pada tahun 2024.
Guna percepatan pencegahan penanganan stunting berbagai kemetrian/lembaga, yang salah satunya BKKBN, berkolaborasi memunculkan berbagai strategi yang tujuan akhirnya menurunkan prevalensi stunting di angka 14% di tahun 2024.
Anak stunting tidak hanya sekadar ditandai dengan tubuhnya yang pendek, tetapi ternyata perkembangan otaknya juga terganggu, sehingga anak stunting akan mengalami penurunan dalam fungsi kognitif dan keterlambatan perkembangan motoriknya. Dan dalam jangka panjang, anak yang stunting beresiko mengalami masalah kesehatan di masa dewasa. Perempuan yang stunting akan melahirkan bayi yang lebih kecil, dan dimungkinkan akan melanggengkan lingkaran setan kemiskinan.
Stunting sangat urgen untuk mendapat perhatian penanganan dan pencegahannya, karena tinggi rendahnya prevalensi stunting di suatu negara berimplikasi terhadap masa depan bangsa. Untuk menuju negara maju di masa depan dibutuhkan SDM yang unggul, stunting merupakan satu salah hambatan yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk ditekan angka prevalensinya.
Komitmen dan peran aktif dari lintas sektor dalam memberikan intervensi spesifik juga sensitif sangat diperlukan, guna terwujudnya prevalensi stunting di angka 14% pada tahun 2024.
Guna percepatan pencegahan penanganan stunting berbagai kemetrian/lembaga, yang salah satunya BKKBN, berkolaborasi memunculkan berbagai strategi yang tujuan akhirnya menurunkan prevalensi stunting di angka 14% di tahun 2024.
Strategi-strategi pencegahan dan penanganan stunting
Strategi-strategi tersebut antara lain:
1. Sosialisasi tentang pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang diperuntukan bagi ibu hamil dan ibu dengan anak usia di bawah dua tahun (baduta). Diharapkan semua bumil dan baduta terpapar sosialisasi pengasuhan 1000 HPK.
2. Intervensi spresifk bagi sasaran prioritas
Intervensi Spesifik untuk sasaran prioritas antara lain: ibu hamil, ibu menyusui, dan anak dengan usia 0-23 bulan.
Bentuk intervensi yang dapat diberikan kepada ibu hamil dengan cara pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dari kelompok miskin, suplementasi tablet tambah darah. Sedangkan bagi ibu menyusui dapat dilakukan promosi dan konseling tentang pemberian makan bayi dan anak (PMBA), pemberian makanan tambahan bagi anak yang mengalami gizi kurang kondisi akut, pemantauan pertumbuhan.
3. Intervensi Spresifik bagi Sasaran Penting
Yang menjadi sasaran penting pada intervensi spresifik antara lain: remaja, wanita usia subur (WUS), dan anak dengan usia 24-59 bulan.
Bentuk intervensi yang diberikan kepada remaja dengan pemberian suplemen tambah darah, sedangkan untuk anak usia 24 bulan-59 bulan intervesi yang dapat dilakukan dengan pemberian makan tambahan bagi anak yang mengalami gizi kurang akut, diikuti dengan pemantauan pertumbuhan balita secara berkesinambungan, pemberian suplementasi kapsul vitamin A.
3. Intervensi Sensitif
Jenis intervensi yang dapat dilakukan antara lain dengan: 1) peningkatan penyediaan air minum dan sanitasi; 2) peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan; 3) dan tentunya disertai dengan meningkatkan kesadaran, komitmen, praktik pengasuhan gizi ibu dan anak.
Bentuk kegiatan nyata intervensi sensitif yang telah dilakukan antara lain dengan:
a. Menyediakan air minum yang aman dan akses sanitasi yang aman.
b. Akses pelayanan keluarga berencana (KB), akses jaminan kesehatan (JKN), akses bantuan uang tunai untuk keluarga kurang mampu (PKH).
c. Akses bantuan pangan non tunai (BPNT) untuk keluarga kurang mampu, akses fortifikasi bahan pangan utama (garam, tepung terigu, minyak goreng), akses kegiatan kawasan rumah pangan lestari (KRPL), penguatan regulasi mengenai label dan iklan pangan.
Sebagai bentuk komitmen yang kuat dari BKKBN setelah ditunjuk oleh Presiden RI sebagai wakil ketua penanganan stunting nasional, dibentuklah Tim Pendamping Keluarga (TPK). TPK yang beranggotakan 3 orang dari unsur PKK, IMP dan bidan harapannya dapat ikut berperan dalam menurunkan angka stunting di Indonesia.
Khusus di Perwakilan BKKBN DIY sendiri telah dibentuk 1852 TPK yang tersebar di 5 kabupaten/kota di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
TPK yang beranggota 3 orang dari unsur PKK, IMP, dan bidan mempunyai tugas masing-masing yang muaranya akan menurunkan angka stunting di wilayah:
Bidan mempunyai fungsi antara lain :
1. Melakukan asuhan kebidanan pada bayi yang baru lahir
2. Melakukan skrining awal faktor resiko stunting pada bayi
3. Melakukan pendampingan tumbuh kembang bayi baru lahir, minimal 3 kali (saat lahir, usia 6 bulan, dan 5 tahun) untuk verifikasi, validasi dan fasilitasi rujukan jika diperlukan.
PKK mempunyai fungsi antara lain:
1. Melakukan pola asuh tumbuh kembang anak
2. Memastikan bayi mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan
3. Memastikan bayi diatas 6 bulan mendapatkan MPASI dengan gizi cukup dan bervariasi
4. Memastikan bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap sesuai jadwal
5. Membantu penyaluran bansosstunting pada bayi baru lahir (0-59 bulan)
6. Melakukan koordinasi kader Posyandu dan BKB
IMP mempunyai fungsi antara lain:
1. Memastikan bayi mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan
2. Memastikan bayi diatas 6 bulan mendapatkan MPASI dengan gizi cukup dan bervariasi
3. Memastikan bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap sesuai jadwal
4. Membantu penyaluran bansos stunting kepada bumil beresiko stunting
5. Melakukan pendampingan kepada keluarga balita untuk melakukan pengasuhan sesuai dengan usia anak
6. Memastikan anak mendapatkan stimulasi sesuai usia agar tumbuh kembang optimal
7. Melakukan koordinasi kader Posyandu dan BKB
Harapannya, strategi-strategi hasil dari pemikiran beberapa kementrian/lembaga dapat dilaksanakan dengan baik, dan TPK yang beranggotakan bidan, kader PKK, dan kader IMP menjalankan fungsi dengan baik, dimungkinkan prevalensi stunting DI Yogyakarta yang kondisi awal tahun 2021 masih di angka 19 persen, harapan mencapai 14 persen di tahun 2024.
Respon positif dari masyarakat sasaran juga sangat diperlukan agar gayung bersambut, sehingga tujuan pun dapat dicapai.
1. Sosialisasi tentang pengasuhan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang diperuntukan bagi ibu hamil dan ibu dengan anak usia di bawah dua tahun (baduta). Diharapkan semua bumil dan baduta terpapar sosialisasi pengasuhan 1000 HPK.
2. Intervensi spresifk bagi sasaran prioritas
Intervensi Spesifik untuk sasaran prioritas antara lain: ibu hamil, ibu menyusui, dan anak dengan usia 0-23 bulan.
Bentuk intervensi yang dapat diberikan kepada ibu hamil dengan cara pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dari kelompok miskin, suplementasi tablet tambah darah. Sedangkan bagi ibu menyusui dapat dilakukan promosi dan konseling tentang pemberian makan bayi dan anak (PMBA), pemberian makanan tambahan bagi anak yang mengalami gizi kurang kondisi akut, pemantauan pertumbuhan.
3. Intervensi Spresifik bagi Sasaran Penting
Yang menjadi sasaran penting pada intervensi spresifik antara lain: remaja, wanita usia subur (WUS), dan anak dengan usia 24-59 bulan.
Bentuk intervensi yang diberikan kepada remaja dengan pemberian suplemen tambah darah, sedangkan untuk anak usia 24 bulan-59 bulan intervesi yang dapat dilakukan dengan pemberian makan tambahan bagi anak yang mengalami gizi kurang akut, diikuti dengan pemantauan pertumbuhan balita secara berkesinambungan, pemberian suplementasi kapsul vitamin A.
3. Intervensi Sensitif
Jenis intervensi yang dapat dilakukan antara lain dengan: 1) peningkatan penyediaan air minum dan sanitasi; 2) peningkatan akses dan kualitas pelayanan gizi dan kesehatan; 3) dan tentunya disertai dengan meningkatkan kesadaran, komitmen, praktik pengasuhan gizi ibu dan anak.
Bentuk kegiatan nyata intervensi sensitif yang telah dilakukan antara lain dengan:
a. Menyediakan air minum yang aman dan akses sanitasi yang aman.
b. Akses pelayanan keluarga berencana (KB), akses jaminan kesehatan (JKN), akses bantuan uang tunai untuk keluarga kurang mampu (PKH).
c. Akses bantuan pangan non tunai (BPNT) untuk keluarga kurang mampu, akses fortifikasi bahan pangan utama (garam, tepung terigu, minyak goreng), akses kegiatan kawasan rumah pangan lestari (KRPL), penguatan regulasi mengenai label dan iklan pangan.
Sebagai bentuk komitmen yang kuat dari BKKBN setelah ditunjuk oleh Presiden RI sebagai wakil ketua penanganan stunting nasional, dibentuklah Tim Pendamping Keluarga (TPK). TPK yang beranggotakan 3 orang dari unsur PKK, IMP dan bidan harapannya dapat ikut berperan dalam menurunkan angka stunting di Indonesia.
Khusus di Perwakilan BKKBN DIY sendiri telah dibentuk 1852 TPK yang tersebar di 5 kabupaten/kota di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
TPK yang beranggota 3 orang dari unsur PKK, IMP, dan bidan mempunyai tugas masing-masing yang muaranya akan menurunkan angka stunting di wilayah:
Bidan mempunyai fungsi antara lain :
1. Melakukan asuhan kebidanan pada bayi yang baru lahir
2. Melakukan skrining awal faktor resiko stunting pada bayi
3. Melakukan pendampingan tumbuh kembang bayi baru lahir, minimal 3 kali (saat lahir, usia 6 bulan, dan 5 tahun) untuk verifikasi, validasi dan fasilitasi rujukan jika diperlukan.
PKK mempunyai fungsi antara lain:
1. Melakukan pola asuh tumbuh kembang anak
2. Memastikan bayi mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan
3. Memastikan bayi diatas 6 bulan mendapatkan MPASI dengan gizi cukup dan bervariasi
4. Memastikan bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap sesuai jadwal
5. Membantu penyaluran bansosstunting pada bayi baru lahir (0-59 bulan)
6. Melakukan koordinasi kader Posyandu dan BKB
IMP mempunyai fungsi antara lain:
1. Memastikan bayi mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan
2. Memastikan bayi diatas 6 bulan mendapatkan MPASI dengan gizi cukup dan bervariasi
3. Memastikan bayi mendapatkan imunisasi dasar lengkap sesuai jadwal
4. Membantu penyaluran bansos stunting kepada bumil beresiko stunting
5. Melakukan pendampingan kepada keluarga balita untuk melakukan pengasuhan sesuai dengan usia anak
6. Memastikan anak mendapatkan stimulasi sesuai usia agar tumbuh kembang optimal
7. Melakukan koordinasi kader Posyandu dan BKB
Harapannya, strategi-strategi hasil dari pemikiran beberapa kementrian/lembaga dapat dilaksanakan dengan baik, dan TPK yang beranggotakan bidan, kader PKK, dan kader IMP menjalankan fungsi dengan baik, dimungkinkan prevalensi stunting DI Yogyakarta yang kondisi awal tahun 2021 masih di angka 19 persen, harapan mencapai 14 persen di tahun 2024.
Respon positif dari masyarakat sasaran juga sangat diperlukan agar gayung bersambut, sehingga tujuan pun dapat dicapai.
1 Comments
Mantap....semoga TPK berhasil menurunkan kasus stunting
ReplyDelete