Tujuannya, para warga akan lebih sejahtera dan berbahagia lahir batin, dan itu dimulai pertama-tama dengan hanya memiliki dua anak. Sebab, sekian lama ini, banyak keluarga yang sudah ikut program KB, hanya punya dua anak, tetapi tetap belum mencapai taraf sejahtera. Ini, sekali lagi, terjadi karena untuk mencapai tahapan sejahtera lahir batin, dengan meminimalkan jumlah anak saja belum cukup, tanpa disertai perubahan cara pandang, sikap, dan perilaku yang konstruktif. Lha yang sudah ikut KB saja belum otomatis sejahtera, apalagi yang tidak ikut?
Memang
betul bahwa core utama program KB adalah pembatasan
kelahiran, menekan natalitas, tetapi sesungguhnya ada 4 pilar lain dalam
program KB (selain menekan kelahiran) yang merupakan bagian dari program umum
pengentasan kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan, sebagaimana tertuang dalam
UU No 59 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
Keluarga, yakni: pendewasaan usia perkawinan (PUP), pemantapan
ketahanan keluarga, pemberdayaan ekonomi, serta pembinaan kepada penduduk.
Dengan
mengacu pada lima pilar tersebut, maka program-program dalam Kampung KB tidak
melulu berfokus pada upaya meningkatkan angka kesertaan ber-KB. Kalau hanya
aspek ini yang digenjot, sasaran programnya hanya kepada pasangan usia subur
(PUS), di mana segmentasinya perempuan menikah hingga usia 49 tahun. Dengan
dasar lima pilar tersebut, sasaran programnya adalah ke semua elemen warga,
masyarakat, dengan segala tataran usianya.
Dalam
konteks Gunungkidul, program kampung KB telah berjalan setidaknya lebih dari
dua tahun, meskipun ada juga kecamatan yang sejak 2016 sudah mencanangkan
kampung KB. Kini, setiap kecamatan di Gunungkidul memiliki 2 buah kampung KB. Dalam
perjalanannya, tentu ada dinamika di dalam pengelolaannya, karena kemampuan dan
karakter warga kampung tersasar yang berbeda-beda satu sama lain, belum lagi
menyangkut soal SDM di masing-masing dusun yang tentu saja bervariasi. Dukungan
pengampu kepentingan juga variatif. Ada sejumlah pemerintah desa (persisnya:
kepala desa/lurah) yang memberi dukungan penuh (baik secara program, kebijakan,
ataupun pendanaan), ada juga yang setengah-setengah, ada juga yang abai sama
sekali, sehingga kampung KB berjalan seadanya saja.
Namun
demikian, secara umum masyarakat merasakan dampak perubahan yang besar dengan
adanya program kampung KB ini, khususnya tentu saja di dusun tersasar. Ada
perubahan cara berpikir yang mereka rasakan, tambahan wawasan dan pengetahuan,
derajat kesehatan, perbaikan sarana dan prasarana, tingkat pendidikan, taraf
perekonomian, dan seterusnya, yang jelas jauh berbeda jika dibandingkan dengan
waktu belum dicanangkannya kampung KB di wilayah mereka.
Fenomena
Kampung KB Ngalangombo
Pada Jumat (28/6),
di Kampung KB Dusun Ngalangombo, Desa Dadapayu, Kecamatan Semanu, Kabupaten
Gunungkidul, diadakan even akbar, “Satu Hari Bersama Kampung KB Ngalangombo.”
Acara tersebut dihadiri oleh Kepala DP3AKBPM&D Kabupaten Gunungkidul, Forum
Kopinca Kecamatan Semanu, OPD Lintas Sektor Kecamatan Semanu, Ketua DPP IPeKB
Pusat, Ketua DPD IPeKB DIY, Ketua DPC IPeKB Kabupaten Gunungkidul, Pengurus
Kampung KB Saudagaran Tegalrejo yang didampingi oleh Sekdin OPD Bidang KB Kota
Yogya, Kepala Desa Dadapayu beserta unsur lembaga, kader IMP dan kader
kesehatan beserta warga masyarakat Dadapayu.
Adapun
rangkaian “Satu Hari Bersama Kampung KB
Ngalangombo” adalah display hasil
kerajinan dan olahan makanan oleh kelompok UPPKS, fragmen Jawa dengan tema
“Penundaan Usia Perkawinan” (PUP), Rasulan/Kenduri oleh tokoh masyarakat bersama
warga, Talkshow Pendewasaan Usia Perkawinan.
Acara ini menjadi bagian peliputan acara “Sobo Deso” oleh TVRI Yogyakarta, di
mana salah satu adegan menariknya adalah adegan hamil muda yang diperankan oleh
Angger Sutrisno dkk, artis TVRI Yogyakarta.
Kegiatan
even diawali dengan berdoa bersama yang
dipimpin oleh Wahyudi, SE sebagai pembawa acara. Kemudian dilanjutkan sambutan
oleh Sujadiyono, SIP, selaku Koordinator PKB Kecamatan Semanu dan menjadi
penyelenggara hajat akbar ini. Beliau pula yang menginovasi acara besar ini.
Pak
Jadi, demikian panggilan akrabnya, menjelaskan bahwa “Satu Hari Bersama Kampung
KB Ngalangombo” merupakan sebentuk rasa dan olah syukur kepada Allah SWT atas
ridha-Nya yang diberikan karena Padukuhan Ngalangombo ditunjuk Kampung KB,
sehingga kampung ini bisa melaksanakan program KKBPK dengan penuh antusiasme
luar biasa dan kekompakan warga masyarakat tanpa kecuali. Ngalangombo sekarang
telah mengalami banyak kemajuan di hampir semua bidang, baik kesertaan KB-nya,
derajat pendidikannya, taraf kesehatannya, pendapatan keluarganya, perilaku
hidupnya, dan seterusnya. Dan, itu semua pertama-tama diawali dengan
ditetapkannya sebagai Kampung KB. Atas kemajuan itu, kata Pak Jadi, pejabat-
pejabat bersama Bupati Kabupaten
Gunungkidul, pimpinan Perwakilan BKKBN DIY, dan BKKBN Pusat maupun Pejabat OPD
DI Yogyakarta berkenan hadir, bahkan berkali-kali, lebih- lebih Sujoko, SSos, MSi,
selaku Kepala DP3AKBPM&D Kabupaten Gunungkidul yang selalu memberikan
pembinaan dan pengarahan.
Acara
dilanjutkan fragmen Jawa dengan cerita bertema anti pernikahan dini. Alur
cerita sangat menarik, dengan aksi dan seni peran yang luar biasa oleh tokoh
masyarakat Ngalangombo. Pesannya sangat menghujam, mengajak warga untuk jauhi
nikah dini, agar lebih utamakan pendidikan anak-anak, utamakan skill dan
ketrampilan sebelum meniatkan diri untuk menikah. Fragmen ini mengusung semboyan,
“Gendong Tas Dhisik Lagi Gendong Bayi!”
Acara
berlanjut Talkshow Pendewasaan Usia
Perkawinan yang dipandu oleh tim UNALA Gunungkidul dengan menampilkan 3
narasumber: 1) Sujoko, SSos, MSi, Kepala DP3AKBPK&D Kabupaten Gunungkidul, dengan
materi Pendewasaan Usia Perkawinan;
2) dr Diah Setyowati, dengan materi, Kesehatan
Reproduksi Remaja; 3) Putri Katulistiwa, SPsi, dengan materi, Konseling Remaja; dua yang disebutkan
terakhir dari UNALA.
Sudjoko
dalam materinya secara umum menegaskan bahwa pendewasaan usia perkawinan (PUP) sangat
penting untuk memulai pernikahan
membentuk keluarga baru, untuk usia wanita 21 tahun dan untuk pria 25
tahun. Dengan demikian, kata Sujoko, saat menempuh keluarga baru sudah siap
baik secar fisik maupun secara mental, sehingga kehamilannya tidak berisiko dan
anak yang dikandung sehat, ibunya juga sehat, serta anaknya insya Allah tidak
akan mengalami stunting.
Kemudian
dilanjut oleh dr Diah Setyowati, Kepala Puskesmas Nglipar I, selaku mitra dari UNALA Yogyakarta Cabang
Gunungkidul. Dr Diah mengatakan, wanita yang hamil kurang dari umur 20 tahun
akan menyebabkan risiko yang banyak, karena secara medis organ reproduksinya belum memungkinkan untuk dibuahi.
Jika dipaksa, itu bisa menyebabkan kehamilannya mengalami keguguran, bayinya
lahir KEK, dan juga bisa menimbulkan kematian baik bagi bayi maupun ibunya. Oleh
karena itu, dr Diah menegaskan kepada
para remaja agar melakukan
perkawinan yang sehat; untuk wanita setidaknya sudah berumur
21 tahun dan pria 25 tahun.
Narasumber
yang terakhir, Putri Katulistiwa, SPsi, dari UNALA Gunungkidul mengatakan bahwa
remaja yang mengalami akil balig, untuk wanita mentruasi/ datang bulan, bagi
laki-laki mengalami mimpi basah. Putri mengingatkan kepada orang tua agar
selalu memperhatikan anaknya baik kesehatan maupun perilakunya, apalagi kepada
anak perempuannya yang akan menginjak akil balig. Putri mengajak kepada para
remaja agar menempuh sekolah yang lebih tinggi, kalau bisa sampai jenjang
sarjana (S1) dan memperoleh pekerjaan, baru kemudian menikah. Sesuai umur yang
dianjurkan oleh BKKBN, sebaiknnya 21 tahun untuk wanita dan 25 tahun bagi
laki-laki.
Pada
malam harinya, even Satu Hari Bersama
Kampung KB Ngalangombo diakhiri pagelaran
Wayang kulit oleh Ki Dalang Seno Nugroho, dengan mengambil lakon, Semar Mbangun Desa. Menurut tokoh pemuda
Ngalangombo, Bambang Pamungkas, dipilihnya lakon klasik ini sebagai ekspresi
syukur warga Ngalangombo atas segala nikmat Allah kepada dusun mereka tercinta.
“Untuk mengundang Ki Seno Nugroho ini, kami berswadaya dengan cara patungan
serta mengambil dana dari kas dusun. Alhamdulillah, karena dilandasi oleh
spirit untuk memajukan kampung KB, warga kompak dan penuh antusias menyisihkan
sebagian rezekinya untuk mensukseskan acara ini,” kata Bambang.
Sistematik
dan Sistemik
Apa yang terjadi
di Ngalangombo sebenarnya adalah sebuah fenomena, yakni tentang bagaimana
dampak luar biasa dalam kehidupan warga kampung (dusun) setelah disasar oleh
program Kampung KB ini. Kampung KB, dengan pelbagai tawaran programnya, telah
menggugah masyarakat dan warga dusun untuk bangkit memberdayakan diri dengan
potensi apa saja yang mereka miliki untuk mengubah keadaan, untuk mengatasi
masalah-masalah yang mereka hadapi sehari-hari, dari soal ekonomi, kesehatan,
pendidikan, pertanian, sosial-budaya, dan sebagainya. Sebaba, program KB
sendiri, meski main core-nya adalah
pada soal pengendalian penduduk, pengaturan kelahiran, akan tetapi main goal-nya adalah terwujudnya
kesejahteraan keluarga, yang pada tataran lebih besar adalah kesejahteraan
masyarakat secara luas. Dalam konteks inilah maka kemudian mekanisme
operasional program KB di lapangan akan melibatkan banyak sektor dan unsur
terkait sesuai jenjangnya masing-masing.
Misalnya
saja, di tingkat kecamatan, pelbagai unsur dan sektor di lingkup kecamatan akan
dilibatkan dalam mensukseskan program KKBPK; ada Forkompinca, Puskesmas, BPP,
KUA, UPT TK/SD, tokoh agama, tokoh masyarakat, kades, dan seterusnya. Konsep
Kampung KB pun dirancang seperti itu, bahwa ia adalah program “kroyokan”, yakni
setiap sektor dan unsur terkait di kecamatan bisa ikut berkontribusi memberikan
pembinaan, pendampingan, pengarahan, ataupun bentuk partisipasi apa pun untuk
memajukan dusun tersasar. Meskipun, tentu saja, sebagai leading sector-nya adalah PKB pembina di kampung KB yang
bersangkutan. Dengan cara seperti itulah, diharapkan kesejahteraan warga akan
lebih cepat tercapai, karena semua bidang atau aspek yang mendukung terwujudnya
kesejahteraan warga mendapat sentuhan perhatian yang sama. PKB memberi
perhatian pada aspek pengendalian penduduknya, Puskesmas pada kesehatan ibu dan
balitanya, UPT TK/SD pada pendidikan anak-anaknya, KUA pada aspek keagamaannya,
BPP pada dunia pertaniannya, dan seterusnya. Semua berjalan bersama-sama,
sehingga semua sisi mendapat porsi garapan yang sama, dan pada akhirnya
mendapatkan dampak perubahan yang nyata dan juga sama. Inilah yang dimaksud
oleh Bupati Gunungkidul, Hj Badingah, SSos, bahwa program kampung KB
dilaksanakan secara sistematis dan sistemik.
Pentingnya
Pendekatan Tokoh
Dengan adanya
program kampung KB ini, di banyak wilayah (kecamatan) di Gunungkidul,
masyarakat benar-benar merasakan adanya perubahan. Tidak hanya perubahan cara
pandang (mind set), tetapi juga
perubahan perilaku, sikap, serta keadaan mereka baik menyangkut bidang
kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan seterusnya.
Sebagai
misal adalah di kampung KB Ngalangombo sendiri. Kadus Ngalangombo, Wita
Yulianto, mengutarakan bahwa ketika dicanangkan pada tahun 2017, warga dusunnya
masih sulit diajak kerjasama dan berpartisipasi untuk memajukan dusun melalui
program ini. Tetapi, dengan pendekatan yang telaten dan melalui pendekatan ke
tokoh-tokoh masyarakat, tokoh pemuda, akhirnya masyarakat bisa digerakkan.
“Dan, ternyata, setelah mereka tahu dan ikut terlibat, mereka merasakan betapa
besar manfaat program kampung KB bagi kemajuan dusun. Mereka kini sadar
pentingnya ikut KB, pentingnya KB Pria, pentingnya kesehatan ibu dan balita,
pentingnya pendidikan anak, pentingnya menambah pendapatan keluarga. Bisa kita
lihat secara fisik misalnya, sekarang semua genting rumah warga ditulisi
slogan-slogan program KB, dinding semua dicat biru, dan di beberapa titik dusun
dipasang banner program KB. Ini menunjukkan dukungan yang luar biasa dari warga
atas keberadaan kampung KB Ngalangombo,” papar Wita.
Sujadiyono,
SIP, PKB Semanu, memberikan testimoni tambahan untuk Wita. Pada awalnya, tutur
Pak Jadi (demikian sapaan akrabnya), konsep “Satu Hari Bersama Kampung KB
Ngalangombo”, yang mengintegrasikan promosi program KKBPK dengan gelaran budaya
bersih dusun, atau “Rasulan”, kurang diterima masyarakat. “Akan tetapi, setelah
dijelaskan konsepnya secara detil dan pendekatan ke tokoh agama, tokoh
masyarakat, mereka pun sepakat, dan bahkan berani berswadaya mengeluarkan dana
yang relatif besar untuk ukuran warga
dusun. Dan ternyata, acara berlangsung sukses dan meriah luar biasa. Sambutan
masyarakat sangat luar biasa, tidak hanya dari warga Ngalangombo sendiri,
tetapi juga warga dusun lain. Pihak pemerintah, dari tingkat dusun sampai
kecamatan dan kebupaten, memberi apresiasi luar bisa, karena ini merupakan
inovasi yang bagus tentang bagaimana mengintegrasikan promosi program KB di
dusun dengan kearifan lokal,” kata Pak Jadi.
Menekan
Angka Pernikahan Dini
Hal yang sama,
yakni tentang perubahan nyata di dusun tersasar kampung KB, dirasakan oleh
warga masyarakat dari kampung KB yang lain. Jamal, Dukuh Nanas, Tileng,
Girisubo, merasakan perubahan signifikan di dusunnya setelah disasar program
kampung KB (bahkan) sejak awal 2016. “Hal nyata yang saya lihat dan amati,
sekarang warga menjadi sadar pentingnya menjaga kesehatan ibu dan balita. Para
PUS di sini juga menjadi lebih tertib menjadi peserta KB, khususnya MKJP, dalam
hal ini implan. Dulu di dusun kami hampir semua PUS memakai alokon suntik.
Sekarang peserta suntik KB berkurang, setelah sering diberi wawasan bahayanya
KB hormonal secara berlebihan dan dalam waktu lama. Lansia di sini juga lebih
peduli pada kesehatan karena di waktu-waktu tertentu ikut kegiatan senam
lansia. Selain itu, semua keluarga juga jadi lebih peduli dengan lansia mereka,
karena sering mendapatkan materi atau wawasan tentang bagaimana bergaul dengan
lansia atau cara mengasuh mengasuh lansia dengan baik,” katanya.
“Tak
kalah menyenangkan,” sambung Jamal, “di dusun kami sekarang angka pernikahan
dini sudah diminimalkan, bahkan sampai di titik nol, tidak ada kasus lagi dalam
dua tahun terakhir ini, sebagai dampak dari penyuluhan tentang KRR dan bahaya
nikah dini bagi remaja yang sering disampaikan oleh petugas dari PKB,
Puskesmas, dan penyuluh KUA. Dengan tidak ada pernikahan dini, semoga
masyarakat kami makin sehat dan sejahtera. Sebab kami yakin, jika para remaja
mendewasakan usia perkawinan mereka, maka insya Allah mereka akan menjadi
orangtua yang ideal, dan anak-anak mereka akan sehat.”
Kegiatan Ekonomi Produktif
Sri Endayani, Kasipel
Desa Pucung, Girisubo, mengungkapkan hal yang sama tentang perubahan nyata pada
dusun tersasar kampung KB. Di Pucung, dusun yang tercanang kampong KB adalah
Wonotoro, yang secara geografis lokasinya di pesisir dan dekat dengan kawasan
pantai selatan. Jadi memang memenuhi syarat sekali sebagai kampung KB, memenuhi
kriteria “galcitas” (tertinggal, terpencil, dan terbatas). Menurut Bu Ninik,
panggilan akrabnya, hal yang menonjol di Dusun Wonotoro setelah menjadi kampung
KB adalah kegiatan ekonominya. Para ibu warga kampung KB yang tergabung dalam
kelompok UPPKS, kini aktif dalam kegiatan pembuatan dan pemasaran produk
makanan yang berbahan lokal seperti sriping, stik, kripik, dan semacamnya.
“Produk unggulannya adalah roti, yang dipasarkan kepada orang-orang yang punya
hajat seperti resepsi pernikahan. Selama ini di acara-acara resepsi kan menunya
monoton. Dengan produk kami, yakni roti kukus dan brownies, menunya jadi agak
bervariasi. Segmen pertama sebagai sasaran konsumennya adalah warga di dusun
kami sendiri, dan harapannya akan semakin menyebar ke dusun-dusun lain. Selain
roti, ada juga produk stik dan abon ikan tuna. Kami pilih ikan tuna, karena di
wilayah kami potensi atau sumber daya ikan tuna lumayan melimpah. Kami sangat
berterimakasih kepada Bu Woro Sastini, dari kampung KB Nanas, yang mengajari
kami ihwal bagaimana cara membuat stik dan abon tersebut.”
Emi
Setyaningsih, SIP, kader kampung KB Wonotoro, menambahkan, “Ada juga peyek
kedelai dan kacang, sriping ketela dan pisang, pokoknya apa pun kami buat
dengan bahan-bahan lokal yang ada. Pemasarannya sejauh ini masih di wilayah
Wonotoro dan sekitarnya, dan alhamdulillah lancar dan cukup menguntungkan. Yang
menjadi andalan kami yang cukup unik adalah kripik pare. Sejauh ini hanya di
Wonotoro ada produk ini di wilayah Girisubo. Di acara-acara tingkat kecamatan,
kami menjual produk ini dan selalu habis.”
Mencegah Stunting
Progres yang tak
kalah menarik adalah yang terjadi di Kampung KB Hargosari, Tegalrejo, Kecamatan
Gedangsari. Sekian lama ini, Gedangsari adalah salah satu kecamatan di
Gunungkidul yang sukses menekan angka pernikahan dini. Demi mendukung program
tersebut, dan demi semakin mengukuhkan identitas Gedangsari sebagai wilayah
yang minim angka nikah dininya, maka kampung KB Hargosari juga konsern dalam
hal yang sama. Melalui kelompok PIK-R Delima, kampong KB Hargosari
mempromosikan gerakan “Ayunda Si Menik” (Ayo tunda usia menikah), yang salah
satu bentuknya adalah dengan memasyarakatkan lagu, Ayunda Si Menik, karangan Kepala KUA Gedangsari, Muh Kamsun, SAg,
MA. Menurut Wiyono, sekertaris PIK-R Delima, dengan pemasyarakatan lagu ini,
diharapkan remaja-remaja Hargosari semakin sadar dan tertanam di hati mereka
tentang pentingnya mendewasakan usia perkawinan.
Menurut
Nuryatin, Ketua PIK-R Delima, anggota PIK-R Delima sekitar 40 orang, dengan
rata-rata usia SMP dan SMA, dengan kegiatan rutin pertemuan setiap Sabtu di pekan
pertama dilanjutkan kegiatan Posyandu remaja. “Yang menarik,” lanjut Nuryatin,
“sebagian besar anggota PIK-R Delima adalah anggota satgas 1000 HPK (seribu
hari pertama kehidupan). Mereka setiap sebulan sekali mengadakan pertemuan
rutin, yang kemudian dilanjutkan pengambilan sedekah telur dari warga dusun,
yang diperuntukkan bagi balita yang kurang gizi. Kegiatan ini untuk menunjang
kampanye Sego Ceting (semangat gotong
royong cegah stunting). Dengan program ini, harapan kami, di kampung KB
Hargosari tidak aka nada bayi yang terlambat tumbuh, sehingga generasi kami
mendatang adalah generasi yang cerdas. Sejauh ini, dengan adanya swadaya
seperti ini, masyarakat sangat antusias mendukung, karena mereka sadar, ini
untuk masa depan generasi Hargosari yang lebih baik.”
Hal
yang sama juga dirasakan oleh kader KB-Yandu di Kampung KB Klampok,
Giripurwo, Purwosari. Karena kegiatan BKB-nya yang semakin eksis, banyak
lembaga atau institusi lain yang memberi kepercayaan. Misalnya pada Senin (22/4),
di mana kampung KB Klampok menggelar kegiatan Gebyar Posyandu
Perdana yang bekerjasama dengan PT Indofood. Dalam acara
ini, PT Indofood memberi kepedulian memberikan pelatihan pada kader
dan fasilitasi acara Gebyar Posyandu Perdana. “Klampok yang
ditunjuk sebagai kampung KB merupakan kebanggaan
tersndiri buat kami. Karena berkah adanya kampung KB, maka diadakanlah acara Gebyar
Posyandu Perdana ini, di mana kader dan orangtua BKB mendapat wawasan,
sementara balitanya mendapat asupan gizi. Saya berharap Posyandu kita lebih
baik dari sebelumnya, balitanya maskin sehat, dan ilmu yang didapatkan kader
bisa disosialisasikan pada warga lain sehingga tidak adalagi balita yang
mengalami kekurangan gizi maupun keterlambatan pertumbuhan,” ujar Margono,
Dukuh Klampok.
Kegiatan
ini murni didukung dari PT Indofood sejak 2016, dan semakin eksis
setelah Klampok menjadi kampung KB. Kegiatannya konsern pada fasilitasi
pengayaan wawasan kepada kader BKB dan ibu balita tentang parenting, serta
pemberian asupan gizi bagi balita.
Setiap
bulan sekali ibu-ibu balita (anggota BKB) sangat antusias berperan aktif
dalam pertemuan rutin di kampung KB, untuk penimbangan, pemeriksaan
kesehatan, sharing dan mendapat wawasan tentang parenting, sembari mendampingi
putra putri mereka.
Ibu-ibu
anggota BKB merasa senang dengan kegiatan rutin ini, karena mereka
kegiatan ini sangat bermanfaat baik untuk balita maupun orang tua. “Bagaimana
pun juga, untuk perkembangan mental sosialnya, anak memang perlu dilatih
dengan bersosialisasi dengan orang lain. Selain itu, orangtua juga harus punya wawasan tentang
parenting yang baik, agar anak-anak mereka bisa sehat dalam tumbuh kembangnya,
tidak stunting,” ujar Nur Istiqomah, PKB Purwosari. Ditambhakan juga oleh Nur,
bahwa pertemuan BKB di kampung KB Klampok juga sebagai momentum bersilaturahmi antar
ibu balita, bertukar informasi dan pengalaman dalam pengasuhan anak balitanya.
Membentuk Lansia Tangguh
Salah satu tantangan penting dalam beberapa tahun belakangan ini dalam
konteks Gunungkidul, juga DIY pada umumnya, adalah jumlah lansia yang terus
bertambah. Maka salah satu kegiatan penting di kampung KB adalah bagaimana
mengaktifkan wadah BKL (bina keluarga lansia), tempat di mana para keluarga
yang memiliki lansia, atau lansianya sendiri, mendapatkan pembinaan,
pengarahan, pelatihan, pendampingan, bahkan juga pemeriksaan kesehatan, dengan
tujuan agar terbentuk karakter lansia yang sehat, tangguh, produktif, mandiri,
di kampung KB. Salah satu kampung KB yang konsern dalam kegiataan pembinaan
kepada lansia adalah kampung KB Wareng, Kepek, Saptosari. Di kampung KB ini,
kegiatan BKL berjalan aktif dan terintegrasikan dengan Posyandu lansia. Setiap
pertemuan rutin, yakni sebulan sekali, diisi dengan acara penimbangan,
pengukuran lingkar pinggang, dan pengukuran tensi lansia oleh petugas dari
Puskesmas. Setelah itu, kader BKL memberikan penyuluhan motivasi kepada lansia tentang
konsep diri, tentang hidup sehat, tentang kemandirian, dan seterusnya. Ada juga
sesi permainan seperti tepuk lansia, sesi senam lansia, untuk kesehatan fisik
lansia serta agar tidak terkena dimensia (pikun).
“Adanya permainan, senam, itu semua menjadi obat dan
penyemangat tersendiri bagi lansia yang hadir. Selain itu, dengan adanya
pertemuan rutin setiap bulan, itu menjadikan lansia di kampung KB bisa berbaur
dengan lansia lainnya, mereka mampu membuat suasana yang penuh keceriaan. Ini
semua membuat lansia semangat menjalani hidupnya, memahami bahwa hidupnya
bermakna, dan eksis di hadapan orang lain. Keberadaan kampung KB benar-benar
memberi dampak dan warna positif bagi kehidupan lansia di kampung KB Wareng
ini,” terang Ervina Budiati, tenaga harian lepas (THL) di BPKB Saptosari.
Khatimah
Kita semua yakin, bahwa Indonesia bisa menjadi bangsa yang kuat jika
keluarga-keluarga di Indonesia bisa hidup sejahtera. Dengan kesuksesan program
KKBKPK termasuk Kampung KB, dengan merujuk ke
beberapa contoh kasus di sejumlah kampung KB di wilayah Gunungkidul, harapannya
pertumbuhan penduduk bisa teratasi, manfaat bonus demografi dapat diraih, dan
kesejahteraan keluarga bisa terwujud. Karena memang
tujuan utama nan puncak dari pembentukan kampung KB adalah kesejahteraan
masyarakat.
Progres positif yang ditunjukkan oleh sejumlah kampung KB
di atas semustinya bisa mengungkit kesadaran semua lini, semua sektor dan
bidang terkait, untuk memperhatikan kampung KB di wilayahnya masing-masing.
Sebab, keberhasilan suatu kampung KB setidaknya membutuhkan lima faktor, yakni:
1) Komitmen kuat dari pemangku kebijakan di
semua tingkatan; 2)
Integrasi lintas sektor; 3) Optimalisasi fasilitas dan dukungan
mitra kerja; 4) Semangat dan dedikasi pengelola Kampung
KB, termasuk petugas lini lapangan KB, serta 5) Partisipasi
aktif Masyarakat.
(lihat: Petunjuk
Teknis Kampung KB, BKKBN 2015). Dari
gambaran di pada beberapa kampung KB di atas, hanya poin ke 4 dan 5 saja yang
menonjol, sedangkan 3 (tiga) yang lainnya belum maksimal. Di sinilah dibutuhkan
kesadaran dan komitmen pihak atau sektor lain untuk memberi perhatian dan
terlibat dalam mendukung kegiatan-kegiatan di kampung KB. Karena, dengan titik
pangkal dari dusun atau kampung di pinggiran, selanjutnya akan memberi dampak
dan teladan, preseden, bagi dusun lain, selanjutnya desa, kecamatan, dan
seterusnya. Sebab, sudah diketahui bersama, Kampung KB adalah
program yang sejalan
dengan agenda prioritas pembangunan pemerintah (Nawacita Joko Widodo) butir 3, 5, dan 8.
Nawacita ketiga yaitu membangun Indonesia dari pinggiran, yang tujuannya demi memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara
kesatuan. Nawacita kelima yaitu meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui, terutama peningkatan kualitas pendidikan. Sebab, pendidikan adalah modal utama peningkatan
kualitas bangsa. Terakhir, nawacita kedelapan, ialah melakukan revolusi karakter bangsa. Hanya saja, revolusi karakter bangsa tak mungkin
terwujud
melalui pendidikan
yang baik. Dalam kerangka kampung KB, insya Allah, ketiga
nawacita tersebut (3, 5, dan 8) disatukan impelemntasinya secara sistemik dan
sistematis. Semoga.(*) [Sabrur Rohim,
SAg, MSI & Edy Subambang, SSos/PKB Girisubo & PKB Tepus, Gunungkidul]
0 Comments