Menurut Wikipedia, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang
terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di
suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Selanjutnya, menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua
atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan
perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi
satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta
mempertahankan suatu kebudayaan. (lihat: https://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga)
Berdasar Undang-Undang 52 tahun 2009
tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Bab I pasal 1 ayat
6 pengertian keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami istri; atau suami, istri dan anaknya; atau ayah dan anaknya (duda), atau
ibu dan anaknya (janda).
Menurut Sri Lestari, dalam bukunya, Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam
Keluarga (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), disebutkan bahwa banyak
ahli atau pakar yang mendefinisikan pengertian keluarga. Sigmund Freud, seorang
ahli psikologi, menyatakan pada dasarnya keluarga itu terbentuk karena adanya
perkawinan pria dan wanita. Keluarga, ujar Freud, merupakan manifestasi dari
pada dorongan seksual sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan seksual
suami isteri. Meskipun, sesungguhnya soal seksual ini bukan satu-satunya hal
yang pokok dalam kehidupan keluarga.
Dari definisi Freud di atas, kemudian dipahami bahwa pengertian
keluarga adalah sekumpulan orang (rumah tangga) yang memiliki hubungan darah
atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental
mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada
dalam suatu jaringan.
Fitzpatrick (2004), memberikan pengertian keluarga dengan cara
meninjaunya berdasarkan tiga sudut pandang yang berbeda, yaitu:
Pengertian keluarga secara struktural:
Keluarga didefenisikan berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran anggota dari
keluarga, seperti orang tua, anak, dan kerabat lainnya. Definisi ini
memfokuskan pada siapa saja yang menjadi bagian dari sebuah keluarga. Dari
perspektif ini didapatkan pengertian tentang keluarga sebaga asal-usul (families of origin), keluarga sebagai
wahana melahirkan keturunan (families of
procreation), dan keluarga batih (extended
family).
Pengertian keluarga secara fungsional:
Definisi ini memfokuskan pada tugas-tugas yang dilakukan oleh keluarga,
keluarga didefinisikan dengan penekanan pada terpenuhinya tugas-tugas dan
fungsi-fungsi psikososial. Fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi perawatan, sosialisasi
pada anak, dukungan emosi dan materi, juga pemenuhan peran-peran tertentu.
Pengertian keluarga secara transaksional:
Definisi ini memfokuskan pada bagaimana keluarga melaksanakan fungsinya.
Keluarga didefenisikan sebagai kelompok yang mengembangkan keintiman melalui
perilaku-perilaku yang memunculkan rasa identitas sebagai keluarga (family identity), berupa ikatan emosi,
pengalaman historis, maupun cita-cita masa depan.
Berikut ini pengertian lainnya tentang definisi keluarga menurut
para ahli, al:
Duvall dan Logan (1986): Keluarga adalah sekumpulan orang dengan
ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan,
mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional,
serta sosial dari tiap anggota keluarga.
Bailon dan Maglaya (1978): Keluarga adalah dua atau lebih individu
yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan,
atau adopsi. Mereka saling berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran
masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.
Departemen Kesehatan RI (1988) : Keluarga merupakan unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
Narwoko dan Suyanto (2004): Keluarga adalah lembaga sosial dasar
dari mana semua lembaga atau pranata sosial lainnya berkembang. Di masyarakat
mana pun di dunia, keluarga merupakan kebutuhan manusia yang universal dan
menjadi pusat terpenting dari kegiatan dalam kehidupan individu.
Dari pelbagai definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
karakteristik keluarga adalah sbb:
1. Terdiri
dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau
adopsi.
2. Anggota
keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial:
suami, istri, anak, kakak dan adik.
3. Anggota
keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan
satu sama lain.
4. Mempunyai
tujuan menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik,
psikologis, dan sosial anggota.
Keluarga juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga inti (conjugal family) dan keluarga kerabat (consanguine family). Conjugal Family atau keluarga inti
(batih) didasarkan atas ikatan perkawinan dan terdiri dari suami, istri, dan
anak-anak mereka yang belum kawin. Sedangkan Consanguine family tidak didasarkan pada pertalian suami istri,
melainkan pada pertalian darah atau ikatan keturunan dari sejumlah orang
kerabat. Keluarga kerabat terdiri dari hubungan darah dari beberapa generasi
yang mungkin berdiam dalam satu rumah atau pada tempat lain yang berjauhan.
“Kesatuan keluarga consanguine ini disebut juga sebagai extended family atau “keluarga luas. (Narwoko dan Suyanto, 2004,
hlm. 14).
Aspek Tumbuh Kembang dan Faktor Perencanaan
Sampai di sini, yang harus
dipahami adalah bahwa tumbuh kembangnya beberapa aspek manusia baik itu yang
bersifat fisik atau psikis, sosial dan spiritual, yang paling menentukan bagi
keberhasilan kehidupannya, sangat ditentukan oleh lingkungan keluarga.
Lingkungan keluarga yang kondusif menentukan optimalisasi perkembangan pribadi,
penyesuaian diri, kemampuan bersosialisasi, kecerdasan, kreativitas, moral,
juga peningkatan kapasitas diri menuju batas-batas kebaikan dan kesempurnaan
dalam ukuran kemanusiaan. Keluarga merupakan lembaga sosial yang paling awal
dikenal dan dekat dengan anak, hal ini menjadikan peranan keluarga dalam
pendidikan dan proses pembentukan pribadi tampak dominan. Karena pada dasarnya
manusia itu memiliki potensi yang positif untuk berkembang akan tetapi potensi
itu bisa teraktualisasikan atau tidak, sangat ditentukan oleh peran pendidikan
dalam keluarga.
Untuk
membentuk suatu kondisi atau lingkungan keluarga yang baik atau ideal, tentu
saja tidak semudah membalik telapak tangan. Segala sesuatu yang baik dan ideal
tidak mungkin diraih secara instan, melainkan memerlukan syarat berupa
persiapan yang komprehensif dan matang. Persiapan yang dimaksud itu adalah
rencana (planning). Idealnya, setiap
orang memiliki rencana yang baik sebelum memasuki kehidupan berkeluarga, baik
secara fisik, mental spiritual, ekonomi, psikologis, sosial, dan seterusnya.
Dengan perencanaan yang baik mencakup segala aspek yang terkait, maka kondisi
atau lingkungan ideal yang didambakan bisa terwujud, atau sekurang-kurangnya
masalah-masalah yang mungkin timbul bisa diminimalisasi.
Wawasan itulah yang kemudian melandasi tema Hari Keluarga
Nasional (Harganas) 2019 kali ini, yakni, “Hari Keluarga, Hari Kita Semua,”
dengan slogan, “Cinta Keluarga, Cinta Terencana.” Slogan ini mengandung arti,
persisnya, bahwa kondisi atau lingkungan ideal dalam sebuah keluarga, yang akan
berdampak penting bagi pelbagai aspek tumbuh kembang anak-anak, diawali
pertama-tama dengan perencanaan yang baik. Hal mana, perencanaan itu bukan saja
ketika keluarga itu terbentuk, akan tetapi lebih jauh lagi sebelum seseorang
meniatkan diri untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga.
Harganas sendiri setiap tahunnya diperingati pada 29 Juni.
Tahun 2019 ini, puncak peringatan Hari Keluarga Nasional ke-26 akan digelar di
Banjarbaru, Kalimantan Selatan pada awal Juli. Deputi Bidang Keluarga Sejahtera
dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) BKKBN, Dr dr M Yani, MKes, pada Februari 2019
silam mengatakan bahwa pelbagai kegiatan akan digelar dalam mewarnai peringatan
Harganas, baik pra puncak peringatan maupun pasca acara. Di antara rangkaian
kegiatan tersebut adalah: “Festival Penggalang Ceria,” “GenRe Edu Camp,” “One Stop Service Pelayanan untuk Anak anak,” serta “One Day for Children untuk Anak-anak Terlantar.”
Selain itu, tambah Yani, akan diadakan pula beberapa
kegiatan seminar, di antaranya tentang kependudukan dan perkawinan anak,
mengingat kasus perkawinan anak di Kalimantan Selatan mencapai 30 persen saban
tahunnya. Rencananya, selain seminar juga akan dilangsungkan lomba pencegahan
perkawinan anak.
Yani mengatakan bahwa tujuan dari peringatan Hari Keluarga
Nasional adalah untuk meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat
terhadap pentingnya keluarga kecil, bahagia dan sejahtera dalam kerangka
ketahanan keluarga. Selain itu, kegiatan ini juga diharapkan dapat meningkatkan
pemahaman masyarakat dalam penerapan delapan fungsi keluarga, antara lain fungsi
agama, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi ekonomi, fungsi pendidikan,
fungsi reproduksi, fungsi sosial dan budaya, serta fungsi lingkungan.
Yani menegaskan, dipilihnya Kalimantan Selatan sebagai
tempat puncak peringatan Harganas ini adalah karena provinsi tersebut dalam
pencapaian program KKBPK-nya dinilai semakin baik dari waktu ke waktu.
Sementara itu, Gubernur Kalimantan Selatan, Sahbirin Noor,
ingin menjadikan momentum Hari Keluarga Nasional ke-26 ini untuk mengedukasi
masyarakat tentang pentingnya membangun keluarga sejahtera lahir dan batin.
Selain itu, Pak Birin, demikian panggilan akrabnya, ingin agar seluruh
masyarakat Kalsel paham bagaimana menjaga bumi dan menekan ledakan pertumbuhan
penduduk. “Ingat, bumi kita ini stagnan, dia tidak berubah, tidak akan
bertambah luas. Tanah yang ada dimanfaatkan oleh warga bumi dan semakin
berkurang karena populasi manusia yang selalu bertambah. Salah satu upaya untuk
meminimalkan populasi penduduk dunia, adalah dengan kita mengikuti program Keluarga Berencana,” katanya. Pak Birin
juga mengajak seluruh keluarga di Kalimantan Selatan untuk menjaga dan
membangun Kalimantan Selatan mulai dari keluarga. “Mari kita jaga dan pelihara
dan kita awali mulai dari rumah sendiri, untuk membangun suatu masyarakat
sejahtera lahir dan batin dan tetap memegang teguh pada slogan ‘dua anak cukup!’ Selain itu,
mari bangun ketahanan keluarga kita dengan mewujudkan penerapan 4 (empat)
pendekatan ketahanan keluarga, yakni keluarga
berkumpul, keluarga berinteraksi,
keluarga berdaya, serta keluarga peduli dan berbagi,” tandasnya.
(lihat, www.Tribunnews.com, “Edukasi Masyarakat Pentingnya Membangun Keluarga Saat Harganas 2019,”
edisi 4 Februari 2019).
Penegasan
Gubernur Kalsel di atas, tentang keharusan berpijak pada slogan ‘dua anak
cukup’, mengisyaratkan pentingnya faktor perencanaan dalam membangun keluarga
yang sejahtera lahir dan batin. Artinya, dengan meminimalisir besaran keluarga,
insya Allah tanggungan atau beban nafkah sebuah keluarga akan lebih ringan,
sehingga kebutuhan keluarga baik itu menyangkut sandang, pangan, papan,
kesehatan, pendidikan, dan seterusnya bisa teratasi secara memadai. Jika ini
bisa dicapai, maka tentu kesejahteraan sebuah keluarga bukan sesuatu yang
mengada-ada. Perencanaan menyangkut besaran keluarga ini bukan hanya soal
jumlah, kuantitas, (di mana idealnya, sesuai anjuran Pemerintah, adalah cukup 2
saja!), tetapi juga soal jarak antar anak. Seyogianya, jarak antara satu anak
dan lainnya sekurang-kurangnya lima tahun. Ini dengan maksud, agar tidak ada
dua balita di dalam sebuah keluarga, yang tujuannya adalah agar orangtua bisa
memberikan pengasuhan yang maksimal secara lahir-batin di masa-masa usia emas (golden age) anak-anaknya.
Hal
penting lain menyangkut perencanaan ini adalah tentang kapan memulai kehamilan
dan mengakhirinya. Pemerintah menganjurkan bahwa seorang perempuan menikah
setidak-tidaknya jika sudah berusia 21 tahun, sedangkan laki-laki paling tidak
sudah berusia 25 tahun. Pada usia itu, secara fisik seorang perempuan sudah
siap menjalani proses reproduksi: berhubungan seks, hamil, melahirkan,
menyusui. Ada penelitian ilmiah menyebutkan sebuah temuan, bahwa kualitas
sperma terbaik adalah ketika pria berusia antara 25-35 tahun, sehingga anak
yang dihasilkan juga akan berkualitas secara fisik dan intelektual. Di
usia-usia tersebut juga, suami dan istri sudah memiliki kesiapan mental menjadi
orangtua, memiliki kemampuan untuk mencari nafkah, dan seterusnya. Anjuran
Pemerintah agar perempuan mengakhiri kehamilannya ketika usia mencapai 35 tahun
juga untuk kepentingan kaum ibu dan anak-anak yang mereka lahirkan. Secara
medis diketahui, bahwa kesehatan dan kondisi organ-organ reproduksi kaum Hawa
semakin menurun ketika usia sudah mencapai 35 tahun, sehingga ditengarai akan
berdampak kurang baik juga bagi proses kehamilan, persalinan, dan kualitas bayi
yang mereka lahirkan.
Kembali ke
Meja Makan!
Sementara itu, Kepala DP3AKBPM dan D Gunungkidul, Sujoko,
SSos, MSi, memberi sedikit penjelasan tentang 4 pendekatan tersebut. Dihubungi
di ruang kerjanya, Sujoko menjelaskan bahwa, Keluarga Berkumpul, adalah kegiatan berkumpul bersama keluarga,
yakni meluangkan waktu tanpa disibukkan dengan gawai (gadget), televisi, atau
alat elektronik lainnya yang bisa mengganggu “kekhusyukan” berkumpul. Untuk
memulainya kegiatan keluarga berkumpul dapat dilakukan pada momen-momen seperti
Hari Keluarga, Hari Raya, akhir pekan, dan hari libur lainnya. “Saya sarankan
kepada keluarga di Gunungkidul, agar kegiatan berkumpul bersama keluarga
menjadi agenda keluarga sehari-hari, yaitu menyempatkan waktu untuk berkumpul
dengan keluarga sekitar 20 (dua puluh) menit per hari (misalnya waktu makan
malam bersama),” ujar Sujoko.
Keluarga
Berinteraksi, lanjut Sujoko, adalah kegiatan di
mana semua anggota keluarga meluangkan waktu berkumpul dan saling bercengkrama,
serta saling tukar pengalaman dengan komunikasi yang lebih berkualitas.
Keluarga berinteraksi tidak hanya dilakukan dengan keluarga inti tetapi juga
dilakukan dengan keluarga besar (sanak saudara dan kerabat) serta dengan
tetangga sekitarnya, misalnya pada acara arisan keluarga, reuni, pengajian dan
kegiatan-kegiatan sejenisnya. Selama ini, kata Sujoko, kita bertemu, berkumpul,
tetapi cenderung tidak berkomunikasi secara berkualitas, karena justru suntuk
dengan gadgetnya sendiri-sendiri. Hal ini harus dihindari, supaya ada
komunikasi yang efektif saat pertemuan.
Keluarga
Berdaya, menurut Sujoko, adalah suatu kegiatan
di mana keluarga-keluarga mampu memanfaatkan potensi yang dimilikinya untuk
membuat diri dan keluarganya tidak bergantung pada pihak lain. Masyarakat
berdaya lebih mengandalkan segala potensi yang ada dalam dirinya, baik berupa
keterampilan, olah pikir, dan pengetahun sehingga mampu melakukan pengasuhan anak
yang baik, melaksanakan 8 (delapan) fungsi keluarga, meningkatkan pendapatan
keluarga, serta mampu mengatasi berbagai permasalahan dan tantangan hidup yang
dialaminya. “Kita punya program UPPKS, di mana keluarga bisa bergabung di
dalamnya untuk bersama-sama membangun usaha produktif untuk meningkatkan
penghasilan keluarga. PKB di masing-masing wilayah bisa memfasilitasi,” terang
Sujoko.
Terakhir, Keluarga Peduli dan Berbagi, ujar Sujoko, adalah suatu kegiatan di
mana keluarga-keluarga yang mampu dan lebih beruntung mempunyai kepedulian dan
keinginan untuk berbagi dan menolong orang lain di sekitarnya, di lingkungan
terdekatnya. Kegiatan ini dapat diwujudkan dalam bentuk gotong royong antar
warga, perbaikan rumah, menolong tetangga yang sedang sakit,membantu tetangga
yang punya hajatan, menjadi orang tua asuh serta memberikan bantuan modal usaha
bagi Keluarga Pra Sejahtera (KPS).
Empat pendekatan ketahanan keluarga
ini, menurut Sujoko, bisa menjadi suatu bentuk kegiatan yang dapat menjaga
ketahanan keluarga. Di era 4.0 seperti sekarang ini, tambah Sujoko, kita sangat
bergantung pada digitalisasi, di mana segala sesuatunya dapat diakses dengan
teknologi dan ini merupakan salah satu kelebihannya. Ruang dan waktu tidak lagi
menjadi persoalan, karena dengan bantuan teknologi informasi terkini, setiap
orang bisa terkoneksi satu sama lain kapan dan di mana pun mereka mau. Akan tetapi,
hal ini juga memiliki kekurangan, yaitu akan mengurangi bahkan menjauhkan dari
interaksi langsung antara anggota keluarga yang akan mempengaruhi ketahanan
keluarga. Untuk itu, ajang berkumpul dan berinteraksi antar anggota keluarga
sangat diperlukan demi menjaga ketahanan keluarga. Salah satu kegiatan yang
digalakkan dalam momentum Harganas XXVI Tahun 2019 ini, tekan Sujoko, adalah, “Gerakan
Kembali ke Meja Makan”, yang diharapkan dapat mendekatkan dan
meningkatkan kembali interaksi antara anggota keluarga yang akan mewujudkan
terciptanya ketahanan keluarga.
Keluarga, saran Sujoko, harus
merencanakan kegiatan makan bersama-sama di waktu tertentu, misalnya saja
sehari sekali, atau dua hari sekali, saat pagi, siang, atau malam, dan
seterusnya, dan ada komitmen bersama untuk mewujudkannya; bukan sekadar rencana
belaka yang tanpa implementasi sama sekali. Selain itu, ada juga kesepakatan
dan komitmen, bahwa pada momen makan bersama tersebut semua gadget dimatikan,
dengan harapan ada komunikasi dan interaksi langsung antar anggota keluarga;
ayah, ibu, anak-anak, kakek, nenek, dst, sembari menikmati hidangan. Jika hal
kecil semacam ini, yakni makan bersama dengan penuh keintiman, direncanakan,
di-planning, dengan baik serta ada
komitmen setiap anggota keluarga untuk mewujudkannya, maka terwujudnya
kerekatan dan keharmonisan keluarga bukan hal yang sulit, dan pada tataran
lanjut akan berdampak nyata bagi ketahanan sebuah keluarga baik secara lahir
maupun batin.
Sebagai penutup laporan utama ini, kita
sebenarnya, bisa mengambil pelajaran atau hikmah dari doa sebelum makan yang
hampir semua anak-cucu kita (yang Muslim) hapal, yakni: Allaahumma baarik lanaa faimaa razaqtanaa wa qinaa ‘adzaaban naar
(artinya: Ya Allah, berkahilah kami atas apa yang Engkau berikan kepada kami,
dan jagalah kami dari siksa api neraka), serta doa sesudah makan, yakni: Alhamdu lillaahil ladzii ath’amanaa wa
saqaanaa wa ja’alanaa minal muslimiin (artinya: Segala puji bagi Allah yang
telah memberi kami makan, memberi kami minum, dan menjadikan kami golongan
orang-orang yang berserah diri). Dalam kedua doa tersebut, ada kata ganti (dlamir) “kami” (nahnu), yang mengandung arti atau makna kolektif lebih dari satu
orang. Melalui doa tersebut, seakan-akan Nabi Muhammad SAW mengajari kita bahwa
hendaknya menikmati rezeki dari Tuhan, yakni makan dan minum, dilakukan secara
bersama-sama dengan seluruh anggota keluarga dalam satu meja, satu ruang (dulu
di zaman Nabi, di Arab, malah satu nampan). Makan jangan sendiri-sendiri, baik
dalam arti di tempat yang berbeda atau dalam arti di satu ruangan tetapi jauh
jaraknya satu sama lain, melainkan bersama-sama di dalam satu ruangan, satu
meja, dengan penuh kedekatan dan keintiman, ada potensi untuk berkomunikasi
langsung satu sama lain. Selain itu, dengan makan bersama, selain akan terjalin
kedekatan, harmoni, juga tumbuh rasa senasib, rasa seia-sekata, bahwa apa yang
kita makan, menu yang kita santap, itu sama di dalam satu keluarga, tidak ada
perbedaan antara satu dengan yang lain. Jadi sangat mengherankan dan lucu
ketika seseorang sebelum dan setelah makan selalu membaca kedua doa tersebut,
tetapi dia makan sendirian di luar rumah (tidak mengajak keluarganya), atau
makan di rumah tetapi di titik atau sudut ruang yang berbeda-beda (seakan-akan
mengindikasikan tiadanya harmoni di dalam keluarga).
Demikianlah,
dengan tema Harganas tahun ini, “Hari Keluarga, Hari Kita Semua,” menandai
suatu momentum penting bagi kita sebagai bangsa, di mana unit terkecilnya
adalah keluarga, untuk merefleksi akan betapa penting arti keluarga. Keluarga
adalah harta yang paling berharga, melebihi apa pun di dunia ini. “Hari
keluarga adalah hari kita semua,” artinya makna dan fungsi penting sebuah
keluarga adalah ideal kita semua, dan kewajiban kita semua untuk bersama-sama
meraihnya, mewujudkannya. Untuk ke arah itu, kita harus memulainya dari sekarang,
tidak perlu menunggu esok; dari diri kita sendiri, dari keluarga kita sendiri,
sehingga nanti akan menjadi teladan bagi keluarga yang lain; serta dari hal-hal
yang terkecil, misalnya dengan kegiatan makan bersama seluruh anggota keluarga,
sebagaimana ajakan nasional di dalam momentum Harganas tahun ini. Mari
bersama!(*)
[Sabrur Rohim, SAg, MSI, Pimred Cahaya Keluarga, dari pelbagai sumber]
1 Comments
Promo www.Fanspoker.com :
ReplyDelete- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup
|| WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||