Latar belakang dan Sekolah
Drs Muhammad Kamsun, MHum, lahir di Lombok, 17 Desember 1967, dari orang tua petani bernama Shidiq
dan Asmah. Tepatnya, Kamsun lahir di Desa Jurang Jaler, Kecamatan Praya, Kabupaten Lombok Tengah, Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Saat ini, Kamsun tinggal di RT 61 RW 10 Siyono Wetan, Desa Logandeng, Playen, Gunungkidul, DI Yogyakarta.
Riwayat pendidikannya, Kamsun tamat Madrasah Ibtidaiyah NW
(Nahdlatul Wathan) pada 1980, tamat Madrasah Tsanawiyah NW 1983, tamat
Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) Mataram 1986. Semuanya di Lombok, NTB.
Ia merantau ke Jawa, tepatnya kota Yogyakarta, untuk sekolah di
IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada 1986. IAIN sekarang menjadi UIN Yogyakarta.
Di Perguruan Tinggi Negeri Islam ini, Kamsun mengambil jurusan
Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI) Fakultas Adab dan tamat tahun 1993. Pada
2005, Kamsun dinyatakan lulus ujian Tesis S2 dan
berhak mendapat gelar Magister Humaniora (MHum) pada Program Magister Ilmu Religi dan
Budaya (IRB) Universitas Sanatha Dharma Yogyakarta, dengan Tesis berjudul “Seni
Sebagai Artikulasi Identitas Agama (Studi Kasus Kesenian Hadrah di Gunungkidul).”
Menjadi Pegawai Kemenag
Kamsun masuk di Kementerian Agama RI sebagai
calon PNS tahun 1994 melalui jalur formasi CPPN (calon pegawai pencatat nikah).
Tugas sebagai capeg pertama kali di KUA kecamatan Tepus, dan tahun 1997
diangkat menjadi Wakil PPN (Wakil Pegawai Pencatat Nikah) di KUA Perwakilan
Tepus (sekarang Kecamatan Tanjungsari). Pada 1999 menikah, Kamsun dengan
perawan Kemiri Tanjungsari, Sri Astuti, di mana pada tahun itu juga diangkat sebagai
pejabat struktural eselon V/a, Kepala Sub Seksi pada Seksi Penerangan Agama
Islam (Penais) Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul.
Setelah menjabat sebagai Kasubsi selama 4 tahun, pada 2002 Kamsun diangkat
menjadi Kepala KUA Kecamatan Saptosari, 2004 sebagai Kepala KUA Kecamatan
Patuk, 2008 menjadi Kepala KUA Kecamatan Paliyan, 2013 sebagai Kepala KUA Kecamatan
Semin, dan sejak Oktober 2016 menjadi Kepala KUA Kecamatan Gedangsari. Pada 26
Februari 2018 yang lalu, Kamsun diangkat kembali sebagai pejabat fungsional penghulu
yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala KUA Kecamatan Gedangsari dengan
pangkat Penghulu Madya IV/a. Saat ini, Kamsun sedang dalam proses kenaikan
pangkat ke IV/b. Persisnya, jabatan Kamsun saat ini adalah penghulu yang diberi
tugas tambahan sebagai Kepala KUA Kecamatan Gedangsari.
Pada musim haji tahun 2017, Kamsun dipercaya menjadi salah seorang petugas
haji Indonesia (Tim Pemandu Haji Indonesia, TPHI) sekaligus sebagai Ketua
Kelompok Terbang (Ketua Kloter) SOC 23, memandu 360 jamaah haji asal Kabupaten
Gunungkidul.
“Kegiatan yang sangat menarik saat ini di KUA Gedangsari adalah
pembinaan catin (calon pengantin) melalui program Konsultasi Nikah bekerjasama dengan
BPKB (Balai Penyuluhan KB) Kecamatan Gedangsari. Kegiatan dengan pola diskusi
bersama pasangan calon pengantin ini dilakukan secara mandiri/individual,
dengan memperhatikan kondisi masing-masing calon pengantin. Materi diskusi
sekitar rumah tangga, manajemen keuangan, keluarga sakinah, pengenalan karakter
pasangan, KDRT, gender, dan hal lain yang relevan.
Kegiatan ini melanjutkan hal yang selama ini dilakukan oleh konselor dari Rifka
Annisa Yogyakarta. Semoga dapat berjalan dengan lancar,” ujar Kamsun.
Karya-karya
Selama mengenyam pendidikan tinggi dan sebagai
abdi Negara, Kamsun telah menghasilkan beberapa karya, di antaranya:
Skripsi sarjana, berjudul: Fusi Partai-Partai
Islam Tahun 1973 (Sebuah Analisis Sejarah), 1993;
Tesis Magister, berjudul: Seni Sebagai Artikulasi Identitas Agama
(Studi Kasus Kesenian Hadrah di Gunungkidul, 2005;
Video Edukasi, berjudul: Ayunda Si Menik, 2017 (kerjasama);
Lagu: Ayunda Si Menik, 2016;
Lagu: Mars SMP Negeri 3 Gedangsari, 2017;
Lagu: Ke Laut Saja, (dangdut), 2017;
Latar belakang “Ayunda Si Menik”
Dalam konteks masyarakat Gunungkidul, atau bahkan DIY, selama ini
Pak Kamsun, demikian panggilan akrabnya, identik dengan lagu Ayunda Si Menik.
Ya, betul, karena memang dia sang komponisnya. Lagu ini banyak dinyanyikan di
even-even kampanye PUP (pendewasaan usia perkawinan) yang digelorakan oleh Perwakilan
BKKBN DIY. Saat ditanyakan ihwal latar belakang munculnya lagu ini, Kamsun menjawab bahwa lagu itu berhubungan
dengan keinginan ikut menyukseskan program pemerintah dalam hal program pencegahan
nikah usia dini sekaligus sebagai upaya pendewasaan usia perkawinan.
Program ini, kata Kamsun, gencar dilakukan dalam beberapa tahun
terakhir, sebagai bentuk ikhtiar pemerintah dalam mengupayakan terbentuknya
keluarga yang berkualitas, khususnya di Gunungkidul dan umumnya di Daerah
Istimewa Yogyakrta. Secara khusus Bupati Gunungkidul telah mengeluarkan
peraturan terkait, yaitu Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor 36 tahun 2015
tentang Pencegahan Perkawinan Pada Usia Anak. Dalam Perbup ini dikatakan, bahwa
munculnya berbagai hal negatif seperti meningkatnya
angka perceraian, kemiskinan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), angka
kematian bayi, dan lain-lain, ini disinyalir berkait erat dengan terjadinya pernikahan pada usia dini. Untuk itulah
berbagai kegiatan dilakukan guna mencegah terjadinya pernikahan dini ini antara
lain berupa pendidikan pra-nikah dengan materi seputar akibat pernikahan dini, kesehatan
reproduksi, pergaulan sehat bagi remaja, dll.
Di samping sebagai tindak lanjut Peraturan Bupati Gunungkidul Nomor
36 Tahun 2015 tersebut, papar Kamsun, maka guna memperkaya materi dan metode
penyampaian pembinaan di atas, di mana peserta pembinaan adalah kaum remaja pra
nikah, muncullah ide penyampaian materi melalui lagu. “Dengan pendekatan seni ini diharapkan pesan-pesan pendewasaan usia
nikah dan pencegahan nikah dini akan lebih mudah sampai kepada masyarakat,
terutama anak-anak remaja. Bahkan melalui lagu, pesan yang akan disampaikan
memiliki jangkauan yang lebih luas, tidak hanya terbatas di dalam lokasi ruangan
pembinaan. Dengan media canggih saat ini, lagu akan sangat mudah disebarkan
melalui media sosial dan media elektronika lainnya,” tegas Kamsun.
Kamsun melanjutkan, bahwa jika selama ini kampanye pendewasaan usia perkawinan lebih
mengandalkan metode ceramah, diskusi, permainan, itu sudah
biasa. Tetapi dengan menyanyi, itu merupakan salah satu metode alternatif
yang cukup menarik untuk melengkapi metode yang ada selama ini. “Dengan
menyanyi atau melalui lagu, di samping memperkaya
metode penyampaian, sangat diharapkan itu
akan lebih mempermudah tercapainya tujuan pembinaan, yaitu pesan-pesan
pendewasaan nikah mudah diterima masyarakat terutama kalangan usia remaja,”
ujarnya.
“Saya juga mengucapkan terima kasih
kepada perseorangan yang telah memperkenalkan lagu tersebut kepada masyarakat,
termasuk di media sosial. Salah satunya adalah Mas Sabrur Rohim, sang santri penyuluh
di BPKB Kecamatan Girisubo yang sejak lama telah mengunggah video dan lagu Ayunda
Si Menik ke media Youtube. Maturnuwun, pak Ustadz Sabrur,” ujar
Kamsun sambil menyungging senyum.
Kamsun mengisahkan, bahwa Ayunda Si Menik dinyanyikan dan
dikenalkan pertama kali oleh Paduan Suara PGRI Kecamatan Gedangsari pada Puncak
Peringatan Hari Ibu Kabupaten Gunungkidul tanggal 22 Desember 2016 dan Gedangsari
Award yang dihadiri Bupati Gunungkidul. Dan saat ini sudah dikemas dalam bentuk CD yang beredar secara terbatas. Selain
memuat lagu Ayunda Si Menik dan Mars Keluarga Sakinah, CD ini
menayangkan 4 langkah yang dilakukan KUA bersama lintas instansi di Kecamatan
Gedangsari serta desa dan lembaga untuk mengatasi masalah-masalah sosial di
Gedangsari, antara lain yang utama adalah untuk mencegah pernikahan dini. 4
langkah itu adalah: kesepakatan instansi level kecamatan dan desa serta
lembaga-lembaga, deklarasi dukuh, Gedangsari Award, dan terakhir tindak
lanjut Perbup Gunungkidul nomor 36 tahun 2015 dalam bentuk lagu Ayunda Si
Menik.
Harapan terkait dengan lagu Ayunda Si Menik
Angka pernikahan dini di Gunungkidul masih
sangat tinggi. Ini menjadi keprihatinan kita semua. Oleh karenanya, Kamsun
memandang bahwa program pendewasaan usia perkawinan dan pencegahan nikah dini merupakan agenda yang strategis sebagai upaya menciptakan keluarga
yang berkualitas. Dalam rangka itu, karena sasaran sosialisasi atau pembinaan
adalah anak-anak remaja yang masih sekolah, alangkah baiknya lagu Ayunda Si
Menik dapat kiranya diajarkan atau
dinyanyikan oleh siswa-siswi sekolah atau madrasah, terutama tingkat SLTP.
Untuk itu tepat kiranya pihak-pihak terkait, terutama Pemerintah Daerah Gunungkidul,
dapat menginisiasi sosialisasi lagu tersebut secara resmi ke sekolah-sekolah
atau ke madrasah-madrasah, mengingat pesan yang terkandung dalam lagu tersebut,
baik tersurat maupun tersirat, cukup memadai sebagai materi dan pesan pembinaan.
Melalui kebijakan atau perintah resmi Pemerintah Daerah, baik berupa isntruksi
atau surat edaran, lalu diikuti pemantauan dan koordinasi yang baik, tanpa
memerlukan biaya yang besar, pesan yang baik itu akan sampai kepada semua
siswa-siswi sekolah yang merupakan sasaran utama pembinaan. Bahkan lagu Ayunda
Si Menik juga dapat dijadikan salah satu materi ajar muatan lokal di
sekolah. Syukur lagi ini nanti misa menyebar tidak hanya di lingkup
Gunungkidul, tetapi DIY, bahkan kalau perlu nasional.
Semoga harapan Pak Kamsun bukan sesuatu
yang muluk, tetapi bisa mewujud nyata untuk kemaslahatan kita semua, sekarang
dan di masa mendatang. Amien. (*) [Sebagaimana diceritakan kepada Sabrur-PKB
Girisubo/Purwadi-PKB Gedangari]
1 Comments
link alternatif sabung ayam s128 di laga ayam filipina online
ReplyDeleteYuk Gabung Bersama Bolavita Di Website www.bolavita.ltd
Untuk Info, Bisa Hubungi Customer Service Kami ( SIAP MELAYANI 24 JAM ) :
WA: +628122222995