Cegah Klitih, Maksimalkan Fungsi Keluarga

Oleh: Purwadi, SHI (penyuluh KB Paliyan)

Klitih adalah sebuah istilah yang digunakan untuk mendefinisikan kenakalan dan kejahatan jalanan. Klitih saat ini masih terus terjadi di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY/baca: Jogja) dan  menjadi perhatian banyak pihak dari mulai kalangan pemerintah, swasta dan bahkan banyak masyarakat
yang geram melihat klitih masih marak terjadi saat ini. Disadari atau tidak, adanya klitih itu akan merusak branding Jogja sebagai kota yang istimewa, sebagai kota pelajar, kota budaya, kota wisata dan sebagainya. Branding positif yang dimiliki Jogja akan bisa pudar jika klitih dibiarkan terus berlarut-larut, tidak segera ditangani dengan serius dan dituntaskan. Jangan sampai klitih kemudian menjadi branding budaya negatif baru dari kota yang kita cintai.

Banyak sektor yang akan terdampak, jika klitih tidak segera ditangani dengan serius. Dari mulai sektor wisata, ekonomi, pendidikan dan sekor-sektor lain yang berkaitan dan dirasakan langsung oleh masyarakat Jogja. Padahal semua sepakat bahwa, klitih bukanlah merupakan budaya masyarakat Jogja. Sebagaimana diketahuai bersama bahwa masyarakat Jogja adalah masyarakat yang saling menghormati, saling menjaga kebersamaan, toleran dan guyub rukun.

Penanganan tindak kenakalan dan kejahatan jalanan klitih harus dilakukan secara komperhensif. Tidak hanya masalah penindakan tetapi juga harus ada upaya prefentive dan pencegahannya. Tidak hanya menjadi domaintnya pihak kepolisian, tetapi juga harus melibatkan semua pihak baik itu pemerintah, swasta, ormas, sekolah bahkan sampai ke RT/RW dan keluarga (khususnya orang tua). Artinya, bahwa pencegahan dan penanganan klitih menjadi tanggung jawab bersama. Mengingat klitih sebagian besar pelakunya merupakan remaja yang rata-rata berstatus pelajar dan mahasiswa maka keterlibatan sekolah dan khususnya keluarga menjadi sangat penting dalam upaya pencegahan klitih di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Saat kenakalan remaja beralih menjadi tindak kejahatan yang merugikan orang lain, baik itu moral maupun secara materi, maka yang harus dipertanyakan adalah keluarganya. Apakah keluarga remaja pelaku klitih tersebut sudah menjalankan fungsinya sebagai keluarga dengan tepat? Mengingat bahwa keluarga menjadi entitas terpenting bagi kehidupan seseorang sejak ia kanak-kanak remaja sampai dewasa. Melalui keluarga, karakter dan kebiasaan seseorang terbentuk. Pendidikan yang pertama pun berlangsung di dalam keluarga, bukan sekolah. Hilangnya peran penting keluarga dalam kehidupan seorang anak mampu menumbuhkan perilaku negatif yang ia bawa hingga remaja dan dewasa.

Karena itulah, perlu kiranya memahami fungsi keluarga dengan baik saat kita memutuskan untuk berumah tangga. Berikut ini adalah fungsi-fungsi keluarga dan tanggung jawabnya yang harus dipenuhi, untuk membentuk anggota keluarga yang utuh serta siap bersosialisasi di tengah masyarakat.

1. Fungsi Agama

Keluarga adalah sekolah agama pertama untuk anak, juga jadi tempat untuk memberi, mengajar dan mempraktekkannya. Orang tua bertanggung jawab untuk menanamkan nilai agama, juga mengamalkannya sehingga si anak pun mengenal identitas agamanya sendiri. Keluarga yang berhasil menerapkan nilai agama, maka akan terbentuk fondasi kuat dalam jiwa sang anak yang tentunya akan tumbuh mejadi remaja dan dewasa.

2. Fungsi Kasih Sayang

Sebelum anak lahir, ia sudah mendapatkan kasih sayang dari keluarga. Merasakan kasih sayang dan tahu jika ia disayangi akan membuat anak tumbuh menjadi seorang penyayang pula. Ini modal yang berharga supaya anak ketika tumbuh mejadi remaja dan dewasa bisa menumbuhkan rasa kasih sayang dalam konteks yang lebih luas di masyarakat, mengurangi bibit permusuhan dan anarkisme dalam masyarakat.

3. Fungsi Perlindungan

Idealnya keluarga mampu memberikan rasa aman dan nyaman kepada setiap anggota keluarganya (baitu jannati; rumahku surgaku). Memang sesekali pasti ada konflik dalam keluarga, tapi pastikan diselesaikan dengan kepala dingin dan hindari kekerasan verbal, diskriminasi, dan pemaksaan kehendak, apalagi sampai terjadi kekerasan fisik.

4. Fungsi Sosial Budaya

Keluarga juga punya peran penting dalam memperkenalkan anak kepada nilai-nilai sosial budaya yang ada di masyarakat. Terlebih lagi di Jogja, sopan santun sangat dijunjung tinggi, dengan berbagai macam norma, adat istiadat, dan budi pekerti yang berlaku di masyarakat. Dari anggota keluarga yang lebih tua lah anak bisa belajar bagaimana harus bersikap terhadap orang yang lebih tua dan mempelajari hal-hal yang pantas dan tidak pantas dalam budayanya.

Misal salah satunya adalah sopan santun kepada yang lebih tua, misal mencium tangan atau membungkukkan badan sedikit saat lewat di depan orang lain, terutama mereka yang usianya lebih tua. Anak akan mempelajari hal yang baik dan buruk dalam sosial budaya dari keluarga.

5. Fungsi Reproduksi

Semua orang tahu jika tujuan orang menikah adalah untuk mendapatkan keturunan, atau bereproduksi. Dengan pernikahan yang sah secara agama dan negara maka keluarga merupakan entitas yang menghasilkan generasi baru. Pastikan menanamkan pendidikan seks sejak anak masih kecil, sesuaikan dengan usianya sehingga anak memiliki pendidikan seks yang cukup. Pendidikan seks sejak dini dan sikap menghargai lawan jenis perlu ditanamkan dalam keluarga.

6. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan

Anak akan belajar bersosialisasi pertama kali dengan keluarganya, yakni dengan orang tua dan juga saudaranya yang lain. Pada saat itu, anak akan mendapatkan proses pendidikannya yang pertama secara natural dan efektif. Jadi sangat penting orang tua memiliki frekuensi dan pemahaman yang sama dalam memberikan pendidikan supaya bisa satu tujuan dalam mendidik anak.

7. Fungsi Ekonomi

Kondisi ekonomi sebuah keluarga biasanya mempengaruhi keharmonisan keluarga. Sehingga menjadi penting untuk mengajarkan dan memberi contoh anak untuk bisa berhemat sejak kecil, budayakan gemar menabung dan jangan berfoya-foya. Hal ini penting untuk mengajarkan anak supaya cerdas secara finansial dan mampu mandiri saat ia remaja dan dewasa kelak.

8. Fungsi Pembinaan Lingkungan

Keluarga bisa membentuk anak untuk mencintai lingkungannya sejak dini. Kenalkan gaya hidup ramah lingkungan pada anak dengan mempraktekkannya sehari-hari. Misalnya dengan tidak boros listrik dan air, jangan mubazir makanan dan buang sampah pada tempatnya. Begitu juga dengan kebiasaan peduli dengan lingkungan sekitar seperti tetangga dan masyarakat secara umum.

Memang tidak mudah untuk menjalankan keseluruhan fungsi-fungsi keluarga tersebut dengan sempurna, apalagi dengan kepala setiap orang yang berbeda walaupun masih satu keluarga. Diperlukan komunikasi yang baik dan terbuka supaya bisa bermusyawarah, serta menjalankan semua fungsi keluarga dengan baik. Setidaknya dengan ikhiar yang sungguh-sungguh untuk menerapkan fungsi-fungsi keluarga bisa mecegah tidak kenakalan dan kejahatan jalanan atau yang biasa disebut klitih di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.(*)

0 Viewers

Post a Comment

0 Comments

The Magazine