Sinergi Penyuluh Agama Islam dan Penyuluh KB dalam Upaya Pencegahan Pernikahan Dini di Kapanewon Ngawen

Oleh: Bakat, SPdI (Penyuluh Agama Kapanewon Ngawen)


A. Latar Belakang

Dunia pendidikan  baik formal, informal dan non formal menghadapi berbagai macam tantangan dan permasalahan. Di antara permasalahannya adalah timbulnya berbagai macam bentuk kenakalan remaja. Remaja pada usia sekolah yang pada umumnya difokuskan untuk menuntut ilmu dan hal yang bermanfaat, namun kenyataannya malah melakukan berbagai bentuk tindakan yang tidak terpuji yang seharusnya tidak mereka lakukan. 

Kenakalan ini biasa terjadi pada anak-anak, namun yang paling dominan terjadi pada usia remaja dan pada masa ini remaja mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat atau disebut dengan masa peralihan (transisi), dengan adanya kebebasan pers, media massa bebas menayangkan sesuatu yang dapat memberi rangsangan negativ bagi perilaku remaja saat ini, seperti televisi, internet, dan lainnya merupakan media yang memberikan pengaruh besar terhadap perilaku remaja sekarang. 

Remaja adalah suatu masa individu berkembang dari saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saatnya mencapai kematangan seksual. (Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, Jakarta: Radja Grafindo Persada, 2001, hlm. 40)

Ketika anak telah berada pada usia 12 sampai 21 Tahun, maka ini yang disebut dengan masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Pada usia ini terjadi perubahan, baik secara fisik maupun psikis. Perubahan secara fisik yang nyata adalah pertumbuhan tulang dan perkembangan alat kelamin serta tanda-tanda seksual sekunder, baik pada laki-laki maupun pada perempuan. Sedangkan secara psikis, perubahan yang terjadi pada remaja ialah munculnya dorongan seksual, perasaan cinta dan tertarik pada lawan jenisnya.

Salah satu faktor yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia adalah pendidikan, karena dengan pendidikan manusia dapat mencapai taraf hidup yang lebih baik, dalam segala tindakan, ucapan dan tingkah laku manusia yang tak lepas dipengaruhi oleh suatu proses pendidikan. Proses pendidikan dapat dilakukan sejak usia bayi sampai akhir hayat.

Dengan adanya berbagai perbedaan tersebut, maka manusia dianjurkan saling mengenal sehingga terbentuk hubungan sosial antara satu dengan yang lainnya. Begitu pula dengan pembentukan keluarga melalui pernikahan memerlukan adanya upaya saling mengenal di dalammnya. Agama mengajarkan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang suci, baik, dan mulia. Pernikahan menjadi dinding kuat yang memelihara manusia dari kemungkinan jatuh ke lembah dosa yang di sebabkan oleh nafsu birahi yang tak terkendalikan. Perkawinan merupakan peristiwa yang sangat penting dan sakral dalam kehidupan seseorang, karena perkawinan adalah jenjang memasuki dunia baru, dunia yang penuh liku-liku kehidupan yang sangat rumit.

Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa (UU No 1 Tahun 1974). Sedangkan menurut istilah syarak, nikah itu berarti akad yang menghalalkan pesetubuhan. Tujuan perkawinan bukan hanya untuk hidup sehari atau dua hari, bukan pula untuk hidup setahun atau dua tahun, akan tetapi kehidupan berumah tangga dimaksudkan untuk hidup bersama sampai Tuhan memisahkan keduanya. Membentuk rumah tangga diperlukan adanya kedewasaan antara kedua pasangan sehingga ukuran umur dianggap perlu pula dijadikan bahan pertimbangan.

Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 1 mengatur, di antaranya, usia pernikahan, yakni bahwa pernikahan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 tahun dan Perubahan atas UU No. 1/1974 tentang Perkawinan telah menaikkan usia minimal kawin perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Dengan demikian, usia kawin perempuan dan laki-laki sama-sama 19 tahun. Pihak perempuan yang umurnya belum mencapai pada umur yang telah ditetapkan, maka dianggap belum siap untuk menjalani mahligai rumah tangga. Pernikahan seperti ini dikenal dengan sebutan pernikahan usia dini, pernikahan ini di anggap rentan karena belum terbentuknya kematangan dalam menghadapi masalah rumah tangga.

Perkawinan bukan hanya sekadar sebagai pemuas kebutuhan biologis semata, akan tetapi jauh dari itu adalah untuk melaksanakan sunnah Rasulullah SAW. Di dalam Alquran, Allah SWT telah menganjurkan kepada hambanya untuk melangsungkan pernikahan sepanjang mampu melaksanakannya sebab hidup berumah tangga merupakan rahmat, sekaligus merupakan bukti kekuasaan Allah SWT sebagaimana yang dijelaskan dalam salah satu ayat dalam QS Ar-Rum (30): 21 sbb:

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.

Ayat tersebut menggambarkan tentang apa yang dapat dicapai dari suatu perkawinan,  yang  pada  kenyataannya  sejalan  dengan  tujuan  perkawinan  yakni membentuk kehidupan berumah tangga yang bahagia dan sejahtera yang di bina atas rasa kasih dan sayang, saling menghormati dan saling membantu antara satu dengan yang  lainnya.  Oleh karenanya, maka peranan bimbingan konseling sangat diperlukan mengenai dampak yang akan ditimbulkan dari pernikahan usia dini.

Beriringan dengan kesadaran masyarakat mengenai banyaknya dampak yang akan ditimbulkan dari Pernikahan Usia Dini, adapun data pernikahan dalam kurun waktu lima tahun terakhir di Kapanewon Ngawen  adalah sebanyak 10 pernikahan, tetapi dalam kurun waktu satu  dua tahun  ini sudah tidak terdapat pernikahan usia dini.

Di sinilah Peran Penyuluh Agama Islam dibutuhkan dalam menangani Pernikahan dibawah Umur atau yang lebih dikenal dengan Pernikahan Usia Dini. Untuk mengurangi hal tersebut, maka dari itu Peranan Penyuluh Agama sangat diperlukan dalam memberikan Penyuluh keagamaan kapada masyarakat awam, mengenai dampak yang akan ditimbulkan dari pernikahan usia dini.

 B. Faktor Penyebab Pernikahan Dini

1. Kurangnya Sosialisasi Undang-Undang Pernikahan No.1 Tahun 1974
2. Pergaulan Bebas
3. Ekonomi
4. Budaya
5. Pengaruh Sosial Media

C. Peran Penyuluh Agama Islam
Tugas penyuluh tidak semata mata melaksanakan penyuluhan agama dalam arti sempit berupa pengajian saja, akan tetapi keseluruhan kegiatan penerangan baik berupa bimbingan dan penerangan tentang berbagai program pembangunan, berperan sebagai pembimbing umat dengan rasa tanggung jawab, membawa masyarakat pada kehidupan yang aman dan sejahtera. Posisi penyuluh agama Islam ini sangat strategis baik untuk menyampaikan misi keagamaan maupun misi pembangunan. Penyuluh agama Islam juga sebagai panutan, tempat bertanya dan tempat mengadu bagi masyakatnya untuk memecahkan dan menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapi oleh umat Islam.

Penyuluh Agama Islam juga sebagai agent of change, yakni berperan sebagai pusat untuk mengadakan perubahan kearah yang lebih baik, di segala bidang kearah kemajuan, perubahan dari yang negatif atau pasif menjadi positif atau aktif. Karena ia menjadi motivator utama pembangunan. Peranan ini penting karena pembangunan di Indonesia tidak semata membangun manusia dari segi lahiriah dan jasmaniahnya, melainkan membangun segi rohaniah, mental spritualnya di laksanakan secara bersama-sama, bekerjasama dengan instansi terkait seperti BKKBN/BPKB, Dinas Sosial (pendamping PKH), serta Dinas Kesehatan (Puskesmas).

D. Upaya dalam Pencegahan Pernikahan Dini
Di antara upaya yang sudah dilakukan oleh Penyuluh Agama Islam dalam pencegahan pernikahan dini antara lain adalah:

1. Bimbingan dan Penyuluhan
a. Penyuluhan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh penyuluh agama dalam mengurangi pernikahan usia dini di Kapanewon Ngawen ialah dengan cara melakukan penyuluhan Undang-undang tentang pernikahan, yaitu Undang-Undang no.1 tahun 1974 dan UU No. 16/2019 tentang Perubahan atas UU No. 1/1974 tentang Perkawinan telah menaikkan usia minimal kawin perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun. Dengan demikian, usia kawin perempuan dan laki-laki sama-sama 19 tahun. Namun, UU Perkawinan tetap mengatur izin pernikahan di bawah usia 19 tahun melalui Majelis Taklim. Pengajian, dan Acara Keagamaan yang lain.

b. Bekerja sama dengan  Penyuluh KB
Begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkan oleh pernikahan di usia dini (usia muda). Oleh karenanya penyuluh agama yang bertugas di Kapanewon Ngawen, selain memberikan bimbingan penyuluhan Islam, mereka juga memberikan sosialisai kesehatan kepada ibu-ibu pengajian, majelis taklim,  dan masyarakat pada umumnya mengenai dampak pernikahan usia dini. Dalam hal ini, penyuluh menggandeng penyuluh KB (PKB) di Kapanewon Ngawen yang mempunayai visi sbb: 
- Menyelenggarakan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi; 
- Memfasilitasi Pembangunan Keluarga; 
- Mengembangkan jejaring kemitraan dalam pengelolaan Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga; serta 
- Membangun dan menerapkan budaya kerja organisasi secara konsisten. 

Gandeng tangan antara penyuluh agama dan PKB adalah salah satu upaya dalam menanggulangi adanya pernikahan dini.

c. Bekerja sama dengan  Pendamping PKH
Selain  bersinergi dengan PKB, penyuluh agama Islam juga bergandengan dengan Pendamping PKH Kapanewon Ngawen, yaitu di  Kalurahan Tancep,  dalam pendampingan dan penyuluhan  kepada keluarga penerima Program  Keluarga Harapan menjadi  suatu keluarga harapan bahagia dunia dan akherat termasuk di dalamnya pencegahan pernikahan dini, bunuh diri dan perceraian.

2. Kursus Calon Pengantin (Suscatin)
Suscatin adalah merupakan program Kementerian Agama dari pusat hingga bawah berdasar Kepdirjen Bimas Islam tentang Kursus Calon Pengantin No DJ.II/491 Tahun 2009 Bab I Pasal I ayat 2, yang menyebutkan bahwa, “Kursus calon pengantin yang selanjutnya disebut dengan suscatin adalah pemberian bekal pengetahuan, pemahaman dan keterampilan, dalam waktu singkat kepada catin tentang kehidupan."

Suscatin ini dilakukan KUA dengan dua cara:
a. Individu
Yaitu kursus yang dilakukan oleh petugas KUA baik penghulu, penyuluh, BP4, yang dilaksanakan ketika catin melakukan pemeriksaan data (tarek ) dan atau khutbah nikah berlangsung;

b. Kelompok
Yakni kursus yang dilakukan oleh Kementerian Agama Kabupaten Gunungkidul  dan diselenggarakan di KUA  se-Kabupaten  Gunungkidul  dengan nama kegiatan Bimbingan Perkawinan (Bimwin) secara bergantian sesuai dengan kondisi calon pengantin karena  kegiatan ini  dengan syarat: calon pengantin yang sudah terdaftar di KUA,  dan minimal 15 pasang pengantin, diselenggarakan  selama 2 hari dengan narasumber  bergai unsur  antara lain:

- BP4 (penghulu, penyuluh, dan pengurus BP4 lainnya);
- Narasumber profesi yang sudah bersertifikat;
- Dinas Kesehatan (Puskesmas yang mewilayahi); 
- BKKBN (penyuluh KB); serta 
- Pejabat pembina perkawinan lainnya

Sedangkan materi Bimwin ini antara lain adalah:
a. Tata cara dan prosedur perkawinan;
b. Pengetahuan agama;
c. Peraturan perundang-undangan di bidang perkawinan keluarga;
d. Hak dan kewajiban suami istri;
e. KB dan kesehatan reproduksi;
f.  Manajemen keluarga; serta
g. Psikologi perkawinan dan keluarga

E.  Hasil yang dicapai

Dengan berbagai upaya yang dilakukan   dan dukungan  berbagai pihak  terdapat dampak  Positif penurunan  angka  Pernikahan Dini sebagai Berikut:

Data pernikahan usia kurang dari 20 tahun
Dari tahun 2017 sd 2021 di KUA Kapanewon Ngawen
(Sumber: Pengolah Data KUA Ngawen)

No

Tahun Pernikahan (M)

Jumlah

Jumlah

L

P

1

2017

3

4

7

2

2018

0

1

1

3

2019

1

2

3

4

2020

0

0

0

5

2021/ Mei

0

0

0



F.    Kesimpulan
Sinergitas peran Penyuluh Agama Islam (PAI) dan Penyuluh Keluarga Berencana (PKB)   dalam mencegah pernikahan usia dini di Kapanewon Ngawen Kabupaten Gunungkidul sangat diperlukan dan perlu  dapat dukungan dari berbagai pihak, terbukti angka penurunan pernikahan dini semakin menurun dan sebagai harapan pernikahan dini tidak akan terjadi di Kapanewon Ngawen.[] 
0 Viewers

Post a Comment

0 Comments

The Magazine