FGD KRR di BPKB Playen, SMP Muhammadiyah Mujahidin Tawarkan Model Menarik untuk Bentuk Generasi Berencana

Peserta FGD berpose di depan BPKB. (edy)
Kamis (20/03), mulai pukul 09.30 sampai 12.00 WIB, berlangsung kegiatan Focus Group Discussion di Balai Bangga Kencana Kecamatan Playen. Kegiatan ini diikuti berbagai unsur, misalnya Kepala Kantor Urusan Agama Playen, kepala sekolah dan guru bimbingan konseling SMP 4 dan SMP Muhamadiyah Mujahidin Playen, Camat Playen, Koordinator PKB, serta penanggungjawab program KRR (kesehatan reproduksi remaja) Puskesmas Playen I.

Kegiatan berlangsung atas prakarsa Masruroh, mahasiswi Penyuluhan Pembangunan, kandidat doktor PPs Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam sambutan pembukaan, Esi Suharto SSos, MSi mengharapkan agar kegiatan diskusi ini akan menghasilkan model pencegahan pernikahan dini dengan modal sosial yang ada, terlebih pencegahan pernikahan dini di Kecamatan Playen sudah dideklarasikan sejak 20 Maret 2017 oleh tokoh masyarakat sampai tingkat pedukuhan.

Masruroh dalam mengantarkan diskusi menyampaikan hasil wawancara dari berbagai pihak terkait tak terkecuali  responden pelaku pernikahan dini di kecamatan Playen. Mengacu pada hasil penelitian dari UGM, beliau sampaikan ada beberapa alasan yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan dini, yaitu:

1. Faktor kemiskinan keluarga
2. Faktor pendidikan
3. Faktor tradisi masyarakat setempat
4. Faktor nilai yang ada di masyarakat setempat
5. Faktor rendahnya pengetahuan terkait dengan kesehatan reproduksi

Sedangkan di Kecamatan Playen datanya menunjukkan penurunan dari tahun 2018 dan 2019. Namun yang menarik justru pelaku pernikahan dini biasanya sudah dalam posisi hamil terlebih dulu. Kasus yang ada ditahun 2019 dari 8 (delapan) kejadian pernikahan dini, dua kasus si perempuan sudah dalam kondisi hamil.

Yang mengejutkan beberapa kasus menunjukkan bahwa kegiatan hubungan seksual yang mereka lakukan justru dilakukan dirumah si wanita pada jam-jam siang hari. Data juga menunjukkan rata-rata usia si wanita lebih muda dibanding si laki-laki (bahkan ada kasus yang mana si pria sudah dalam status duda).

Beliau juga berharap, FGD ini mampu memberikan kontribusi dalam upaya pemerintah malekukan pencegahan pernikahan dini, toh dari sisi hukum sudah banyak dikeluarkan aturan hukum untuk pencegahan pernikahan dini  baik oleh pemerintah pusat sampai tingkat kabupaten, apakah itu berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan gubernur, sampai peraturan bupati.

Dalam kesempatan ini ada model menarik yang dilakukan oleh SMP Muhamadiyah Mujahidin Playen. Model ini dilakukan ketika ada kasus yang menunjukkan  gejala murid putra-putri yang melakukan pacaran di sekolah di beberapa tahun yang lalu. Menurut Irwan, guru BP sekaligus sebagai psikolog, SMP Muhamadiyah Mujahidin mengembangkan konsep peningkatan prestasi belajar bagi siswa sebagai upaya pembentukan generasi yang berencana, bercita-cita, dan berkualitas, yang siap bersaing dan mampu menentukan arah masa depannya ketika duduk dibangku SMA nantinya.

Hal unik lain, lanjut Irwan, bahwa di SMP Mujahidin juga diberlakukan pemisahan jenis kelamin ketika duduk di lingkungan SMP. Bersalam-salaman pun sudah dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Semua ini untuk pembentukan karakter diri yang mampu untuk membedakan mana muhrim dan mana yang bukan muhrim untuk diperlakukan berbeda sejak dini. Sekolahan yang menerapkan full day study sebagaimana di SMP Mujahidin, kata Irwan, memungkinkan murid-muridnya mengembangkan prestasi belajar dan minat bakat lain sesuai dengan kurikulum yang dikembangkan.

Sementara itu, Mursinah, Kepala Sekolah SMP 4 Playen, mengungkapkan bahwa upaya yang dilakukan sekolah dalam pencegahan pernikahan dini sudah menyatu dengan kegiatan proses belajar mengajar, yang mana kurikulum yang berkaitan dengan mata pelajaran biologi, guru sudah menyampaikan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. "Alangkah lebih baik bila gerakan pencegahan pernikahan dini ini bisa masuk di SMP sehingga akan terjadi keterpaduan yang baik," ujar Mursinah.

Sementara itu Balai KKBPK Kecamatan Playen, melalui koordinator PKB-nya, Drs Edy Pranoto, menyampaikan ketahanan keluarga melalui pengobtimalisasian fungsi-fungsi keluarga sebagai upaya pencegahan pernikahan dini. Salah satunya melalui kegiatan PIK Remaja yang tidak hanya memberikan pembekalan pengetahuan masalah kesehatan reproduksi saja, namun juga membekali remaja dengan keahlian didalam managemen kehidupan pribadi (life skill).

Pusat Informasi dan Konseling Remaja, kata Edy, diharapkan mampu membekali remaja-remaja sebagai generasi yang berencana di dalam studi, bekerja serta menentukan pernikahannya. Sementara ini PIK Remaja baru ada di beberapa desa serta sekolah SMA, namun melihat perkembangan kedewasaan remaja yang semakin muda usianya, maka Edy (selaku koordinator PKB) jadi bersemangat untuk membuka kegiatan PIK Remaja di sekolah setingkat SMP.

Kepala KUA Playen, Arwan Susilo, SSosI, menyampaikan upaya yang dilakukannya dalam pencegahan pernikahan dini melalui penyuluhan yang dilakukan oleh penyuluh-penyuluh agama. Namun, keluhnya, seringkali pihak KUA menerima calon pengantin yang mengajukan dispensasi sudah dalam kondisi hamil duluan.

Diskusi yang cukup hangat dan terbuka ini menghasilkan beberapa kesimpulan berikut:

Bahwa peraturan pemerintah sebagai dasar hukum untuk pencegahan pernikahan dini sudah cukup memadai. Yang diperlukan saat ini adalah gerakan bersama-sama dari berbagai lintas sektor secara konsisten dan berkesinambungan melalui kegiatan nyata antara lain:

1. Memperbanyak kampanye anti nikah dini lewat leaflat, spanduk, poster masuk di sekolah-sekolah  perkantoran, serta tempat-tempat strategis lainnya.

2. Meningkatkan kualitas sosialisasi kesehatan reproduksi, anti pernikahan dini dengan sasaran yang lebih terfokus ke remaja, orang tua, dan tokoh-tokoh masyarakat luas.

3. Melakukan sosialisasi UU No 16 tahun 2019 tentang Perkawinan, sebagai revisi UU nomer 1 tahun 1974 serta Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No 7 Tahun 2018 tentang Pembangunan Ketahanan Keluarga ke desa-desa, dusun-dusun serta tokoh-tokoh setingkat RT, agar masyarakat tahu mekanisme, prosedur pernikahan bagi mereka yang belum berusia 19 tahun.

4. Meningkatkan peran desa melalui optimalisasi berbagai gerakan, seperti jam belajar masyarakat (JBM), desa ramah anak dsb.(*)

[Drs Edy Pranoto, Koordinator PKB Playen]
0 Viewers

Post a Comment

0 Comments

The Magazine