Sujoko: "Pemerintah Desa Harus Jabarkan Kebijakan Pemerintah Pusat untuk Pencegahan Stunting!"

Sosialisasi program, Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berenacana (Bangga Kencana)  dan Pengentasan Stunting, hari Kamis (20/02) dilaksanakan di Balai Desa Baleharjo. Acara ini diikuti berbagai OPD terkait di wilayah Gunungkidul, camat dan kades se-Gunungkidul, dan koordinator PKB se-Kabupaten Gunungkidul.

Dalam sambutan pembukaannya, Kepala DP3AKBPM dan D Gunungkidul, Sujoko SSos, MSi, menyampaikan harapannya agar kepala desa mampu untuk menjabarkan kebijakan pemerintah pusat dalam hal pencegahan stunting. Hal ini sebagai tindak lanjut dari Surat Kementerian Dalam Negeri, Kementrian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta surat dari Kepala BKKBN, yang meminta agar pencegahan stunting sebagai program yang harus ada di pemerintah desa. 

Menurut Sujoko, perkara stunting merupakan hal yang terkait dengan kedaulatan bangsa, di mana saat ini di Indonesia satu dari tiga anak mengalami stunting. Hal ini cukup memprihatinkan bagi masa depan bangsa. "Meski begitu, saya optimis optimis pencegahan stunting bisa dilakukan dengan cepat, mengingat saat ini dinas-dinas terkait sudah memiliki strategi  khusus dalam upaya  bersama pencegahan stunting," kata Sujoko.

Arahan selanjutnya disampaikan pada para PKB agar turut aktif dalam upaya pencegahan stunting dengan berkolaborasi pada pemerintah desa dan petugas pendamping pembangunan masyarakat desa.

Selesai  pembukaan, acara selanjutnya diisi dengan penyampaian materi sosialisasi dari tiga lembaga secara panel. Pertama ditampilkan utusan dari Bappeda Kabupaten Gunngkidul yang diwakili oleh Siti Hidayati, SKM, MM, yang menyampaikan materi, Kebijakan Penanganan Stunting di Kabupaten Gunungkidul. Ada delapan aksi integrasi yang dilakukan oleh Bapeda Gunungkidul dalam upaya pencegahan stunting, hal mana sejak tahun 2020 Kabupaten Gunungkidul dicanangkan sebagai lokasi khusus pencegahan stunting sampai nanti tahun 2024. Adapun 8 aksi integrasi itu meliputi:

Aksi I: Analaisis situasi (terkait dengan data sebaran stunting, cakupan intervensi serta data program intervensi gizi, serta hal-hal yang belum dikerjakan);
Aksi II: Melakukan perencanaan kegiatan yang akan dilakukan secara integratif antar lembaga;
Aksi III: Rembug Stunting (dimaksudkan untuk memperkuat komitmen antar lembaga);
Aksi IV: Peraturan Bupati tentang peran desa dalam cegah stunting;
Aksi V: Dibentuknya Kader Pembangunan Manusia (KPM);
Aksi VI: Sistem manajemen data (terintegrasi dengan Sidosemekto);
Aksi VII: Pengukuran dan penilaian;
Aksi VIII: Review Kinerja.

Pada sesi kedua, matari sosialisasi disampaikan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul yang diwakili oleh ibu dr Triyanawati, MPH, dari Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat. Beliau menyampaikan tentang stunting resiko dan pencegahannya. Menurut Tri, angka stunting di Gunungkidul dari tahun ke tahun terus menurun. Di tahun 2017 angka stunting mencapai 19,5%, tahun 2018 ada 18,5%, dan tahun 2019 ada 17,47%. Pada tahun 2020 ini ditargetkan angka stunting menurun hingga 14 %. Program cegah stunting ini terus berlanjut hingga tahun 2024, dan di tahun tersebut diharapkan angkanya sudah turun secara dratis. 

Untuk mengaplikasikan program tersebut, tahun ini ditentukan 10 desa sebagai lokasi khusus penggarapan cegah stunting. Bagi desa yang tidak menjadi lokus stanting bukan berarti lepas dari program cegah stanting. Artinya, kata Tri, desa lain tetap wajib memprogramkan cegah stanting sebagai program pembangunan manusia, sampai nanti pada gilirannya akan menjadi lokus stanting juga. 

Menurut Tri, ada banyak program strategis yang dilakukan oleh Dinas kesehatan Kabupaten Gunungkidul untuk mencegah stunting, misalnya dengan program pembangunan manusia di 1000 hari awal kehidupan manusia, melalui permberian tablet tambah darah bagi remaja putri, peningkatan gizi bagi ibu hamil, optimalisasi pemberian ASI selama dua tahun, serta pemberian MPASI.

Pada sesi ketiga, materi sosialisasi disampaikan dari Perwakilan BKKBN Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada kesempatan ini materi disampaikan oleh dr Iin  Nadzifah Hamid yang membawa materi, Bangga Kencana (Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana) dan Pencegahan Stunting

Program Bangga Kencana, menurut Iin, sebenarnya merupakan program lama, yaitu KKBPK (Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembanguan Keluarga), yang sekaranng hanya diganti istilahnya saja. Pergantian istilah ini dimaksudkan agar program lebih mudah untuk diterima dan diingat, akrab di kalangan kaum milenial. 

Pada kesempatan ini diperkenalkan pula logo baru dari lembaga BKKBN, yang menurut beliau logo itu memiliki empat makna penting bila di telusuri lebih mendalam. Pertama, ada lambang love atau cinta, yang berarti dalam pembangunan keluarga harus berlandaskan rasa cinta kasih. Kedua, lambang merangkul, yang berarti pembangunan itu harus merangkul melibatkan semua elemen, misalnya dalam pembangunan pencegahan stunting. Ketiga, simbol kupu-kupu, yang memiliki makna metamorfosis atau semua kegiatan pembangunan menuju pada perbaikan setelah melewati proses yang panjang. Keempat, lambang angka delapan terbalik, yang bermakna tidak terbatas. Artinya bahwa potensi untuk melakukan pembangunan yang ada pada diri manusia itu sebenarnya tidak ada batasnya, yang kesemuanya menuju pada optimalisasi kemampuan manusia. 

Beliau juga menyampaikan bahwa Perwakilan BKKBN DIY, melalui program Bangga Kencana mentargetkan pengentasan stunting sejumlah 16333 kasus di tahun ini. Impelentasinya melalui intervensi di 1000 hari awal kehidupan manusia.

Pada akhir sesi, dibuka kesempatan bertanya  bagi para hadirin. Kesempatan ini digunakan dengan baik oleh Esi Suharto, SSos, selaku Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial Kecamatan Playen. Beliau menanyakan terkait dengan pengaruh gen terhadap terjadinya anak stunting. Pertanyaan tersebut dijawab oleh dr Triyana, yang disampaikan bahwa faktor gen hanya berandil 3% dalam pembentukan terjadinya stunting. 

Penanya kedua, Dinarsih, Koordinator PKB Kecamatan Karangmojo, menanyakan dasar ditentukannya Desa Bendungan sebagai satu dari 10 desa yang menjadi lokus stunting di tahun 2020. Pertanyaan ini dijawab oleh Siti dari Bappeda, yang disampaikan bahwa oenentuan lokus stanting bukan hanya karena faktor banyaknya anak yang menderita stunting di desa tersebut, namun juga faktor lain sebagai pertimbangannnya, misalnya geografis, dukungan pemangku kepentingan, dll.(*) 

[Drs Edy Pranoto, Koordinator PKB Playen]
0 Viewers

Post a Comment

0 Comments

The Magazine