Akselerasi Pencapaian PB: Mudah dalam Teori, Susah di Lapangan

      Hari ini, Senin (21/8) berlangsung pertemuan angkatan ke-2 "Sosialisasi Alih Kelola Penyuluh KKBPK", di BKKBN Provinsi DI Yogyakarta. Seperti sebelumnya, para peserta adalah penyuluh KB se-DI Yogyakarta yang terdiri dari 5 kabupaten/kota.

      Acara kali ini secara khusus diisi dengan materi evaluasi pencapaian KB baru, yang disampaikan oleh Kabid Dalduk BKKBN DIY, Dra Joehananti Chriswandari. Titik tekan materi Bu Anti, demikian panggilan akrabnya, adalah pada percepatan pencapaian di sisa kuartal terakhir. Dijelaskan oleh Joehananti, bahwa perhitungan sisa target baru di tiap wilayah adalah dengan menggunakan dua tahapan, yakni sisa PUS= jumlah total PUS - peserta KB - (hamil + IAS); kemudian target PB per bulan= sisa PUS/4 bulan (September-Desember 2017). "Berdasarkan data yang bersumber dari laporan bulanan KB, ada 2 kecamatan di wilayah Gunungkidul yang penyuluh KB-nya bisa rehat sejenak, karena target PB-nya tinggal mencari 1 peserta KB baru per dusun per bulan. Dua kecamatan itu adalah Tepus dan Girisubo," pungkas Joehananti.

      Dengan perhitungan melalui metode demikian, maka untuk wilayah Gunungkidul, misalnya, rata-rata setiap penyuluh KB harus bisa mendapatkan 2 akseptor KB per dusun per bulan.
      

      Materi kedua diisi oleh Rohdiana Sumariati, SSos, MSc, selaku Kabiid KB-KR, yang memfokuskan pada layanan Faskes dan kesertaan BPJS serta mekanisme distribusi alkon. Salah satu poin penting yang disampaikan Rohdiana, bahwa layanan KKB Mandisi/Swasta bisa menerima dropping alkon dari BKKBN asalkan BPS tersebut bekerjasama dengan BPJS.

      Dalam sesi tanya jawab, Patworo Wibowo, koordinator PKB Kecamatan Saptosari, Gunungkidul mengusulkan, bagaimana agar dana BOKB bisa digunakan untuk program akselerasi capaian target PB, baik itu melalui program baksos ataupun kegiatan dalam bentuk lain.

      Sementara itu, Madyantoro, PKB Tanjungsari menambahkan usulan Patworo, bahwa ketika kita membincangkan program percepatan, itu hanya mudah dalam teori tetapi susah di lapangan. "Contoh riilnya adalah, kalau kita menginginkan percepatan, maka mestinya harus diimbangi dengan ketersediaan alkon dan tenaga medis yang memadai. Apa kita siap?" ujar Madyantoro.(*) [Purwadi, Gedangsari]






0 Viewers

Post a Comment

0 Comments

The Magazine