NGLIPAR | Suasana pagi itu cerah di Kedungpoh Lor, sebuah padukuhan di Kalurahan Kedungpoh, Kapanewon Nglipar, Gunungkidul. Udara segar menyusup di antara dinding-dinding bangunan sederhana TPA/KB As-Sakinah II. Di halaman TPA yang berintegrasi dengan Tamasya (Taman Asuh Sayang Anak) --satuan kelompok kegiatan di bawah Kemenduk Bangga/BKKBN, beberapa anak tampak berlarian kecil sambil tertawa riang. Ada yang masih menggenggam tangan ibunya erat-erat, ada pula yang sudah berani melangkah sendiri sambil menenteng barang mainan. Sejumlah ibu masih setia menunggu di kompleks TPA sampai jam kepulangan anaknya.
Di ruang kelas, meja-meja kecil sudah ditata rapi. Di atasnya ada lem kertas, potongan kertas warna-warni, gambar pohon, mahkota karton, serta sketsa seekor landak. “Hari ini kita akan bermain sambil belajar ya, adik-adik,” suara lembut Ibu Umi, salah satu pendamping TPA Assakinah, membuka kegiatan, disambut sorak kecil penuh semangat.
Begitulah suasana yang menyambut tim mahasiswa dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Deni Nur Krisnawati dan Agnes Erlina Wikarisvi. Mereka datang bukan sekadar untuk mengajar yang terkait dengan kegiatan PPL mereka, tetapi juga untuk menemani, mendampingi, dan membangun jembatan kecil antara dunia bermain anak dengan dunia belajar di Tamasya/TPA Assakinah, Kedungpoh.
Begitulah suasana yang menyambut tim mahasiswa dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Deni Nur Krisnawati dan Agnes Erlina Wikarisvi. Mereka datang bukan sekadar untuk mengajar yang terkait dengan kegiatan PPL mereka, tetapi juga untuk menemani, mendampingi, dan membangun jembatan kecil antara dunia bermain anak dengan dunia belajar di Tamasya/TPA Assakinah, Kedungpoh.
Stimulasi Motorik Halus
Program pendampingan di KB As-Sakinah II bukanlah sekadar kegiatan praktik lapangan biasa. Bagi Deni dan Agnes (sapaan akrab keduanya), kegiatan ini erat kaitannya dengan bidang studi yang mereka tempuh: pendidikan nonformal (PNF) dan pemberdayaan masyarakat.
“Kami ingin menghadirkan pembelajaran yang sederhana, menyenangkan, tetapi punya makna mendalam bagi anak,” kata Deni saat ditanya motivasinya oleh koordinator PKB Kapanewon Nglipar, Sabrur Rohim, SAg, MSI.
Tema yang mereka usung, kata Agnes, adalah "Pembelajaran Motorik Halus dengan Pendekatan Belajar Sambil Bermain." Menurut Agnes, dalam pelaksanaannya ada tiga kegiatan utama: menempel pohon keluarga, menghias mahkota warna-warni, dan menempel kertas pada gambar landak ceria.
Pilihan ini bukan tanpa alasan. Anak usia dini membutuhkan stimulasi motorik halus agar jari-jemari mereka semakin terampil. Tetapi lebih dari itu, kegiatan ini juga dirancang untuk menumbuhkan (1) pemahaman sederhana tentang keluarga, (2) memupuk kreativitas, serta (3) menanamkan nilai kesabaran dan ketelitian, demikian dikatakan oleh Deni.
Program pendampingan di KB As-Sakinah II bukanlah sekadar kegiatan praktik lapangan biasa. Bagi Deni dan Agnes (sapaan akrab keduanya), kegiatan ini erat kaitannya dengan bidang studi yang mereka tempuh: pendidikan nonformal (PNF) dan pemberdayaan masyarakat.
“Kami ingin menghadirkan pembelajaran yang sederhana, menyenangkan, tetapi punya makna mendalam bagi anak,” kata Deni saat ditanya motivasinya oleh koordinator PKB Kapanewon Nglipar, Sabrur Rohim, SAg, MSI.
Tema yang mereka usung, kata Agnes, adalah "Pembelajaran Motorik Halus dengan Pendekatan Belajar Sambil Bermain." Menurut Agnes, dalam pelaksanaannya ada tiga kegiatan utama: menempel pohon keluarga, menghias mahkota warna-warni, dan menempel kertas pada gambar landak ceria.
Pilihan ini bukan tanpa alasan. Anak usia dini membutuhkan stimulasi motorik halus agar jari-jemari mereka semakin terampil. Tetapi lebih dari itu, kegiatan ini juga dirancang untuk menumbuhkan (1) pemahaman sederhana tentang keluarga, (2) memupuk kreativitas, serta (3) menanamkan nilai kesabaran dan ketelitian, demikian dikatakan oleh Deni.
Pohon Keluarga: Menyusun Rasa Cinta dari Potongan Kertas
Pertemuan pertama digelar pada 15 Agustus 2025. Pagi itu, anak-anak diperkenalkan pada konsep sederhana: keluarga inti. Ayah, ibu, kakak, dan adik—semua digambarkan dalam potongan gambar kecil yang lucu dan berwarna.
Setelah mendengar penjelasan singkat, anak-anak mulai menempel gambar-gambar itu pada media berbentuk pohon. Satu demi satu, cabang-cabang pohon yang awalnya kosong mulai dipenuhi wajah-wajah keluarga.
“Ini ayahku,” ujar seorang bocah dengan polos sambil menempel gambar pria berkacamata di cabang paling atas. "Ini kakakku," kata anak yang lain.
Ada juga yang menempel gambar adik di batang pohon, lalu tertawa geli karena merasa adiknya suka ‘ngerusuhin’ di rumah. Dari tawa dan ocehan sederhana itu, terselip makna besar: anak-anak mulai mengenali peran anggota keluarga mereka.
Menurut Agnes, kegiatan ini bukan hanya tentang menempel. “Lewat pohon keluarga, anak-anak belajar rasa cinta, hormat, dan kebersamaan. Mereka juga mulai memahami bahwa setiap orang di rumah punya peran masing-masing,” jelasnya.
Di akhir kegiatan, meja-meja kelas dipenuhi karya anak-anak yang unik. Ada pohon keluarga yang tersusun rapi, ada pula yang penuh tempelan tak beraturan. Semua mendapat apresiasi. “Wah, bagus sekali pohonnya. Keluarga kalian terlihat bahagia,” ujar Bu Umi, sang pendamping, sambil memberi tepuk tangan kecil.
Pertemuan pertama digelar pada 15 Agustus 2025. Pagi itu, anak-anak diperkenalkan pada konsep sederhana: keluarga inti. Ayah, ibu, kakak, dan adik—semua digambarkan dalam potongan gambar kecil yang lucu dan berwarna.
Setelah mendengar penjelasan singkat, anak-anak mulai menempel gambar-gambar itu pada media berbentuk pohon. Satu demi satu, cabang-cabang pohon yang awalnya kosong mulai dipenuhi wajah-wajah keluarga.
“Ini ayahku,” ujar seorang bocah dengan polos sambil menempel gambar pria berkacamata di cabang paling atas. "Ini kakakku," kata anak yang lain.
Ada juga yang menempel gambar adik di batang pohon, lalu tertawa geli karena merasa adiknya suka ‘ngerusuhin’ di rumah. Dari tawa dan ocehan sederhana itu, terselip makna besar: anak-anak mulai mengenali peran anggota keluarga mereka.
Menurut Agnes, kegiatan ini bukan hanya tentang menempel. “Lewat pohon keluarga, anak-anak belajar rasa cinta, hormat, dan kebersamaan. Mereka juga mulai memahami bahwa setiap orang di rumah punya peran masing-masing,” jelasnya.
Di akhir kegiatan, meja-meja kelas dipenuhi karya anak-anak yang unik. Ada pohon keluarga yang tersusun rapi, ada pula yang penuh tempelan tak beraturan. Semua mendapat apresiasi. “Wah, bagus sekali pohonnya. Keluarga kalian terlihat bahagia,” ujar Bu Umi, sang pendamping, sambil memberi tepuk tangan kecil.
Mahkota Warna-warni: Menjadi Raja dan Ratu Sehari
Dua minggu kemudian, pada 29 Agustus 2025, ruang kelas kembali riuh. Kali ini meja-meja dipenuhi potongan kertas warna-warni, manik-manik kecil, serta mahkota karton kosong yang siap dihias.
“Anak-anak suka sekali kalau diberi kesempatan berkreasi bebas,” kata Deni kepada Agnes sambil mengamati suasana di ruang kelas.
Anak-anak kali ini diberi kebebasan menempel hiasan pada mahkota yang tersedia sesuai selera. Ada yang memilih warna mencolok, ada yang lebih suka kombinasi lembut. Proses menempel tidak selalu mulus—ada lem yang tumpah, kertas yang robek, atau hiasan yang jatuh. Namun justru di situlah letak pembelajarannya.
“Anak-anak belajar sabar, teliti, dan kreatif. Mereka juga belajar bahwa setiap karya itu unik,” jelas Agnes.
Setelah selesai, satu per satu anak mengenakan mahkota hasil karyanya. Ada yang tampak malu-malu, ada yang berpose bangga sambil berlari kecil di kelas.
Seorang bocah perempuan bersorak riang, “Aku jadi ratu!” disambut gelak tawa teman-temannya. "Aku rajanya...," bocah lelaki yang lain. Kelas seketika berubah seperti kerajaan kecil yang penuh warna dan imajinasi.
Dua minggu kemudian, pada 29 Agustus 2025, ruang kelas kembali riuh. Kali ini meja-meja dipenuhi potongan kertas warna-warni, manik-manik kecil, serta mahkota karton kosong yang siap dihias.
“Anak-anak suka sekali kalau diberi kesempatan berkreasi bebas,” kata Deni kepada Agnes sambil mengamati suasana di ruang kelas.
Anak-anak kali ini diberi kebebasan menempel hiasan pada mahkota yang tersedia sesuai selera. Ada yang memilih warna mencolok, ada yang lebih suka kombinasi lembut. Proses menempel tidak selalu mulus—ada lem yang tumpah, kertas yang robek, atau hiasan yang jatuh. Namun justru di situlah letak pembelajarannya.
“Anak-anak belajar sabar, teliti, dan kreatif. Mereka juga belajar bahwa setiap karya itu unik,” jelas Agnes.
Setelah selesai, satu per satu anak mengenakan mahkota hasil karyanya. Ada yang tampak malu-malu, ada yang berpose bangga sambil berlari kecil di kelas.
Seorang bocah perempuan bersorak riang, “Aku jadi ratu!” disambut gelak tawa teman-temannya. "Aku rajanya...," bocah lelaki yang lain. Kelas seketika berubah seperti kerajaan kecil yang penuh warna dan imajinasi.
Landak Ceria: Latihan Ketelitian dan Kesabaran
Pertemuan ketiga berlangsung pada 2 September 2025. Kali ini tema yang diangkat adalah hewan, dengan media gambar seekor landak lucu. Anak-anak diminta menempel potongan kertas warna-warni untuk membentuk tubuh dan duri sang landak.
Kegiatan terlihat sederhana, tetapi penuh tantangan. Potongan kertas kecil harus ditempel satu per satu agar duri landak tampak rapi. Ada anak yang cepat menyelesaikan, ada pula yang pelan-pelan karena lebih teliti.
“Lewat kegiatan ini, anak-anak belajar melatih kesabaran. Mereka juga diajak mengenal hewan sekaligus berkreasi,” terang Deni.
Hasil akhirnya sungguh menarik. Ada landak yang tampak rapi dengan duri tersusun indah, ada juga yang justru tampak ‘heboh’ karena penuh warna. Semua tetap dihargai sebagai karya yang lahir dari ketulusan anak-anak.
Pertemuan ketiga berlangsung pada 2 September 2025. Kali ini tema yang diangkat adalah hewan, dengan media gambar seekor landak lucu. Anak-anak diminta menempel potongan kertas warna-warni untuk membentuk tubuh dan duri sang landak.
Kegiatan terlihat sederhana, tetapi penuh tantangan. Potongan kertas kecil harus ditempel satu per satu agar duri landak tampak rapi. Ada anak yang cepat menyelesaikan, ada pula yang pelan-pelan karena lebih teliti.
“Lewat kegiatan ini, anak-anak belajar melatih kesabaran. Mereka juga diajak mengenal hewan sekaligus berkreasi,” terang Deni.
Hasil akhirnya sungguh menarik. Ada landak yang tampak rapi dengan duri tersusun indah, ada juga yang justru tampak ‘heboh’ karena penuh warna. Semua tetap dihargai sebagai karya yang lahir dari ketulusan anak-anak.
Pendampingan yang Hangat
Kegiatan pendampingan di Tamasya/TPA/KB As-Sakinah II tidak hanya dijalankan oleh dua mahasiswa UNY. Ada pula dukungan dari Koordinator BPKB Nglipar, Sabrur Rohim, SAg, MSI, serta pendamping lapangan Famelya Sayekti, SPd dan Devi Indah (THL PLKB).
Peran mereka dalam kegiatan pendampingan oleh mahasiswa UNY ini sangatlah penting, yakni memberikan arahan, motivasi, hingga membantu ketika anak kesulitan. “Pendampingan itu bukan hanya soal mengajar, tetapi juga soal membangun suasana yang hangat. Anak-anak perlu merasa aman, dihargai, dan dicintai,” kata Ibu Famelya.
Metode yang digunakan sederhana tetapi efektif, yakni belajar sambil bermain. Anak-anak mendengarkan cerita atau pengenalan tema terlebih dahulu, lalu mendapat arahan singkat mengenai langkah-langkah kegiatan. Setelah itu, mereka berlatih secara mandiri, sementara guru dan pendamping siap membantu jika ada kesulitan.
"Yang tak kalah penting adalah apresiasi. Setiap karya, sekecil apa pun, selalu dirayakan dengan pujian atau tepuk tangan. Bagi anak-anak, itu adalah energi positif yang membuat mereka bersemangat mencoba lagi," kata Famelya mengapresiasi.
Kegiatan pendampingan di Tamasya/TPA/KB As-Sakinah II tidak hanya dijalankan oleh dua mahasiswa UNY. Ada pula dukungan dari Koordinator BPKB Nglipar, Sabrur Rohim, SAg, MSI, serta pendamping lapangan Famelya Sayekti, SPd dan Devi Indah (THL PLKB).
Peran mereka dalam kegiatan pendampingan oleh mahasiswa UNY ini sangatlah penting, yakni memberikan arahan, motivasi, hingga membantu ketika anak kesulitan. “Pendampingan itu bukan hanya soal mengajar, tetapi juga soal membangun suasana yang hangat. Anak-anak perlu merasa aman, dihargai, dan dicintai,” kata Ibu Famelya.
Metode yang digunakan sederhana tetapi efektif, yakni belajar sambil bermain. Anak-anak mendengarkan cerita atau pengenalan tema terlebih dahulu, lalu mendapat arahan singkat mengenai langkah-langkah kegiatan. Setelah itu, mereka berlatih secara mandiri, sementara guru dan pendamping siap membantu jika ada kesulitan.
"Yang tak kalah penting adalah apresiasi. Setiap karya, sekecil apa pun, selalu dirayakan dengan pujian atau tepuk tangan. Bagi anak-anak, itu adalah energi positif yang membuat mereka bersemangat mencoba lagi," kata Famelya mengapresiasi.
Sejalan dengan Program Tamasya
Pendampingan di KB As-Sakinah II tidak berdiri sendiri. Kegiatan ini juga sejalan dengan program Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya) yang dijalankan Balai Penyuluhan KB Kapanewon Nglipar. Tamasya adalah salah satu dari Quick Wins Kemendukbangga/BKKBN. Empat yang lainnya adalah: GENTING, Sidaya, GATI, dan Super Apps.
Program Tamasya bertujuan memperkuat ikatan keluarga, meningkatkan pengetahuan tentang pola asuh, pendampingan, rujukan, sekaligus menumbuhkan kesadaran kepada orangtua dan tenaga pendidik di TPA (Tempat Penitipan Anak) akan pentingnya fungsi keluarga dan pengasuhan orangtua. Tamasya ini terintegrasi dengan TPA (tempat penitipan anak). Di Kapanewon Nglipar, Tamasya terintegrasi dengan KB/TPA Assakinah, Kedungpoh.
Menurut Sabrur Rohim, koordinator PKB, pendampingan yang dilaksanakan oleh mahasiswa PPL UNY Agnes dan Deni betul-betul mendukung implementasi program Tamasya. “Misalnya lewat simulasi pohon keluarga seperti yang kita lihat tadi, anak-anak mulai dikenalkan struktur keluarga sejak dini. Itu mendukung upaya besar kami memperkuat ketahanan keluarga,” ujarnya.
Dengan kata lain, kegiatan motorik halus yang sederhana itu sebenarnya merupakan bagian dari upaya penting nan mulia, yakni membangun fondasi keluarga harmonis sejak usia dini.
Pendampingan di KB As-Sakinah II tidak berdiri sendiri. Kegiatan ini juga sejalan dengan program Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya) yang dijalankan Balai Penyuluhan KB Kapanewon Nglipar. Tamasya adalah salah satu dari Quick Wins Kemendukbangga/BKKBN. Empat yang lainnya adalah: GENTING, Sidaya, GATI, dan Super Apps.
Program Tamasya bertujuan memperkuat ikatan keluarga, meningkatkan pengetahuan tentang pola asuh, pendampingan, rujukan, sekaligus menumbuhkan kesadaran kepada orangtua dan tenaga pendidik di TPA (Tempat Penitipan Anak) akan pentingnya fungsi keluarga dan pengasuhan orangtua. Tamasya ini terintegrasi dengan TPA (tempat penitipan anak). Di Kapanewon Nglipar, Tamasya terintegrasi dengan KB/TPA Assakinah, Kedungpoh.
Menurut Sabrur Rohim, koordinator PKB, pendampingan yang dilaksanakan oleh mahasiswa PPL UNY Agnes dan Deni betul-betul mendukung implementasi program Tamasya. “Misalnya lewat simulasi pohon keluarga seperti yang kita lihat tadi, anak-anak mulai dikenalkan struktur keluarga sejak dini. Itu mendukung upaya besar kami memperkuat ketahanan keluarga,” ujarnya.
Dengan kata lain, kegiatan motorik halus yang sederhana itu sebenarnya merupakan bagian dari upaya penting nan mulia, yakni membangun fondasi keluarga harmonis sejak usia dini.
Lebih dari Sekadar Menempel
Di balik lem kertas, potongan warna-warni, dan gambar lucu, tersimpan makna yang dalam. Anak-anak belajar mengenali keluarga, melatih keterampilan, menumbuhkan kreativitas, serta membangun rasa percaya diri.
Orang tua pun ikut merasakan dampaknya. Beberapa mengaku senang melihat anak mereka pulang dengan cerita dan hasil karya yang membanggakan. “Anak saya biasanya pemalu. Tapi setelah ikut kegiatan, dia lebih berani menunjukkan karyanya,” kata seorang ibu sambil tersenyum.
Di sinilah nilai sejati dari pendampingan, yakni bukan hanya soal keterampilan teknis, melainkan tentang memberi pengalaman bermakna yang bisa anak bawa pulang dan ceritakan kembali, demikian komentar Famelya, PKB Nglipar.
Di balik lem kertas, potongan warna-warni, dan gambar lucu, tersimpan makna yang dalam. Anak-anak belajar mengenali keluarga, melatih keterampilan, menumbuhkan kreativitas, serta membangun rasa percaya diri.
Orang tua pun ikut merasakan dampaknya. Beberapa mengaku senang melihat anak mereka pulang dengan cerita dan hasil karya yang membanggakan. “Anak saya biasanya pemalu. Tapi setelah ikut kegiatan, dia lebih berani menunjukkan karyanya,” kata seorang ibu sambil tersenyum.
Di sinilah nilai sejati dari pendampingan, yakni bukan hanya soal keterampilan teknis, melainkan tentang memberi pengalaman bermakna yang bisa anak bawa pulang dan ceritakan kembali, demikian komentar Famelya, PKB Nglipar.
Semangat Cinta, Keberanian, Kesabaran
Tiga kali pertemuan di KB As-Sakinah II mungkin terdengar singkat. Namun bagi anak-anak, itu adalah pengalaman yang meninggalkan jejak kecil di hati mereka.
Mahkota warna-warni yang mereka buat mungkin sudah lusuh, pohon keluarga mungkin sudah tersimpan di laci, dan landak warna-warni mungkin hanya tertempel di dinding kelas. Tapi semangat yang tumbuh—rasa cinta pada keluarga, keberanian berkreasi, dan kesabaran belajar—itulah yang akan terus hidup.
Bagi Deni dan Agnes, kegiatan ini juga menjadi pelajaran berharga yang tidak pernah mereka dapatkan di bangku kuliah. “Kami belajar bahwa anak-anak bisa berkembang pesat ketika diberi ruang untuk berekspresi. Tugas kita adalah menemani, membimbing, dan memberikan kasih sayang,” ujar Agnes menutup cerita.
Di luar kelas, matahari siang bersinar hangat. Anak-anak berlarian kecil, sebagian masih membawa mahkota di kepalanya. Senyum mereka adalah bukti bahwa belajar bisa sangat menyenangkan—asal dilakukan dengan hati.(*)
0 Comments