PKB Playen Fasillitasi dan Tekankan Pentingnya Laporan Perkembangan Pencegahan Stunting Secara Berkala

Koresponden: Slamet, SST (Playen)

PLAYEN |Kegiatan penyuluhan dalam rangka pencegahan stunting di Kalurahan Dengok sebagai lokus stunting kembali dilaksanakan pada bulan Agustus 2020. Kalau pada bulan Juli yang lalu semua padukuhan di Kalurahan Dengok telah tersasar kegiatan penyuluhan, untuk bulan Agustus kegiatan serupa dilaksanakan pada 2 padukuhan, yaitu padukuhan Dengok VI dan Dengok III. Penyuluhan stunting di Padukuhan Dengok VI dilaksanakan pada tanggal 27 Agustus 2020 dan di Dengok III dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus 2020 bertempat di balai padukuhan. Sebagai pemateri dalam kegiatan tersebut adalah Penyuluh KB Kapanewon Playen, Sukartini dan Slamet.



Sasaran Prioritas: Bumil dan Baduta

Pada penyuluhan tersebut, pemateri pertama, Slamet kembali menyampaikan materi tentang stunting. Slamet menjelaskan bahwa Penyuluh KB sebagai salah bagian dari kegiatan konvergensi stunting melakukan intervensi pencegahan stunting baik kepada sasaran prioritas maupun sasaran penting. Sasaran prioritas adalah ibu hamil dan anak usia 0-2 tahun atau masa 1000 HPK yang merupakan masa paling kritis dalam tumbuh kembang anak. Sedangkan sasaran penting adalah masa sebelum dan setelah masa 1000 HPK tersebut. Yang dimaksud masa sebelum 1000 HPK adalah remaja, dan yang dimaksud masa setelahnya adalah balita. Jadi yang menjadi sasaran utama  pencegahan stunting adalah remaja, ibu hamil, dan baduta atau balita.

Remaja menjadi salah satu sararan kegiatan intervensi stunting karena remaja adalah calon orangtua, yang di kemudian hari akan melahirkan anak-anaknya. Intervensi yang diberikan kepada remaja antara lain melalui program pendewasaan usia perkawinan (PUP), pendidikan tentang kesehatan reproduksi remaja, serta pemenuhan gizi bagi remaja. Dalam hal PUP, BKKBN memberikan batasan usia ideal menikah yaitu 21 untuk perempuan dan 25 untuk laki-laki. 

Batasan tersebut antara lain dengan pertimbangan bahwa sesuai kajian kesehatan, proses pertumbuhan seorang perempuan berakhir pada usia 20 tahun. Maka usia di bawah 20 tahun masih dalam proses tumbuh kembang baik secara fisik maupun  psikis, sehingga bagi seorang perempuan hamil dan melahirkan di bawah usia 20 tahun dapat menimbulkan rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak. Risiko yang timbul selama proses kehamilan dan persalinan, antara lain keguguran, bayi lahir prematur, BBLR atau bayi mengalami stunting. Sedangkan untuk laki-laki, usia ideal menikah adalah 25 tahun. Batasan minimalnya berbeda dengan perempuan bukan karena pada usia 21 tahun organ reproduksi seorang laki-laki belum matang. 

Kematangan organ reproduksi laki-laki juga terjadi pada usia sekitar 20 tahun. Namun bagi laki-laki tidak cukup matang, namun juga perlu mapan. Seorang laki-laki adalah calon suami yang akan menjadi pemimpin dalam rumahtangga dengan tanggungjawab yang lebih besar. Maka sebelum menikah, seorang lak-laki harus mempersiapkan diri dari segi psikologis, pendidikan, maupun ekonomi. Diharapkan pada usia sekitar 25 tahun seorang laki-laki sudah memiliki penghasilan sehingga ketika nantinya menikah akan mampu untuk mencukupi kebutuhan keluarganya terutama gizi istrinya ketika hamil, maupun anaknya ketika sudah lahir.


13 Intervensi 

Intervensi kepada ibu hamil diberikan supaya selama masa kehamilannya ibu tetap sehat dan janin yang dikandungnya tumbuh berkembang dengan baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan bagi ibu hamil, antara lain pemenuhan kebutuhan gizi dengan mengkonsumsi makanan bergizi seimbang, minum tablet penambah darah sebanyak 90 butir selama kehamilan, periksa kehamilan secara rutin untuk mendeteksi tumbuh kembang janin minimal 4 kali selama kehamilan, stimulasi perkembangan janin, menjaga kesehatan fisik dengan melakukan olahraga ringan sesuai kondisi ibu hamil, mengelola emosi, melakukan kebiasaan yang menyenangkan, serta merencanakan persalinan dengan dibantu tenaga medis.

Intervensi kepada anak baduta maupun balita dilakukan dalam bentuk pengasuhan, yang pada penyuluhan sebelumnya telah disampaikan dalam bentuk sebuah rumusan yang  terdiri atas tiga belas langkah. Ketiga belas langkah atau bentuk intervensi  tersebut, yaitu: Inisiasi Menyusui Dini (IMD), Kontrasepsi, ASI ekslusif selama 6 bulan (dilanjutkan ASI ditambah MP-ASI sampai 2 tahun), Nutrisi/gizi, Imunisasi, Stimulasi tumbuh kembang, Deteksi tumbuh kembang, Intervensi apabila terjadi keterlambatan tumbuh kembang, Sanitasi, Edukasi, Sosialisasi, Afeksi, dan Rekreasi.

Dari beberapa bentuk intervensi yang dapat diberikan kepada remaja, ibu hamil dan baduta/balita tersebut, Slamet berharap agar para kader untuk merumuskan kegiatan-kegiatan yang dapat dijadikan sebagai action kader IMP dalam mendukung Program pencegahan stunting. Action yang bisa dilakukan misalnya terkait pemenuhan gizi. Pemenuhan gizi menjadi sangat penting baik bagi ibu hamil, anak baduta/balita, maupun remaja, sehingga para kader dapat membuat kegiatan untuk membantu pemenuhan gizi bagi mereka yang mengalami kesulitan. Untuk mengetahui status pemenuhan gizi warganya dapat dilakukan melalui kunjungan rumah. Action lain yang dapat diambil oleh kader adalah terkait pencapaian peserta KB. Kesertaan dalam ber-KB manjadi salah satu upaya untuk mencegah stunting, sehingga diharapkan para kader dapat mengajak PUS yang belum ber-KB, terutama PUS yang memiliki anak baduta untuk ikut KB.


Laporan Perkembangan

Sebagai sarana bagi kader dalam melakukan kegiatan intervensi pencegahan stunting, Slamet selaku Penyuluh KB Kalurahan Dengok melakukan fasilitasi dengan membuat format laporan perkembangan pencegahan stunting. Format laporan ini dibuat karena data dan laporan terkait dengan stunting yang telah ada belum mencantumkan kesertaan ber-KB sebagai salah satu indikatornya. Oleh karena itu format laporan yang dibuat oleh Penyuluh KB mencoba memasukkan beberapa poin sebagai indikator untuk melihat keberhasilan kegiatan pencegahan stunting, antara lain keberadaan ibu hamil, ibu hamil 4 T, pemberian ASI ekslusif  bagi bayi usia 0-6 bulan, baduta kurang gizi, baduta terindikasi stunting, partisipasi balita dalam kegiatan posyandu dan BKB, pengisian KKA, kesertaan ber-KB bagi PUS yang memiliki baduta dan PUS pada umumnya, serta kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka intervensi pencegahan stunting. 

Dengan membuat laporan secara berkala, maka kader akan selalu memantau warga masyarakat di sekitarnya, terutama hal-hal yang tercantum dalam laporan tersebut. Agar dapat melihat progress dalam pencegahan stunting dari waktu ke waktu, maka laporan tersebut agar diisi setiap bulan untuk masing-masing padukuhan dan direkap tingkat kalurahan. 


Administrasi Poktan

Pemateri ke dua, Sukartini lebih fokus menyampaikan materi tentang administrasi Poktan BKB dan Posyandu. Administrasi ini penting karena terkait dengan kegiatan locus stunting, suatu saat akan ada monitoring dan evaluasi perkembangan stunting, salah satunya dengan melihat administrasi yang ada di BKB atau posyandu sebagai sararan kegiatan penyuluhan. Sukartini menyebutkan bahwa pada dasarnya administrasi BKB dapat dibedakan menjadi 2, yaitu administrasi baku dan administrasi tambahan. 

Administrasi baku yaitu administrasi dengan menggunakan blangko-blangko yang formatnya telah dibuat oleh BKKBN, berlaku secara nasional. Administasi baku meliputi K/0/BKB, C/I/BKB, dan R/I/BKB. K/0/BKB merupakan kartu pendaftaran yang diisi setahun sekali setiap awal tahun. C/I/BKB merupakan catatan kegiatan yang diisi setiap bulan, berisi tentang jumlah sasaran dan status kesertaan ber-KB. R/I/BKB juga diisi setiap bulan untuk memantau kehadiran anggota dalam setiap pertemuan yang dilakukan. 

Administrasi tambahan adalah administrasi pendukung dibuat sendiri oleh Pengurus BKB,. biasanya dibuat dalam bentuk buku yang formatnya dibuat sesuai dengan kebutuhan. Administrasi tambahan antara lain Buku Daftar Pengurus, Buku Daftar Hadir Pengurus, Buku Daftar Hadir Anggota, Buku Notulen yang dibuat untuk masing-masing kelompok umur, Buku Tamu, Buku Kunjungan, Buku Rujukan, dan Buku Kas. 

Sedangkan untuk Posyandu, administrasi bakunya mengacu pada yang dibuat oleh Dinas Kesehatan atau puskesmas. Untuk administrasi tambahan, biasanya hampir sama dengan administrasi BKB. Karena biasanya BKB dan Posyandu kegiatannya dijadikan satu, maka untuk administrasi tambahan ini juga bisa dijadikan satu, misalnya Buku Tamu cukup satu digunakan untuk Posyandu dan BKB. Disamping itu, untuk Posyandu juga ada administrasi lain berupa Buku Register Balita, Buku Hasil Penimbangan, dan Buku PMT.

Selesai penyampaian materi, kemudian dilanjutkan sesi tanya jawab.(*) 

0 Viewers

Post a Comment

0 Comments

The Magazine