Trikomponen Girisubo, Suharti, AMd Keb: "Waspadai Tren Penolakan Imunisasi!"

Dalam rangka evaluasi program KKBPK, terutama terkait pelayanan, UPT Puskesmas Girisubo mengadakan acara Trikomponen program KKBPK. Yang diudang, selain bidan-bidan pembina wilayah sekecamatan adalah jajaran PKB dan kader PPKBD sekecamatan, serta kasi pelayanan sekecamatan yang selama ini memang konsern dan sangat terkait tugas pokok fungsinya dengan program KKBPK.

Acara digelar secara khusus di RM Joglo Pantai Wediombo, Jepitu, pada Selasa (17/12), dimulai jam 11.30 WIB. Peserta bersama-sama berangkat dari halaman UPT Puskesmas jam 10.30 WIB, karena memang menunggu pelayanan kesehatan rampung semua. Jumlah total peserta adalah 8 bidan pembina wilayah, 8 kasipel desa, dan 8 PPKBD sekecamatan, serta beberapa kader poktan. Kepala UPT Puskesmas, Sugondo, SST, MM, berhalangan hadir karena masih mengikuti pelatihan.

Acara diawali dengan doa bersama-sama dipimpin oleh pembawa acara, Sabrur Rohim, MSI (PKB), lalu dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Mars KB, didirijeni oleh Surami, kader poktan, untuk melecut semangat peserta dalam mensukseskan program KKBPK di Girisubo.

Belum Mencapai Target 
Selesai menyanyikan lagu Mars KB, acara berlanjut sambutan Koordinator PKB, Hudoyo, SSos. Pak Hud, sapaan akrabnya, menyampaikan apresiasi atas kehadiran semua undangan di acara ini, dan berharap nanti selesai acara ini dihasilkan kesimpulan atau keputusan yang akan bermanfaat bagi suksesnya program KKBPK di Girisubo. Pak Hud lalu memaparkan di layar monitor (dioperatori oleh Sabrur R), tentang pencapaian PB tingkat kecamatan yang baru di angka 70%an. Target PB adalah 630, tetapi pencapaian baru 422, padahal ini sudah menjelang berakhirnya tahun 2019. Oleh karena itu, sangat diharapkan kerja para kader, pejabat desa, dan bidan, juga PKB, untuk bersama-sama memaksimalkan waktu yang tersisa ini untuk menaikkan capaian.

Disampaikan juga oleh Pak Hud tentang capaian PA yang di kisaran 76% dari target yang dipatok oleh BKKBN. "Ini menunjukkan bahwa kerja kita belum maksimal. Kita harus akui itu, dan ini harus menjadi pelecut semangat kita untuk bekerja lebih giat, agar di hari-hari ke depan hasilnya bisa lebih baik," tekan Pak Hud.

Kegagalan MKJP
Materi selanjutnya adalah penyampaian materi oleh Kepala UPT Puskesmas yang dalam hal ini diwakili oleh Bikor KIA-KB, Sunarti, AMd. Bu Narti, panggilan akrabnya, dalam paparannya mengungkapkan hasil analisis medik kegagalan KB selama kurun 2019 ini, di mana untuk tingkat Girisubo ada 3 (tiga) kasus, semuanya alokon IUD (spiral KB). Dari 3 itu, 2 dari Desa Tileng, sedangkan 1 dari Desa Nglindur. 

Berdasarkan analisis medik, banyak faktor yang menjadi penyebab kegagalan tersebut, misalnya faktor alat KB (IUD)-nya itu sendiri, ada kemungkinan kesalahan waktu screening, serta faktor alokon lepas dari rahim. Prinsipnya, untuk ketiga akseptor tersebut, harus ada pendekatan yang lebih dari kader dan petugas (PLKB, bidan, tokoh masyarakat), untuk menguatkan psikologis yang bersangkutan, agar menerima kehamilan tersebut dengan ikhlas, mensyukurinya sebagai anugerah (rezeki) dari Allah.

Dari 3 kasus kegagalan itu, dua di antaranya mengalami spacing yang terlalu pendek, yakni di mana anak pertama belum genap 2 (dua) tahun, atau dalam istilah Jawa-nya disebut "kesundulan", sedangkan satu kasus relatif tidak bermasalah karena spacing-nya sudah sangat lama, di mana anak pertama sudah lebih dari 10 tahun.

Ada tanggapan, atau persisnya pertanyaan, dari sejumlah PPKBD tentang bagaimana menjelaskan ihwal kegagalan itu bisa terjadi kepada pasien (akseptor) yang mengalaminya. Salah satu bidan, Suharti, AMd Keb, menjelaskan bahwa untuk MKJP, jika dibandingkan antara IUD dan implan, tingkat efektivitasnya memang lebih bagus implan (susuk KB), sehingga potensi gagal dari IUD memang lebih besar; meskipun juga harus dikatakan, ketimbang alokon lain (pil, suntik, kondom), IUD tetap lebih bagus. 

Bidan lain, Debora Apriliani, AMd Keb, menambahkan bahwa betapa pun juga, yang namanya alat KB seperti IUD dan sejenisnya adalah buatan manusia, sehingga tetap ada potensi atau peluang gagal, karena buatan manusia tidak ada yang sempurna. Sebagus apa pun suatu alat, kata Debora, jika Allah menghendaki terjadi lain, ya terjadi saja. "Kita hanya bisa menerimanya, dan itu yang harus kita sampaikan kepada akseptor untuk kuatkan mentalnya," kata Debora.

Penolakan Imunisasi
Materi berikutnya disampaikan oleh bidan pembina wilayah Jepitu, Suharti, AMd Keb, yang menekankan kepada peserta agar menaruh perhatian serius adanya fenomena penolakan imunisasi dari sebagian warga. Sejauh ini, yang terdata adalah di Desa Tileng dan Balong. Untuk Tileng, alhamdulillah sudah bisa tertangani meski agak terlambat. Yang bersangkutan, terdiri dari 2 KK, bisa diberi pencerahan dan belum lama ini datang ke Puskesmas dan mau diimunisasi. Kasus yang lain adalah di Desa Balong, yang sejauh ini belum ada perubahan sikap dan pikiran dari KK yang bersangkutan, mereka masih bersikeras tidak mau diimunisasi.

Untuk kasus ini, Bu Harti, panggilan akbrabnya, meminta kerja keras kader, petugas, juga aparat desa/dusun dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat demi menekankan pentingnya imunisasi. Jangan sampai makin banyak keluarga yang menolak imunisasi. "Syukur dari kasus-kasus yang sudah terjadii itu bisa diminimalisasi, disadarkan, atau setidaknya jangan sampai kasusnya bertambah," ujar Bu Harti.

Bu Harti juga meminta agar para kader memberi data yang lengkap kepada petugas soal imunisasi ini, yakni tentang keluarga-keluarga yang melaksanakan imunsasi secara lengkap atau yang menolak. Wajib didata semua, kata Bu Harti. "Supaya kita bisa memetakan persoalannya dan mencari solusinya secara cepat dan efesien, sekaligus sebagai bahan laporan ke Dinas," imbuhnya.

Terakhir, soal imunisasi IPV (polio) yang sampai hari ini vaksinnya belum sampai juga ke tingkat Puskesmas, para kader diminta bersabar dan agar membantu tenangkan warga masyarakat. "Kita masih menunggu dari Jakarta, dan tidak usah khawatir terjadi apa-apa, karena untuk daerah kita, bayi yang diimunisasi jauh lebih banyak ketimbang yang tidak diimunisasi, jadi potensi terjangkit dan tertularnya sangat sedikit," pungkas Bu Harti.(*) [Sabrur Rohim, SAg, MSI, pimred Cahaya Keluarga & PKB Girisubo]
0 Viewers

Post a Comment

3 Comments

Emoji
(y)
:)
:(
hihi
:-)
:D
=D
:-d
;(
;-(
@-)
:P
:o
:>)
(o)
:p
(p)
:-s
(m)
8-)
:-t
:-b
b-(
:-#
=p~
x-)
(k)

The Magazine