Pak Pardi, Kader PPKBD dan Lansia Teladan DIY


Kartini Day yang diperingati setiap bulan April adalah suatu bentuk penghargaaan pada Raden Ajeng Kartini sebagai pejuang emansipasi wanita. Berkat  kegigihan perempuan kelahiran Rembang inilah wanita Indonesia sekarang bisa berperan aktif di segala bidang sejajar dengan laki laki. Seiring perkembangan zaman, kesetaraan gender memberikan ruang yang sama dalam peran dan fungsi sosial, laki laki dan perempuan itu sama. Selama ini ada kesan bahwa yang namanya  urusan KB  dan kader KB  identik dengan perempuan, padahal  harusnya tidak. Semua bisa melakukan tugas kader, karena urusan program  KB  adalah kepentingan  bersama, peran kader  Laki laki sebagai perpanjangan tangan pemerintah  mensosialisakan program KB  sangat diharapkan.




        Berkaitan dengan hal  di atas, tokoh  kita  kali ini adalah Cyiprianus Supardi. Pria ini  lahir 5 Mei 1937 dari pasangan  Suro Diwiryo dan Suginah (Lurah Girisoco di zaman kemerdekaaan). Asal Anda tahu, dia adalah seorang kader KB yang telah lama mengabdi   semenjak adanya program Keluarga Berencana tahun 1971 sampai sekarang.   Cy Supardi   tinggal di  Padukuhan Karangnongko, Giripurwo Purwosari. Dia menikah  dengan Christina Suparyani dan dikaruniai dua orang  anak  yakni  Maria Murni Widiastuti dan  Vicensius Endro Mulyono. Mereka telah sukses  mengantarkan kedua anaknya  menyelesaikan pendidikan  sampai ke jenjang sarjana.

        Pak Pardi, demikian sapaan akrabnya sehari-hari, merasa tersentuh  untuk membantu masyarakat   setelah memahami akan pentingnya program KB. Masalah kesehatan  adalah yang utama dan pertama, kata Pak Pardi. Dalam keadaaan sehatlah anggota keluarga mampu memenuhi kebutuhan hidup baik berupa sandang, pangan, papan, dan kasih sayang. Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan  karena sebagai  orang tua beliau  telah selesai  mengantar anaknya ke jenjang pernikahan, laki-laki dari 14 bersaudara ini mengaplikasikan dengan tindakan nyata berbagi pengetahuan dan pengalaman, yakni perpanjangan tangan pemerintah mensosialisasikan program KB. 

Memang, awalnya tidak mudah mengajak orang lain untuk membatasi dan merencanakan jumlah anak. Di awal diperkenalkannya  program KB  masih banyak yang berpendapat banyak anak banyak rejeki, menganggap tabu, bahkan tidak jarang Pak Pardi dimusuhi  ketika mengadakan penyuluhan jumlah anak ideal. Tetapi, Pak Pardi, dengan semangat dan tekad yang kuat  mendekati para tokoh baik perangkat desa maupun PNS di desanya agar bisa menjadi panutan masyarakat lainya, dengan  memanfaatkan kegiatan yang ada menyelipkan pesan pesan akan pentingnya perencanaan keluarga, tidak ketinggalan pula Pak Pardi menerapkan program KB pada keluarganya, bahkan istri juga aktif sebagai kader setelah pensiun dini dari guru SD Karangnonko 1.

“Saya ingin masyarakat di lingkungan saya  mampu meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraanya melalui usaha ekonomi produktif. Menurut saya, dengan jumlah keluarga kecil kesempatan mencari peluang usaha akan lebih besar,” kata Pak Pardi serius.

        Menurut Supardi, program Keluarga Berencana  yang sekarang lebih dikenal dengan program KKBPK  sangat penting dan perlu ditingkatkan, KIE  dan promosi khususnya pada pasangan muda perlu digiatkan lagi  karena dengan perencanaan keluarga yang baik  akan lahir generasi yang baik dan sehat.  Peran tokoh  sangat diharapkan  baik dukungan dan  penerapan pola asuh dalam keluarga melalui delapan fungsi keluarga dalam kehidupan sehari hari agar  menjadi contoh yang baik pada generasi muda. Program KB tidak melarang jumlah anak, tetapi yang penting adalah mempunyai perencanaan yang baik  sesuai dengan kondisi  ekonomi dan masa reproduksi yang sehat. Selain itu pertimbangan daya dukung dan daya tampung lingkungan yang semakin sempit hendaklah menjadi pertimbangan pada keturunan selanjutnya.

        Pengalaman menjadi kader yang paling mengebirakan, menurut Pak Pardi, adalah ketika bertemu dengan warga yang merasa senang dan sangat terbantu   ikut program KB. Mereka telah merasakan manfaat dan keuntungan dari program tersebut. Hal ini pula yang menjadi pemacu semangat mengabdi Pak Pardi untuk terus berjuang membantu sesama lewat pengetahuan, wawasan, juga pengalamannya, yang lahir sebagai keluarga besar pada eranya. Banyak pelajaran yang berharga dan menjadi pijakan dalam pengabdian yang telah banyak memberikan warna dalam kehidupan sosial maupun spiritualnya. “Selama masih  mampu berbuat kebaikan untuk orang lain, apa pun akan saya lakukan,” katanya. Di usianya yang sudah sepuh seharusnya Pak Pardi menikmati masa pensiun dengan santai santai dirumah bersama keluarga, tetapi tidak demikian dengan Pak Pardi, yang mengaku dengan berbagi, justru hidup akan lebih indah.

          Tuhan akan memberi kemudahan  kepada umatnya masuk surga apabila umatnya suka menolong  dan membantu kesulitan orang lain.” Keyakinan inilah yang membuat Cyiprianus  Supardi dengan rela dan iklas memberi penyuluhan akan pentingnya kesehatan reproduksi dan Keluarga  Berencana. Pak Pardi yang pernah meraih predikat Terbaik 1 Lansia Idol  Tahun 2015 dari BKKBN DIY ini juga aktif sebagai  Koordinator Kesehatan, Ketua Desa Siaga, PPKBD  dan  Ketua Pokja 4 PKK Desa Giripurwo.

         Kepada kader KB di Gunungkidul Pak Pardi menyampaikan pesan: “Di era sekarang kader harus bisa menjadi panutan dan contoh penerapan prilaku, mulailah dari dari diri kita, keluarga dan lingkungan  dan jangan hanya perempuan yang menjadi sasaran. Para pria juga harus diberi pengertian  seperti slogan  BKKBN: Perempuan Ber-Kb Sudah Biasa, Laki Laki Ikut KB Luar Biasa! Khusus kader laki laki, walaupun jumlah kita sedikit, tetapi  mari kita tunjukkan bahwa kita juga mampu menjadi mitra yang baik dan terus semangat percayalah pada kuasa Tuhan. Semua ada hikmahnya..!”

        Selama menjadi kader, Pak Pardi pernah menerima penghargaan  antara lain:
1. Terbaikl 1Lansia Idol Tahun 2015 BKKBN DIY.
2. Juara 1 Desa Siaga  Tk. DIY 2008
3. Gerakan Sayang Ibu Tk. DIY 2007

        Pak Pardi pernah mengikuti beberapa pelatihan antara lain:
1.  Program KBN bagi LKMD, BKKBN Gunungkidul 1985. 
2. Pelatihan Deteksi Dini Gangguan Jiwa dan Pengelolaan Resiko Bunuh Diri, yang diselenggarakan oleh Dinkes Gunungkidul pada 2014 
3. Workshop penatalaksanaan ISPA, dilaksanakan oleh Dinkes Gunungkidul pada 2003, dan lain lain.(*) 
 (Nur Istiqomah, PKB Purwosari)



0 Viewers

Post a Comment

0 Comments

The Magazine